Jakarta - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nurul Ghufron tak ingin orang lain merendahkan independensi pegawai KPK hanya karena sistem penggajian berubah dengan beralih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020.
Ia memastikan independensi KPK terlahir karena penanaman insan KPK kepada Republik Indonesia yang ditanam sejak proses rekrutmen, sampai dengan pembinaan dan kode etik KPK.
Laode M Syarif: Padahal, KPK sudah lama menyoroti pentingnya ada single salary system seperti di luar negeri
"Independensi pegawai KPK sebagai penegak hukum terlahir dari spirit dan pemahaman bahwa KPK adalah penegak hukum, dan karenanya independensi adalah hal yang utama dalam menegakkan hukum," kata Nurul Ghufron dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 11 Agustus 2020.
Baca juga: Pegawainya Jadi ASN, KPK Akan Jadi Alat Penguasa
Untuk diketahui, dalam pasal 9 PP tersebut mengatur tentang gaji dan tunjangan. Pertama, pegawai KPK yang sudah menjadi ASN diberikan gaji dan tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kedua, dalam hal terjadi penurunan penghasilan, kepada pegawai KPK selain gaji dan tunjangan juga dapat diberikan tunjangan khusus yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden.
Melihat hal tersebut, mantan Pimpinan KPK Laode M Syarif menilai PP tersebut merusak sistem single salary (penggajian) tunggal yang sudah lama diterapkan di KPK.
"Saya dikagetkan dengan sistem penggajian di PP. Di situ dikatakan penghasilan pegawai ada tiga, yaitu gaji, tunjangan, dan tunjangan khusus. Padahal, KPK sudah lama menyoroti pentingnya ada single salary system seperti di luar negeri," kata Syarif dalam diskusi daring dengan tema "Proyeksi Masa Depan Pemberantasan Korupsi" di Jakarta, Senin, 10 Agustus 2020.
Baca juga: Pemerintah Klaim Independensi KPK Tak Akan Berubah
"Single salary jadi gajinya cuma satu, dengan PP ini bisa saja disebut gaji rendah tetapi dapat tunjangan, uang rapat honor ini itu yang jumlahnya banyak tetapi pertanggungjawabannya susah karena ukurannya tidak jelas," ucapnya melanjutkan.
Dengan sistem tersebut, dapat memicu pegawai KPK untuk mengikuti berbagai kegiatan, misalnya kepanitiaan untuk mendapatkan imbalan honor dan tunjangan.
Sebelumnya, pengamat antikorupsi Abdul Fickar Hadjar menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi akan menjadi alat pemerintah usai beralihnya status pegawai KPK menjadi ASN.
Fickar mengatakan, meski dalam aturan menyebutkan peralihan status pegawai KPK dalam Undang-Undang revisi KPK tidak akan mengurangi sikap independen dalam menjalankan fungsinya, namun hal itu akan sulit terjadi.
"Tetapi pada suatu ketika KPK akan menjadi alat pemerintahan yang berkuasa dalam mewujudkan keinginannya," ujar Fickar saat dihubungi Tagar, Senin, 10 Agustus 2020.
Dia melanjutkan, hal demikian akan menjadi perubahan di internal KPK, selain corporate culture atau budaya organisasinya yang juga akan berubah menjadi subordinatif.
"Tanpa perintah, pekerjaan tidak akan jalan," ucap dia.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara.
Aturan tersebut diteken Jokowi pada 24 Juli 2020 dan berlaku pada saat tanggal diundangkan, yakni 27 Juli 2020.
"Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah ASN sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai ASN," demikian bunyi Pasal 1 Ayat 7 PP tersebut sebagaimana diakses pada situs JDIH Sekretariat Negara, Minggu, 9 Agustus 2020. []