TAGAR.id, Jakarta - Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, dituntut 7 tahun penjara. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK meyakini Hasto terbukti bersalah dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan terkait Harun Masiku.
"Menuntut Majelis Hakim menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 7 tahun penjara," ujar jaksa KPK membacakan amar tuntutannya, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (3/7).
Selain pidana badan, Hasto juga dituntut membayar denda sebesar Rp 600 juta. Dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Adapun dalam kasusnya, Hasto dituntut atas dua perbuatan, yakni terkait perintangan penyidikan dan pemberian suap.
Dalam tuntutan perintangan penyidikan, jaksa menyatakan bahwa pada 8 Januari 2020, Hasto mengetahui adanya operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Harun Masiku. Hasto disebut berupaya agar OTT terhadap Harun Masiku gagal.
Caranya, setelah mendapat informasi adanya OTT, ia mematikan ponsel miliknya dan memerintahkan Harun Masiku lewat Nur Hasan untuk mematikan ponsel dan bersembunyi di DPP PDIP.
"Dengan demikian, terdakwa telah memiliki niat agar keberadaannya dan keberadaan Harun Masiku tidak diketahui petugas KPK serta mencegah agar penyidikan yang akan dilakukan terhadap Harun Masiku tidak terjadi," papar jaksa.
Selain itu, jaksa menyatakan setidaknya ada dua hal lain yang dilakukan Hasto untuk merintangi penyidikan Harun Masiku tersebut.
Pertama, adanya perintah menenggelamkan handphone milik Kusnadi, pegawai di DPP PDIP, sebagai upaya menghilangkan bukti keberadaan Harun Masiku sehingga tidak ditemukan penyidik.
Kedua, Hasto membawa handphone kosong saat diperiksa oleh KPK. Sementara handphone aslinya dipegang oleh Kusnadi. Tujuannya, disebut untuk mengelabui penyidik KPK.
"Langsung atau tidak langsung secara nyata mencegah dan merintangi penyidikan Harun Masiku," kata jaksa.
Kemudian, terkait kasus suap, Hasto didakwa menyuap komisioner KPU RI Wahyu Setiawan dalam proses Pergantian Antarwaktu (PAW) di DPR RI demi Harun Masiku.
Hasto disebut menjadi pihak yang turut menyokong dana. Suap diduga dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW.
Caranya, adalah dengan menyuap komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan. Jaksa KPK menyebut total uang yang disiapkan untuk suap PAW itu mencapai Rp 1,25 M.
Suap itu diduga dilakukan oleh Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saeful Bahri. Uang suap Rp 600 juta di antaranya sudah diberikan kepada Agustiani Tio dan juga Wahyu Setiawan.
Akibat perbuatannya itu, jaksa meyakini Hasto terbukti melanggar Pasal 21 UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu. Kemudian ia juga dinilai bersalah melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP juncto pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan kedua alternatif pertama.
Sebelum membacakan amar tuntutan itu, jaksa terlebih dahulu menyampaikan sejumlah pertimbangan memberatkan dan meringankan tuntutan.
Untuk hal yang memberatkan, yakni: perbuatan Hasto telah tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Dia tidak mengakui perbuatannya.
Sementara hal yang meringankan yakni: Bersikap sopan di persidangan, punya tanggungan keluarga, dan tidak pernah dihukum. []