Jakarta - Jubir Front Pembela Islam (FPI) Munarman mengatakan pemerintah Indonesia terlalu banyak berutang kepada negara China, sehingga enggan mencampuri dugaan pelanggaran HAM berat yang dialami muslim Uighur di Negeri Tirai Bambu.
"Memang lidah jadi kelu, bila terlalu banyak makan utang dari Republik Rakyat China (RRC)," kata Munarman kepada Tagar, Selasa, 24 Desember 2019.
Baca juga: Ngabalin Ingatkan FPI Jangan Hukum Rimba
Dia mengemukakan, ormas yang dipimpin Rizieq Shihab ini tidak mau terlalu berharap banyak terhadap pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin, untuk mengintervensi permasalahan muslim Uighur.
Karena hubungan antara pemerintah Indonesia dengan RRC dalam skema patron-klien, (adalah) hamba-majikan atau tuan.
"Berharap pemerintah sekadar bersikap saja. Ibarat pepatah, pungguk merindukan bulan. Apalagi berharap bertindak, jauh panggang dari api," imbuhnya.
Munarman menuturkan, bungkamnya pemerintah terhadap persoalan Uighur, mencerminkan pengabaian konstitusional yang tertuang di pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, serta tidak menjalankan sila kedua Pancasila.
"Konstitusi Indonesia dan Pancasila itu salah satunya adalah kemanusiaan yang adil dan beradab serta misinya menghapus penjajahan dari muka bumi," katanya.
Dia menilai pernyataan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang ogah peduli terhadap persoalan muslim Uighur, bisa dikatakan sangat tidak pancasilais, serta tidak mematuhi konstitusi.
Baca juga: Novel Bamukmin: Pluralisme Itu Haram
"Kalau berpegang pada konstitusi dan Pancasila, harusnya statemen-nya tidak begitu lho. Jadi, sekarang ketahuan tuh, siapa sesungguhnya yang tidak pancasilais dan tidak komitmen dengan konstitusi Indonesia," tuturnya.
Munarman menyatakan, hubungan diplomasi antara pemerintah Indonesia dan pemerintah China, layaknya seorang hamba dengan seorang tuan.
"Karena hubungan antara pemerintah Indonesia dengan Republik Rakyat China dalam skema patron-klien, (adalah) hamba-majikan atau tuan," kata Jubir FPI Munarman. []