GAMKI Minta DPR Akomodir Masukan Masyarakat

Rapat Kerja Nasional GAMKI yang dilaksanakan di Surabaya, Omnibus Law klaster membahas tema Omnibus Law Klaster Ketenagakerjaan.
GAMKI (Foto: Wikipedia).

Jakarta - Rapat Kerja Nasional GAMKI yang dilaksanakan di Surabaya, Omnibus Law klaster membahas tema “Omnibus Law Klaster Ketenagakerjaan: Tarik Ulur Kepentingan Investasi dan Perlindungan Pekerja/Buruh”. 

Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, RUU Cipta Kerja menjadi salah satu prioritas pemerintah.

Pemerintah mewacanakan omnibus law untuk memperbaiki perundang-undangan yang ada di Indonesia. Omnibus law menjadi Undang-Undang (UU) yang dibuat untuk menyasar satu isu besar, memungkinkan mencabut atau mengubah beberapa UU sekaligus, sehingga menjadi lebih sederhana. Salah satu RUU Omnibus Law adalah RUU Cipta Kerja.

"Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, RUU Cipta Kerja menjadi salah satu prioritas pemerintah untuk dapat meningkatkan investasi dan mengentaskan pengangguran. Namun kami melihat masih adanya informasi yang simpang siur terkait beberapa pasal di dalam RUU ini. Pemerintah dan DPR harus menerima masukan masyarakat sebelum menetapkan RUU ini menjadi UU," ujar Paul Pasaribu, Ketua Bidang Ketenagakerjaan DPP GAMKI di Jakarta pada hari Selasa, 18 Februari 2020.

Menurut Paul, ada beberapa pasal yang kontroversi, antara lain terkait upah tenaga kerja, keberadaan outsourcing dan karyawan kontrak, jaminan sosial dan pensiun, tenaga kerja asing, dan UU yang dapat dicabut lewat Peraturan Pemerintah (PP).

Beberapa pasal ini, kata dia, menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Diharapkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat menampung aspirasi masyarakat. Apapun dasar alasan pemerintah dalam menyusun RUU, seharusnya tidak merugikan kepentingan dan kebutuhan rakyat.

"Dalam Rakernas GAMKI beberapa waktu lalu di Surabaya, kami membahas tentang Omnibus Law. Kami mendukung pemerintah dan DPR menetapkan UU Omnibus Law jika itu bertujuan untuk pembangunan dan kepentingan jangka panjang Indonesia," ucap Paul. 

Namun kepentingan rakyat, kata Paul, harus tetap diutamakan dan diprioritaskan, jangan hanya mengakomodir kepentingan investor dan pemodal saja. GAMKI mengharapkan Omnibus Law pro terhadap UMKM dan angkatan kerjal.

Adriana dari Kementerian Tenaga Kerja mengatakan pemerintah harus mengimbangi antara jumlah angkatan kerja dan lapangan kerja. Salah satu faktor yang memiliki daya ungkit besar untuk meningkatkan ketersediaan lapangan kerja adalah investasi. Investasi perlu ditingkatkan, tetapi harus dengan regulasi yang memadai.

Terkait omnibus law, kata dia, pembahasan bukan sekedar memakai perspektif investor dan pengusaha. Tetapi memastikan pelindungan terhadap hak-hak kaum pekerja yang selama ini kerap diabaikan.

“Pemerintah ingin perlindungan bagi pekerja, seperti upah pekerja, jaminan sosial, jaminan hari tua, dan lainnya yang menyangkut hak pekerja,” ujarnya.

Sedangkan menurut Dr. Wahyudi Wibowo, perlu diadakan sistem pengupahan yang sesuai dengan kondisi di lapangan. Misalnya penggunaan upah per jam lebih sesuai untuk industri jasa yang memang naturenya fleksibel. Namun belum tentu akan sesuai jika diterapkan dalam industri manufaktur.

Dalam RUU Cipta Kerja, perlu dielaborasi dengan kemampuan sumber daya manusia. "Investor mungkin tidak akan keberatan dengan upah yang tinggi jika diimbangi dengan produktivitas kerja yang tinggi. Namun untuk menaikkan produktivitas tidak bisa dilihat dari satu sisi saja. Ada sisi pendidikan, misalnya, yang memiliki pengaruh besar terhadap produktivitas angkatan kerja kita,” ucap Dosen Fakultas Ekonomi itu.

Persoalan ketenagakerjaan sesungguhnya sangat kompleks. Tidak bisa disederhanakan begitu saja. Tentang hal ini, Timboel Siregar berharap adanya komunikasi yang baik antara para pengambil kebijakan dengan masyarakat.

“Berbagai kegaduhan yang selama ini timbul karena pemerintah tidak memberikan draf RUU Cipta Kerja kepada masyarakat agar dapat kita telaah. Pada akhirnya kita hanya bisa mendiskusikan isu-isu dalam RUU tersebut hanya lewat informasi dari media,” ujarnya.

Koordinator Advokasi BPJS Watch ini mengatakan pemerintah harus memperhatikan kondusifitas politik. Kemudian kepastian hukum, supaya investor tidak ragu berinvestasi.

Senada dengan Timboel Siregar, Dr. Umbu Rauta yang juga hadir sebagai narasumber menyoroti keseriusan pemerintah dalam menyusun Omnibus Law. Ia melihat ada ambiguitas terhadap spirit yang ingin dibawa oleh pemerintah dengan konsep omnibus law.

“Jika spirit-nya kodifikasi, pemerintah justru tidak berniat meniadakan undang-undang lain yang sudah eksis, tetapi hanya menggantinya dengan norma-norma dalam RUU Cipta Kerja," ucap dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana itu. 

Sedangkan jika spirit-nya adalah penyederhanaan regulasi, kata dia, maka pendekatan yang digunakan dengan omnibus law justru membuat regulasi menjadi tidak sederhana. Pemerintah (dan DPR) harus terbuka dalam proses perencanaan dan penyusunan RUU Cipta Kerja. []

Berita terkait
GAMKI Minta Pemerintahan Jokowi Adil Soal Rumah Ibadah
GAMKI meminta Pemerintahan Presiden Jokowi konsisten melakukan kebijakan yang adil dalam pembangunan rumah ibadah.
Cerita Muhammad dan Yesus di Acara Natal GAMKI
Wakil Duta Besar Palestina bercerita tentang Nabi Muhammad dan Yesus Krestus di acara Rakernas dan perayaan Natal Nasional GAMKI di Surabaya.
Menpora Akan Membuka Rakernas GAMKI di Surabaya
Menpora Zainudin Amali diagendakan hadir di Rakernas GAMKI yang akan diadakan di Surabaya Jawa Timur.
0
Ini Harapan Lionel Messi di Usia 35 Tahun
Pada umur 35 tahun Lionel Messi mengharapkan kesuksesan merebut trofi Piala Dunia 2022 dan Liga Champions musim depan