GETOL Jawa Timur Soroti PHK Saat Pandemi Covid-19

Selama pandemi Covid-19, banyak buruh maupun karyawan kehilangan mata pencaharian karena terkena PHK dan juga tidak mendapat pesangon.
Demonstrasi sejumlah elemen masyarakat di depan Gedung Grahadi Surabaya, Senin, 13 Juli 2020. (Foto: Tagar/Haris D Susanto)

Surabaya - Puluhan masyarakat mengatasnamakan dirinya Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol) Jawa Timur menggelar aksi di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya. Massa dari aliansi Getol menggelar demo ini terdiri dari 36 elemen masyarakat, dan menyuarakan tuntutannya sejak pukul 11.00 WIB.

Tujuan Getol menggelar aksi di depan Gedung Negara Grahadi ini tujuannya untuk menolak Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja. Alasannya menurut mereka selama pandemi Covid-19 pemerintah tetap menggelar rapat merumuskan RUU tersebut.

Agenda pada hari ini mewakili beberapa lembaga, baik buruh sama elemen lainnya. Salah satunya menyampaikan tuntutan terkait Omnibus Law.

Juru bicara Getol Jawa Timur Habibus Salihi mengatakan aksi dilakukan untuk menyampaikan tuntutan salah satunya mengenain Omnibus Law yang rencananya akan diumumkan pada 16 Juli mendatang.

"Agenda pada hari ini mewakili beberapa lembaga, baik buruh sama elemen lainnya. Salah satunya menyampaikan tuntutan terkait Omnibus Law," kata Habib saat aksi.

Tak hanya membahas mengenai RUU Cipta Lapangan Kerja, dalam tuntutan kali ini, Habib mengatakan, turut mengangkat isu yang tengah ramai diperbincangkan.

"Namun hari ini kami juga membawa isu salah satunya terkait disahkannya RUU Minerba dan RUU lainnya. Hari ini kami hanya sebatas informasi ke publik, kami hanya perwakilan saja dan menyampaikan tuntutan ke pemerintah bahwa Getol Jatim tetap melakukan penghadangan terhadap RUU yang membahayakan masyarakat," kata dia.

Selain itu, Habib melihat selama Pandemi Covid-19, masyarakat terkesan menurup mata. Karena banyak pekerja yang kehilangan mata pencaharian atau terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Bahkan tak sedikit para buruh diberhentikan tanpa mendapat pesangon.

"Saat Covid-19 ada pemutusan hubungan kerja sepihak, terus dirumahkan tanpa kesepakatan yang jelas, kemudian BPJS diputus, tidak mendapatkan upah maupun tunjangan hari raya keagamaan," ujar dia.

Melihat kondisi ini, Habib menyebut, apabila RUU Cipta Kerja disahkan, maka akan lebih menyengsarakan buruh. Oleh sebab itu, Getol berencana akan menggelar aksi lebih besar dan kembali turun ke jalan, apabila RUU Cipta Kerja tetap dibahas.

"Jadi kami kalau misal melihat situasi kalau 16 tetap dilakukan pembahasan di Nasional, maka kemudian tidak mungkin teman-teman akan berdiam saja. Mangkanya teman-teman pada 16 Juli 2020 pasti akan kembali ke jalan," tambah Habib.

Habib memastikan dalam aksi turun ke jalan nantinya akan melibatkan lebih dari 2500 massa. Namun, ia menyebut tetap dalam protokol kesehatan sesuai dengan arahan pemerintah. Mengingat masih tingginya kasus Covid-19 di Jawa Timur.

"Estimasi teman massa akan ada lebib dari 2500, dari seluruh elemen. Lokasi belum kami tunjukkan tinggal tunggu perkembangan selanjutnya. Namun, kami tetap menghargai pemerintah dengan menerapkan protokol kesehatan," ucap Habib.

Dikesempatan yang sama, Habib berharap pemerintah melihat kondisi buruh saat ini yang semakin sengsara. Terutama banyak masyarakat terkena imbas Covid-19, mulai dari pelaku UMKM, petani hingga pekerja pabrik.

"Harapannya adalah RUU Omnibus Law dan RUU lainnya yg membahayakan masyarakat dibatalkan seluruhnya. Memang masyarakat tidak mau ditunda, kemudian kami mau RUU itu dibatalkan," ucapnya. []

Berita terkait
Rieke Diah: Omnibus Law Solusi Persoalan Covid-19
Wakil Ketua Baleg DPR Rieke Diah Pitaloka meyakini Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja dapat menjadi solusi persoalan akibat Covid-19.
Mahfud Md Gandeng Serikat Buruh Bahas Omnibus Law
Menko Polhukam Mahfud Md mengundang para pimpinan serikat pekerja atau buruh untuk membahas Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.
Webinar GMKI Minta Cluster Tenaga Kerja Ditarik dari Omnibus Law
GMKI menggelar diskusi virtual dengan tema “Ciptakerja Ditunda, PHK Melanda, Prakerja Waspada”. Hasilnya, minta cluster tenaga kerja ditarik.