Gerindra Sindir Sumber Dana Pindah Ibu Kota Rp 446 Triliun

Gerindra mempertanyakan sumber dana pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan yang dinilai bakal menghabiskan Rp 466 triliun.
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (kedua kiri) memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/4/2019). Ratas itu membahas tindak lanjut rencana pemindahan ibu kota. (Foto : Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku akan memberi kejutan soal pemindahan Ibu Kota pada Agustus 2019. Namun, rencana itu mendapat sejumlah pertentangan, tak terkecuali dari Anggota Badan Komunikasi DPP Partai Gerindra Andre Rosiade.

Andre mempertanyakan sumber dana pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan yang disebutnya bakal menghabiskan Rp 466 triliun.

"Rencana pemindahan Ibu Kota negara dari Jakarta ke Pulau Kalimantan, saya sebagai rakyat Indonesia ingin menanyakan sumber pembiayaan di mana harus dibangun infrastruktur dan fasilitas lainnya untuk menunjang Ibu Kota baru," ujar Andre lewat keterangan tertulis yang diterima Tagar, Kamis 1 Juli 2019.

Menurut Andre, bila dana pemindahan Ibu Kota baru menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak akan cukup. Pasalnya, kata dia, rendahnya kondisi penerimaan pajak tak sebanding dengan kebutuhan belanja yang cukup besar dalam 5 tahun ke depan.

"Dana APBN kita tidak akan cukup menanggung rencana pembangunan Ibu Kota baru yang menelan biaya sekitar Rp 466 triliun, karena kondisi penerimaan pajak yang rendah dan kebutuhan belanja yang cukup besar dalam 5 tahun ke depan," ujar Andre.

Berikut surat terbuka Andre Rosiade untuk Presiden Jokowi :

Bapak Presiden Joko Widodo, semoga Bapak dalam keadaan sehat dan tanpa kekurangan apapun serta dalam lindungan Allah SWT.

Salam hormat,

Terkait rencana pemindahan Ibu Kota negara dari Jakarta ke Pulau Kalimantan, saya sebagai rakyat Indonesia ingin menanyakan sumber pembiayaan di mana harus dibangun infrastruktur dan fasilitas lainnya untuk menunjang ibu kota baru.

Jokowi di PalangkarayaPresiden Joko Widodo bersiap menaiki helikopter saat meninjau salah satu lokasi calon ibu kota negara di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Rabu (8/5/2019). (Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Bapak Presiden Jokowi, dana APBN kita tidak akan cukup menanggung rencana pembangunan Ibu Kota baru yang menelan biaya sekitar Rp 466 triliun, karena kondisi penerimaan pajak yang rendah dan kebutuhan belanja yang cukup besar dalam 5 tahun ke depan. Jalan pintasnya, pemerintah dipaksa terbitkan surat utang dengan bunga tinggi. Jika diasumsikan, utang naik Rp 466 triliun maka rasio utang terhadap PDB akan bengkak menjadi 38,7 persen.

Opsi kedua yang bisa dilakukan Bapak Presiden melalui penugasan BUMN karya yang akan menjadi beban bagi keuangan BUMN. Sedangkan proyek pemindahan Ibu Kota bukan proyek komersil karena bangunan pemerintah sifatnya lebih ke pelayanan publik. Di sini ada risiko missmatch yang bisa mengakibatkan BUMN terancam gagal bayar.

Opsi selanjutanya, Bapak Presiden bisa tukar guling bangunan lama kementerian/lembaga yang ada di Jakarta, namun tidak masuk akal. Usia bangunan yang sudah tua mau dihargai berapa? Kalau dijual apa bisa menutup biaya pembangunan gedung baru?

Bapak Presiden Jokowi, kondisi ekonomi negara kita sedang melemah di mana pengangguran meningkat, daya beli masyarakat turun dan ancaman PHK di depan mata karena kondisi ekonomi yang sulit ini. Jika rencana ini terus dipaksakan, maka pilihannya sangat mungkin pemerintah Bapak bisa meminta pinjaman ke China. Melihat opsi yang akan diambil dari contoh di atas, berutang ke China sangat mungkin dilakukan.

Bapak Presiden, di sinilah jerat utang atau debt trap bisa rugikan ekonomi Indonesia. Konsekuensi pinjaman China adalah tenaga kerja harus dari mereka, bahan baku seperti semen dari Cihna, baja juga dari China hingga mesin untuk pembangunan Ibu Kota baru akan didominasi oleh perusahaan China, di mana pekerja lokal hanya bisa gigit jari melihat serbuan TKA.

Bapak Presiden, apakah kita rela melihat hal tersebut? Ini sudah terjadi di kasus gagal bayar utang Sri lanka, Nigeria dan negara Afrika lainnya karena jerat utang dari China dan kasihan anak cucu kita serta generasi mendatang yang akan menanggung membayar utang .

Bapak Presiden, lebih dari itu secara pertahanan nasional, bukan tidak mungkin ada kepentingan militer yang disusupkan sembari membangun Ibu Kota baru.

Bapak Presiden, sekiranya surat terbuka dari saya ini bisa menjadi masukan untuk Bapak bisa melihat nasib anak cucu generasi bangsa kita jauh ke depan. Banyak PR di negara kita, anggaran kementerian kita dipangkas karena uang negara tidak ada, apakah kita akan menambah utang dari China. Lebih baik memikirkan nasib anak bangsa kita baik dari segi pendidikan, kesehatan dan terciptanta lapangan pekerjaan yang jauh lebih penting dan dibutuhkan rakyat.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Salam hormat

Andre Rosiade

Politisi Partai Gerindra.

Baca juga: 

Berita terkait