HMI Dukung DPRD Siantar Makzulkan Hefriansyah?

Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam Pematangsiantar, mendukung langkah pengajuan hak angket DPRD Pematangsiantar terhadap Wali Kota Hefriansyah.
Wali Kota Pematangsiantar Hefriansyah. (Foto: Tagar/Anugerah Nst)

Pematangsiantar - Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Pematangsiantar, Fajar mendukung langkah pengajuan hak angket DPRD Pematangsiantar terhadap Wali Kota Hefriansyah.

Dia menilai itu merupakan salah satu bentuk fungsi pengawasan yang dimiliki DPRD. Jika nantinya DPRD menemukan ada pelanggaran sesuai hasil angket, maka sangat wajar jika Wali Kota Hefriansyah dimakzulkan.

"Terminologi hak angket pada dasarnya merupakan penyelidikan terhadap kebijakan dari pemerintah. Apabila proses penyelidikan oleh DPRD menemukan pelanggaran maka langkah tepat adalah pemakzulan," terang Fajar, Kamis 23 Januari 2020. 

Pendapat berbeda dilontarkan mantan Ketua PMKRI Pematangsiantar, Alboin Samosir. Dia menilai DPRD gagal memahami tupoksi pengawasan.  Alboin mengingatkan DPRD juga memiliki tugas merampungkan rancangan peraturan daerah.

"Kalau kita menilai secara objektif dari delapan poin hak angket, mengapa dilakukan menjelang pilkada. Di mana logika publik yang terbentuk ada unsur politik kepentingan atau murni kepentingan masyarakat. Harusnya hak angket dikeluarkan ketika DPRD sudah menjalankan pendalaman terhadap delapan poin itu. Jadi perlu otokritik di tubuh DPRD meski kita sadari Hefriansyah selaku wali kota tidak mampu memimpin dengan baik," ungkapnya.

Sebaiknya DPRD jangan hanya bersifat reaksioner saja, tetapi sudah harus lebih tersistem dan matang dalam menentukan sikap

Menurut Alboin, delapan poin hasil paripurna DPRD tidak mewakili kepentingan masyarakat luas. Selain itu Alboin menegaskan DPRD mempunyai tugas pembentukan rancangan peraturan daerah yang tidak kunjung rampung.

"DPRD harusnya mampu melihat permasalahan secara objektif. Jangan hanya angket-angket. DPRD mandul, belum pernah membuat perda. Kalau memang terbukti ada pelanggaran silakan saja angket sesuai mekanisme UU MD3 No 13 tahun 2019 Perubahan UU No 17 tahun 2014. Tapi ketika hak angket DPRD gagal seperti tahun lalu maka menjadi bumerang untuk DPRD," ungkapnya.

Ketua Institude Law and Justice (ILAJ) Fawer Fander Sihite berpendapat, DPRD jangan sampai menjual nama masyarakat di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Menurut Fawer delapan poin yang diajukan DPRD tidak berdasarkan pandangan objektif.

"Idealnya dilakukan lebih dulu penyelidikan oleh penegak hukum atau lembaga terkait, baru kita bicara hak angket, sehingga pewacanaan hak angket tak hanya sekadar like or dislike tetapi lebih kepada objektivitas. DPRD juga memiliki tugas yang sama untuk menjalankan roda pemerintahan sehingga jangan seperti cuci tangan juga," ungkap Fawer

Fawer berpendapat, pengajuan hak angket sangat prematur. Pengajuannya di masa iklim politik pilkada akan menjadi pandangan buruk, terlebih hanya akan menghabiskan anggaran seperti tahun 2018 lalu.

"Oleh karena itu, sebaiknya DPRD jangan hanya bersifat reaksioner saja, tetapi sudah harus lebih tersistem dan matang dalam menentukan sikap agar yang lebih baik," tegasnya.[]


Berita terkait
Kasus OTT Polda, Masuk Materi Angket DPRD Siantar
OTT di Dinas BPKD tahun 2019 masuk menjadi materi angket DPRD terhadap Wali Kota Pematangsiantar Hefriansyah.
DPRD Siantar Selidiki Hasil Temuan BPK Rp 46 Miliar
DPRD Pematangsiantar mengajukan hak angket untuk menyelidiki temuan BPK atas APBD 2018 senilai Rp 46 miliar.
DPRD Ajukan Angket untuk Selidiki Wali Kota Siantar
DPRD Kota Pematangsiantar bermaksud menyelidiki Wali Kota Pematangsiantar Hefriansyah.