Pinrang - Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) tengah berupaya untuk mengimplementasikan kebijakan Kota atau Kabupaten Layak Anak (KLA), dari 24 Kabupaten yang ada dua diantaranya belum mencapai passing grade layak anak, diantaranya Kabupaten Pinrang dan Kepulauan Selayar.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi Sulawesi Selatan, Ilham A Gazaling menjelaskan, ada beberapa hambatan dalam implementasi KLA ini.
Di antaranya, ketersediaan perangkat IT, tenaga operator yang memahami KLA dan ketersediaan dokumen pendukung.
OPD harus mendukung dan bersinergi berdasarkan komitmen dari pimpinan daerah.
"Selain itu, sejumlah hambatan lain yang kita identifikasi seperti belum optimalnya tupoksi gugus tugas KLA dan pelaksanaan kegiatan yang tidak berdasarkan rencana aksi daerah KLA," tuturnya, Jumat, 22 November 2019.
Untuk itu, menurut Ilham, DPPPA Sulsel melaksanakan kegiatan Bimbingan Teknis Gugus Tugas KLA dengan Analisis Pengarusutamaan Hak Anak. Melalui kegiatan ini, diharapkan seluruh pihak yang terlibat dalam gugus tugas ini memahami fungsi dan peran masing-masing.
"Evaluasi KLA bukan milik satu atau dua OPD, tetapi seluruh OPD harus mendukung dan bersinergi berdasarkan komitmen dari pimpinan daerah, termasuk partisipasi anggota gugus tugas lainnya seperti forum anak, lembaga masyarakat, dunia usaha, dan media massa," kata Ilham.
Sementara itu, Lembaga Peduli Kesejahteraan Perempuan dan Anak (LP-KPA) Andi Yamaponto mengatakan salah satu faktor Kabupaten Pinrang tidak masuk kategori layak anak karena pemerintah setempat minim kerja sama dengan lembaga peduli anak.
"Salah satu faktornya beberapa kasus anak di sana memang rumit diselesaikan, juga kurang kerja sama dengan pemerintah dengan lembaga anak," ujarnya kepada Tagar.
Tak hanya itu, Andi Yamaponto mengaku pernah melakukan pendampingan lima kasus anak, dimana dua diantara kasus itu regolong sulit. Bahkan bahkan mengalami trauma setalah terjadi pelecehan dan penganiayaan.
"Di Pinrang saya pernah mendampingi dua kasus sulit yang melibatkan anak," tambahnya.
Pertama kasus pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur yang dilakukan oleh oknum guru. Kedua, penganiayaan yang dilakukan oleh sekelompok orang.
"Sepanjang tahun 2017 dan 2018 ada dua penanganan kasus berat dan tiga kasus penyelesaian dengan cara damai," terangnya.
Bahkan kasus yang terbaru terjadi pada November 2019, seorang kakek inisial DL 72 tahun, melakukan tindakan yang tidak senonoh terhadap bocah berusia 7 tahun.
DL kemudian diamankan pihak kepolisian Pinrang berdasarkan nomor laporan masyarakat terkait adanya dugaan pencabulan
"Pelaku sudah kita amankan berdasarkan nomor laporan-laporan LPB/535/POLRES PINRANG, tanggal 15 November 2019," kata Kasat Reskrim Polres Pinrang AKP Dharma Negara.
Dihadapan penyidik kepolisian, DL mengaku hanya meraba kemaluan korbannya, yang saat itu diajak masuk ke kamar, dengan cara menggendong korban.
DL mengaku khilaf berbuat demikian. Dia terdoga paras bocah tersebut yang dianggapnya cantik, sehingga dia nekat untuk mencabuli murid mengajinya sendiri.
"Aksinya dilakukan di kamar pelaku dengan meraba-raba alat vital korban," tambahnya.
Kini korban merasa trauma karena sering diejek teman-temannya. Selain itu, orang tua juga sempat membawa bocah tujuh tahun ini ke RSUD Lasinrang, karena putrinya kerap mengalami sakit di bagian organ vital.
"Pelaku kami jerat Undang-Undang Perlindungan Anak, karena korban masih di bawah umur," ujarnya.
Polisi masih mendalami kasus tersebut untuk mengetahui jumlah korban kakek DL, mengingat profesinya selama ini sebagai guru yang mengajar anak-anak. []
Baca juga:
- Kota Layak Anak dan Penderita Polio di Kota Parepare
- Medan Dinilai Sangat Tepat Jadi Percontohan Kota Layak Anak
- Lebak dan Serang Banten Menuju Kota Layak Anak