Ilegalisasi Ganja Dinilai Tanpa Tinjauan Literatur

Menetapkan ganja menjadi barang terlarang merupakan tindakan ilegalisasi tanpa terlebih dahulu melewati proses tinjauan literatur.
Ketua Lingkar Ganja Nusantara (LGN) Dhira Narayana, (kedua dari kiri), Peter Dantovski, Shohibul Anshor Siregar, Rosramadhana (Antropolog Unimed), sejarawan Phil Ichawan Azhari dan moderator John Fawer Siahaan (kiri) hadir dalam acara "Membaca Hikayat Pohon Ganja" di Ruang Digital Library, Universitas Negeri Medan (Unimed), Senin, 19 Agustus 2019 sore. (Foto: Tagar/Tonggo Simangunsong)

Medan - Menetapkan ganja menjadi barang terlarang setelah masuk kategori Narkotika Golongan I merupakan tindakan ilegalisasi tanpa terlebih dahulu melewati proses tinjauan literatur.

"Semenjak ada undang-undang, ganja berubah dari tanaman masyarakat menjadi barang kartel. Sekarang yang menguasai ganja adalah kartel (narkoba). Selama masih ada undang-undang narkotika, kartel akan tetap hidup. Masyarakat yang menjadi korban," kata Ketua Lingkar Ganja (LGN) Dhira Narayana, saat menjadi pembicara dalam acara "Membaca Hikayat Pohon Ganja" di Ruang Digital Library, Universitas Negeri Medan (Unimed), Senin 19 Agustus 2019.

Menurut Dhira, produk undang-undang merupakan alat yang dipakai untuk memasukkan ke pasar gelap. Dengan begitu, ganja menjadi ilegal dan tidak lagi menjadi tanaman masyarakat.

"Sebelumnya, ganja tidak dilarang. Tapi setelah adanya undang-undang, ganja menjadi tanaman ilegal. Ironisnya, karena dilarang, maka kartel yang menguasainya," jelasnya.

Di Jerman ganja sudah diterapkan untuk medis, bahkan di Malaysia beberapa dokter sudah mulai menggunakan ganja untuk medis

Bahkan, kata Dhira, ilegalisasi dilakukan tanpa tinjauan literatur, ganja dimasukkan sebagai narkotika melalui undang-undang dan masyarakat menerimanya.

"Ibarat mau nyusun skripsi, adik-adik mahasiswa bisa tidak langsung masuk ke kesimpulan tanpa ada tinjauan literatur? Tidak bisa kan? Tapi ganja langsung dilarang tanpa melalui proses tinjauan literatur, jadi ada yang dilangkahi," jelas Dhira.

Padahal menurut dia, ganja sudah merupakan bahan pengobatan dan apabila ditilik dari perspektif bisnis, ganja dapat menjadi sumber pendapatan negara yang sangat potensial.

"Di Jerman ganja sudah diterapkan untuk medis, bahkan di Malaysia beberapa dokter sudah mulai menggunakan ganja untuk medis. Terbaru (Desember 2018) di Thailand, ganja sudah dilegalkan," katanya.

Menurut Dhira, ia bersama LGN sampai kini masih memperjuangkan agar ganja dilegalkan. "Sebab, tidak ada tanaman yang jahat," katanya.

Sementara itu, menurut sejarawan dari Unimed, Phil Ichwan Azhari, perlu dilakukan riset dan penelitian lebih jauh yang mendasari bahwa ganja tidak berbahaya.

"Saya rasa ke depan, bikinlah misalnya seminar yang hanya mengundang tim dokter untuk menjelaskan ini secara ilmiah," katanya.

Seperti diketahui, ganja merupakan tanaman yang dilarang pemakaian dan penggunaannya. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, ganja termasuk narkotika Golongan I, disebutkan dalam Daftar Narkotika Golongan I di angka 8.

Dalam Pasal 116 UU Narkotika, memiliki dan menggunakan ganja dapat dikenai sanksi pidana penjara paling singkat lima hingga hingga 20 tahun. []

Berita terkait
Bahas Ganja di Medan, dari Perspektif Politik dan Sejarah
Kepemilikan dan pemakaian ganja dilarang sesuai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Tujuh Penyakit Ini Bisa Diobati dengan Ganja
Daftar penyakit yang bisa diobati dengan ganja. Bagaimana tingkat kesembuhannya? Kenapa Indonesia tidak melegalkan ganja untuk obat?
Ganja Bikin Bodoh, Ini Penjelasan Ilmiahnya
Ganja bisa jadi tidak membuat penggunanya kehilangan nyawa, tapi berpotensi besar membuat bodoh. Berikut ini penjelasan ilmiahnya.