Jakarta – Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud, Totok Suprayitno, menegaskan bahwa guru perlu melakukan asesmen diagnostik terhadap pembelajaran siswa, khususnya dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Hal itu disampaikan dalam kegiatan Bincang Sore Pendidikan dan Kebudayaam, melalui aplikasi Zoom, Senin sore, 10 Agustus 2020, tentang penyesuaian surat keputusan bersama (SKB) empat menteri dan pedoman pelaksanaan kurikulum.
Menurut Totok, asesmen diagnostik perlu dilakukan oleh guru karena capaian pembelajaran masing-masing siswa selama PJJ tidak sama.
Ia menuturkan, perbedaan capaian pembelajaran itu bahkan terjadi saat kondisi normal, yaitu ketika siswa diajar oleh guru dan metode yang sama.
"Dengan belajar yang bervariasi ini, ada yang mengalami kesulitan konektivitas, ada anak yang tidak mau belajar, dan lain-lain, sangat berisiko ada anak yang sangat tertinggal. Kemungkinan dia adalah anak yang tidak punya akses atau orang tua tidak bisa mendampingi," jelasnya.
Jika guru merasa kesulitan dalam memperoleh instrumen untuk asesmen diagnostik, Totok menambahkan, Kemendikbud, sudah memenyediakannya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Ainun Naim, mengakui bahwa pembelajaran jarak jauh memiliki risiko.
Resiko yang mungkin terjadi, kata Ainun, adalah adanya proses pembelajaran yang terhenti atau setidaknya menjadi berkurang.
Oleh karena itu pemerintah menerbitkan kurikulum darurat atau kurikulum yang sudah disederhanakan. Tujuannya untuk mempermudah pembelajaran, baik untuk siswa, guru, maupun orang tua siswa sebagai pendamping siswanya saat belajar dari rumah.
Selain adanya kurikulum tersebut, Kemendikbud bersama tiga kementerian lainnya menyepakati sekolah yang berada di zona hijau dan zona kuning diperbolehkan melaksanakan pembelajaran tatap muka, dengan syarat wajib menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Kita mengecek pada pemerintah daerah dan sekolah untuk mengecek bagaimana perjalanan anak-anak dari rumah ke sekolah, bagaimana masuk kelas, dan lain-lain. Daerah yang ada di zona oranye dan merah tetap ditutup dan tidak boleh tatap muka.
Selain itu, jumlah siswa dan waktu pembelajaran tatap muka juga dibatasi, dan jika terindikasi tidak aman, pihak pemerintah daerah maupun sekolah wajib melaksanakan PJJ kembali.
Pihak orang tua siswa juga memiliki pilihan untuk tidak mengizinkan anaknya melakukan pembelajaran tatap muka jika dinilai berisiko.
"Dinas kesehatan dan pemerintah daerah akan bekerja sama mengawal dan bertanggung jawab atas kesehatan anak dan guru, tidak hanya saat di sekolah, tidak hanya cuci tangan, menggunakan masker, dan desinfektan. Termasuk nanti bagaimana proses berangkat ke sekolah," lanjutnya.