Ibunda Arif Yustian: Saya Merasa Berdosa Kalau Menyebutnya Almarhum

Arif Yustian korban Lion Air, jenazahnya belum teridentifikasi. Ibundanya, 'Saya merasa berdosa kalau menyebutnya almarhum.'
Yenti Sulastri menunjukkan foto putranya, Arif Yustian yang diduga merupakan penumpang pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkalpinang yang jatuh di perairan Tanjung Karawang. Nama Arif Yustian tidak masuk dalam daftar manifest penumpang yang beredar. (Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya)

Bogor, Jawa Barat, (Tagar 4/11/2018) - Arif Yustian (20) salah satu korban pesawat jatuh Lion Air PK-LQP nomor registrasi JT 610. Hingga hari keenam jenazahnya belum teridentifikasi. 

Yenti Sulastri (44) ibunda Arif Yustian masih berharap jenazah anaknya itu bisa teridentifikasi, sehingga setidaknya ia bisa mengunjungi makamnya untuk menghapus rindu yang ia tak sempat sampaikan. Yenti dalam hati terdalamnya masih berharap sebuah mukjizat, anaknya itu selamat, sedang berada di suatu tempat, menanti pertolongan.

Yenti memanggil anak sulungnya itu dengan sebutan 'abang' untuk membiasakan empat adiknya sejak kecil.  

"Sudah sebulan abang tidak pulang, biasanya kalau saya kangen, abang pulang, tapi bulan ini tidak sempat," kata Yenti Sulastri di rumahnya mengutip kantor berita Antara.

Hari keenam pascamusibah itu terjadi, rumah bercat biru di sudut gang sempit di Kampung Kelapa, Desa Rawa Panjang, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, masih ramai dikunjungi, sanak saudara, tetangga, hingga kerabat bahkan teman sejawat.

Baca juga: Sebelum Hizkia Jorry Saroinsong Hilang Bersama Lion Air JT 610

Satu persatu mereka datang untuk memberikan dukungan moril, menawarkan Yenti untuk membeli makanan, memastikan dia tidak lupa makan di tengah duka yang menyelimuti keluarga sederhana tersebut.

Hampir tiap malam, tahlillan digelar selalu dipenuhi oleh tamu-tamu yang berempati atas kepergian Arif Yustian pemuda yang dikenal baik lakunya, bertanggung jawab dan menjadi harapan keluarga.

"Saya kehilangan teman curhat," kata ibu lima orang anak itu.

Pesan Terakhir

Yenti Sulastri muncul di ruang tamu rumahnya, membawa sepiring donat bertabur cokelat yang baru saja ia masak di dapur. Rona wajahnya ramah, bibirnya menyunggingkan senyum getir, namun mata sembapnya tak mampu ia sembunyikan, sepertinya tadi malam ia tak henti menangis memikirkan putranya yang masih hilang.

Istri dari Sariyoso (54) ini mengaku sudah bisa menerima kenyataan bahwa putra sulungnya ikut menjadi korban jatuhnya pesawat Lion Air dalam penerbangan dari Jakarta menuju Pangkalpinang Senin (29/10) lalu.

"Saya merasa berdosa kalau saya menyebut dia almarhum, karena saya merasa dia masih ada, salah naik pesawat. Ada harapan, tiba-tiba anak saya bilang, 'Ma, Abang pulang'," kata Yenti dengan pandangan menerawang.

Yenti kemudian mengulang pesan terakhir anaknya itu, "Ma... maaf abang nggak bisa pulang, hujan gede di Bogor, besok pagi abang harus berangkat ke Jakarta, ada kerjaan ke Bangka, doain Abang, ya, Ma...."

Kalimat pamitan itu disampaikan putra pertamanya dari ujung telepon, Minggu malam (28/10), saat hujan deras disertai kilat dan petir yang melanda wilayah Bogor.

Dengan berat hati, Yenti mengizinkan putranya berangkat dan tak jadi pulang, walau di hatinya ada rindu yang tertahan.

"Mama kenapa...," tanya Arif malam itu.

"Mama tidak kenapa-napa, cuma kangen aja," kata Yenti mengulang percakapan dengan putranya malam itu.

'Mah, Umur Abang Kayaknya Nggak Lama'

Yenti bercerita, tidak biasanya putranya sebulan tidak pulang ke rumah. Biasanya tiap pekan pasti pulang. Kesibukan kerja membuat Arif tidak sempat pulang, sejak SMA putranya sudah tinggal mandiri di Kota Bogor di sebuah kos dekat kawasan Ciheuleut.

Mendadak pemuda berwajah 'chubby' itu ditugaskan oleh perusahaannya untuk berangkat Bangka.

Yenti merasa ada rasa perih yang mengiris hatinya setiap mengingat putra sulungnya yang pergi, selain rasa rindu yang melanda, ia juga menyesal tidak sempat mengajak Arif jalan-jalan bersilaturahmi ke keluarga besarnya di Sukabumi.

"Kan Arif sudah kerja, harusnya saya sempat tuh bawa dia ke kampung buat silaturahmi sama keluarga besar saya, tapi karena adik-adiknya masih kecil lagi sakit," katanya.

Sebelum Idul Fitri, Arif pernah berencana akan mengajak mamanya jalan-jalan ke Sukabumi, untuk bersilaturahmi dengan keluarga besarnya.

Pada momen itu juga, Yenti ingat persis ketika putranya sampai tiga kali mengatakan kalau umurnya tidak lama lagi.

"Anaknya suka nanyain, 'Mah, umur abang kayaknya nggak lama', sampai tiga kali dia bilang begitu," kenang Yenti.

Mendengar pertanyaan anaknya itu, Yenti meminta anaknya untuk tidak berkata-kata demikian, dan tidak boleh bersikap mendahului Tuhan.

"Nggak kok mah, abang bercanda," kata Yenti mengulang ucapan putranya.

Nama Arif Tidak Terdaftar di Manifest Penumpang

Arif mendadak ditugaskan ke Bangka menggantikan rekannya, Krisma Wijaya, yang membatalkan keberangkatan sehari sebelumnya. Padahal dia sudah berencana akan pulang ke rumah Minggu malam.

Krisma Wijaya dijadwalkan berangkat bersama dua orang lainnya yakni Darwin Harianto, dan Rohmanir Pandi Sagala. Tiket atas nama ketiganya terdaftar di manifest penumpang.

Nama Arif tidak terdaftar di manifest penumpang Lion Air PK-LQP nomor penerbangan JT 610. Yenti berharap itu adalah mukjizat bahwa putranya batal naik pesawat nahas tersebut.

Senin pagi setelah mendengarkan breaking news di televisi, Yenti risau, jangan-jangan anaknya naik pesawat yang sama. Karena jadwal penerbangannya sama dengan jadwal yang disebutkan Arif.

"Anak saya itu baru pertama kali naik pesawat, katanya berangkat ke Bangka penerbangan jam 06.20 WIB dari Jakarta," katanya.

Untuk menenangkan diri, Yenti salat Duha, meminta kepada Allah semoga putranya tidak menjadi korban.

Tak lama setelah mengerjakan salat, ada yang datang mengucapkan salam dari depan pintu. 

Perasaan Yenti mulai tak tenang, ketika tiga orang itu memperkenalkan diri sebagai perwakilan PT Skylab Pasifik Indonesia tempat Arif bekerja.

Kedatangan mereka untuk mengkonfirmasi keluarga Arif, dan menyampaikan informasi resmi terkait kecelakaan pesawat yang dialami ketiga karyawannya. Dan memastikan keluarga mendapatkan informasi tidak simpang siur.

"Saya langsung lemas begitu tahu mereka dari kantornya Arif. Saya spontan langsung ngomong, 'Anak saya kenapa, Pak? Benar anak saya jadi korban, Pak?'"

Yenti tercekat begitu mendengar penjelasan orang dari kantor anaknya itu.

Yenti Sulastri belum usai kesedihannya mengetahui anaknya menjadi korban kecelakaan pesawat, kenyataan pahit kembali ia hadapi karena nama Arif tidak terdaftar di manifest penumpang Lion Air PK-LQP nomor penerbangan JT 610.

Jika nama Arif tidak terdaftar, kemungkinan besar keluarga tidak mendapatkan uang duka dan uang tunggu yang dijanjikan pihak maskapai. Tetapi dengan bantuan perusahaan tempat Arif bekerja, keluarga mendapatkan haknya.

Sariyoso ayah Arif datang ke pusat krisis ditemani pihak perusahaan untuk menyerahkan data dan menjalankan tes DNA untuk memudahkan identifikasi korban. Bukti-bukti diberikan, baik kamera CCTV saat Arif hendak berangkat ke Jakarta, detik-detik sebelum menaiki pesawat, serta tiket pesawat atas nama Arif Yustian.

Jumat (2/11) Sariyoso sudah mendapatkan uang tunggu dari maskapai senilai Rp 5 juta. Kini keluarga masih menantikan jenazah Arif teridentifikasi, sambil menggelar tahlilan selama tujuh hari tujuh malam.

Sementara itu, proses evakuasi dari hari pertama hingga hari keenam di Tanjung Pakis, Karawang, oleh Basarnas telah terkumpul 104 kantong jenazah dari lokasi kecelakaan.

Dari jumlah tersebut, 92 di antaranya sudah tiba di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, untuk dilakukan proses identifikasi dan rekonsiliasi.

Berdasarkan hasil identifikasi dan rekonsiliasi tim DVI Polri, sudah ada tujuh korban yang terindentifikasi, yaitu Jannatun Cintya Dewi, Candra Kirana, Moni, Haizkia Jorry Saroinsong, Endang Sri Bagusnita, Wahyu Susilo, dan Fauzan Azima.

Khusnul Khotimah

Lima hari larut dalam kesedihan, Yenti tersadar ketika sedang berbaring di atas sajadah, anak keempatnya Kya Hanifa Malani (7) adik perempuan Arif berbisik ke telingannya.

"Ma, kayaknya Kya belum makan, perut Kya sakit, perih," kata Yenti meniru ucapan putri semata wayangnya.

Bisikan itu seketika menyadarkan Yenti, bahwa dia tidak boleh larut dalam kesedihan karena anak pertamanya sudah dipanggil Tuhan. Kesedihannya telah membuat empat anaknya terabaikan.

Untuk membangkitkan semangatnya, Yenti berkaca pada korban gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah yang menghantam satu keluarga. Sementara ia hanya kehilangan seorang anak, ada empat anak lainnya yang masih membutuhkan perhatiannya.

"Di situ saya coba ikhlas. Saya tidak boleh larut dalam kesedihan. Ada adik-adik Arif yang masih butuh perhatian saya, apalagi Arif sangat sayang sama adik-adiknya," kata Yenti.

Sebelum pergi ke Bangka, Arif juga berjanji akan membeli sepeda untuk dua adiknya yang masih kecil, yakni Kya, dan Ahmad Fabian yang masih berusia empat tahun.

Tapi keinginan tersebut tidak sempat terlaksana, Arif lebih dulu dipanggil Tuhan, ikut menjadi korban jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP nomor penerbangan JT 610 bersama 180 penumpang dan tujuh orang kru pesawat.

"Saya baca hadis, orang yang meninggal dalam perjalanan bekerja, lalu kecelakaan, Insya Allah katanya khusnul khotimah. Arif anaknya baik, tidak neko-neko, harapan keluarga, ibadahnya baik, kebaikan dia sama saya, saya ikhlas, semoga anak saya khusnul khotimah," kata Yenti.

Yenti dan Sariyoso sama-sama berharap, dari sekian banyak kantong jenazah yang dikumpulkan, ada salah satu jenazah anaknya. Tidak masalah baginya jika jenazah itu tidak utuh, dia akan tetap menyediakan kuburan bagi putanya, agar kelak ketika rindu dia bisa menziarahinya.

"Hikmah yang saya petik, saya sampaikan ke adik-adiknya Arif, kalau sudah kerja nanti, mau pulang ketemu orangtua, harus disempatkan pulang, jangan terulang kejadian ini lagi," kata Yenti menahan pedih. []

Berita terkait
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.