Homoseks Dipecat dari Polri, Gugat Kapolda Jateng

Seorang polisi di Jateng kena sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat lantaran menyukai sesama jenis alias homoseks.
Peresmian Gedung Baru Polda Jawa Tengah. Gedung baru Mapolda Jateng di Jalan Pahlawan No 1, Kota Semarang, Jawa Tengah. Gedung baru tersebut diresmikan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, Jumat (23/3). (Agus)

Semarang - Seorang polisi di Jawa Tengah (Jateng), Brigadir TT kena sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) lantaran menyukai sesama jenis alias homoseks. Tidak terima dengan keputusan tersebut, ia mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang.

Selaku tergugat adalah Kapolda Jateng yang mengeluarkan keputusan pemecatan. "Kami ajukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan ke PTUN Semarang. Sidangnya akan dimulai pada Kamis minggu depan," ujar kuasa hukum Brigadir TT, Ma'ruf Bajammal kepada Tagar, Jumat 17 Mei 2019.

Ma’ruf menceritakan ihwal pemecatan kliennya. Brigadir TT adalah anggota Subditwisata Ditpamobvit Polda Jateng. Usianya sekitar 30 tahun. Bermula pada 14 Februari 2017, usai perayaan valentine, TT diringkus aparat dari Polres Kudus dengan tuduhan pemerasan.

Tuduhan tersebut diduga hanya sebagai pintu masuk untuk mengorek kehidupan pribadi yang bersangkutan lantaran tidak ada laporan dari korban. Pemeriksaan dilakukan secara bertahap pada 15, 16 dan 23 Februari 2017.

Baca juga: Sumardin, Meninggal Usai Lakukan Pelecehan Seksual

"Namun pemeriksaan menjurus pada orientasi seksual beliau yang disebut menyimpang, bukan lagi masalah dugaan pemerasan," kata dia.

Pada 18 Oktober 2017, TT menjalani sidang etik yang digelar Polda Jateng. Dalam persidangan, TT mengakui sebagai penyuka sesama jenis. Hingga akhirnya kena sanksi pemecatan pada Desember 2018 bersama 15 polisi lain.

Bagi Ma’ruf tidak ada orientasi seks yang menyimpang. Sebagai manusia, kliennya tidak bisa menolak ketika dilahirkan memiliki orientasi seksual minoritas.

"Menyukai sesama jenis tidak bisa dijadikan alasan pembenaran untuk melakukan pemberhentian. Tentu hal tersebut melanggar prinsip nondiskriminasi yang melanggar UUD 1945, international Convenant on Civil and Political Right, Undang-undang HAM dan peraturan internal Polri," tegas Ma'ruf.

Ditambahkan, tuduhan Polda Jateng yang menyatakan TT telah melakukan tindakan tercela berupa tindakan hubungan seksual menyimpang adalah sebuah tuduhan diskriminasi.

"Itu pelanggaran HAM, terkait dengan prinsip diskriminasi terhadap seorang yang mempunyai orientasi seksual minoritas," ujar dia.

Justru adanya kasus tersebut, Ma'ruf mempertanyakan sejauhmana pemahaman Polri terkait orang yang memiliki orientasi seksual minoritas. "Yang melakukan pemecatan belum mempunyai wawasan yang baik soal orang yang mempunyai orientasi seksual minoritas," kata dia.

Akibat pemecatan yang dinilai tak mendasar tersebut, hak dasar TT telah dihilangkan oleh Polri. Seperti hak atas pekerjaan, hak mempertahankan kehidupan pribadi, perlindungan diri pribadi, keluarga, harkat martabat, kehormatan dan harta benda dan berhak atas rasa aman dan perlindungan diri atas ketakutan dan ancaman.

"Jadi hubungan seksual itu hak asasi seseorang. Bahkan tidak ada satu pun ketentuan perundangan-undangan yang melarang untuk seseorang melakukan hubungan seks sejenis sepanjang tidak ada kekerasan," tandas Ma’ruf.

Siap Hadapi Gugatan

Kepala Bidang Humas Polda Jateng Kombes Pol Agus Triatmadja tidak menyoal langkah hukum Brigadir TT di PTUN Semarang. Pihaknya juga siap menghadapi gugatan tersebut.

"Silakan apabila ajukan gugatan ke PTUN, itu hak yang bersangkutan dengan menggunakan mekanisme yang berlaku. Polda Jateng siap menghadapi gugatan PTUN dan akan menyiapkan tim untuk hadapi gugatan tersebut," beber Agus.

Agus menyatakan proses PTDH Brigadir TT sudah sesuai mekanisme dan prosedur yang berlaku di Polri. TT terbukti melanggar Pasal 7 dan Pasal 11 Peraturan Kapolri tentang Kode Etik Profesi Polri.

Baca juga: Perempuan Ini Alami Stroke Karena Oral Seks dengan Pasangan

Peraturan tersebut menyatakan bahwa setiap anggota Polri harus menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi, dan kehormatan Polri, menaati dan menghormati norma kesusilaan, norma agama, nilai-nilai kearifan lokal dan norma hukum.

"Yang bersangkutan diberhentikan tidak hormat karena perilakunya dinyatakan sebagai perbuatan tercela," kata dia. Hanya saja perwira Polri dengan tiga melati di pundak ini enggan menjelaskan perbuatan tercela yang dimaksud.

"Semua ada di pemeriksaan, secara detail dan mendalam apa saja, penyidik yang mengetahui hasil pemeriksaannya," imbuh dia. []

Berita terkait
0
Serahkan Alat Dukung Penyandang Disabilitas, Mensos Minta Tingkatkan Kepedulian Terhadap Sesama
Menteri Sosial (Mesos) Tri Rismaharini memuji konsistensi jemaat dan pimpinan Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).