Jakarta - Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin meminta masyarakat membaca utuh poin-poin penting dalam Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja, yang sudah disetujui menjadi UU oleh DPR dalam Rapat Paripurna, Senin, 5 Oktober 2020.
Hal itu dimaksudkan agar masyarakat tidak terpengaruh kabar bohong alias hoaks yang beredar di media sosial, terlebih dalam konteks ini menyangkut hak-hak buruh. Azis menduga hoaks sengaja disebarkan dan dibuat pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
Jangan sampai kita justru harus berurusan dengan penegak hukum karena menyebarkan berita yang tidak benar ke publik.
"Saya minta masyarakat dapat menyaring dan melakukan kroscek terlebih dahulu terhadap informasi yang beredar. Hal itu agar informasi yang masuk tidak membuat kita mudah terhasut dengan informasi yang bohong atau hoaks," kata Azis Syamsuddin kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 7 Oktober 2020.
Baca juga: Azis Syamsuddin Bicara Sisi Positif Omnibus Law RUU Cipta Kerja
Politikus Partai Golkar itu pun meminta aparat Kepolisian dapat mengungkap pelaku penyebaran hoaks dan membuka motifnya, mengapa menyasar pada Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Dia pun mengajak seluruh elemen masyarakat bijak dalam menggunakan media sosial (medsos), supaya tidak tersandung hukum.
"Bijak menggunakan sosial media, jangan sampai kita justru harus berurusan dengan penegak hukum karena menyebarkan berita yang tidak benar ke publik" ujarnya.
Lebih lanjut Azis menepis beberapa kabar hoaks, misalnya terkait beberapa hak-hak pekerja seperti Upah Minimum Provinsi (UMP), Uang Pesangon, Upah Minimum Kabupaten (UMK), dan HMSP dihilangkan.
Baca juga: Beredar Hoaks 13 Poin Omnibus Law, Peneliti LIPI Beri Penjelasan
"Poin-poin yang terdapat dalam Undang Undang Cipta Kerja seperti Uang Pesangon, UMP, UMK, HMSP yang dikabarkan dihilangkan, itu tidak benar atau informasi bohong," ucap dia.
Selanjutnya, terkait uang pesangon dia pastikan tetap ada dalam RUU Ciptaker, termaktub dalam Bab IV Pasal 89 tentang perubahan Pasal 156.
Dalam Pasal 156 ayat (1) disebutkan bahwa "dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Pasal 156 ayat (2), (3), dan (4) mengatur pemberian uang penghargaan, uang pesangon, dan uang pengganti hak berdasarkan masa kerja para pekerja.
"Uang pesangon tetap ada tercantum di Bab IV Pasal 89 tentang perubahan Pasal 156 dan upah minimum tetap ada," ujar Azis.
Terkait upah minimum, kata Azis, diatur dalam Bab IV Pasal 88 ayat (3) yang menyebutkan "Kebijakan pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi, upah minimum; struktur dan skala upah; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu; bentuk dan cara pembayaran upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; dan upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya. []