Filosofi Semar dan Pesan Sultan HB X untuk Lurah di Bantul

Sri Sultan HB X mengukuhkan 75 lurah di Kabupaten Bantul dan memberi pesan agar lurah meragakan dalam filosofi Semar.
Gubernur DIY Sri Sultan HB X membacakan sambutan saat mengukuhkan 75 lurah se Kabupaten Bantul di Kepatihan Yogyakarta. (Foto: Istiewa)

Yogyakarta - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X mengukuhkan para lurah di Kabupaten Bantul di Bangsal Kepatihan Yogyakarta, 10 Desember 2020. Ini adalah pengukuhan yang ketiga setelah para lurah di Gunungkidul dan Sleman.

Sri Sultan HB X mengungkapkan, secara budaya, sebutan Lurah melekat pada sosok Ki Lurah Semar. Seorang punakawan, yang tidak hanya puna atau bijaksana, tetapi juga kritis, meski ia tetap loyal. Berkat ia dan anak-anaknya, wayang bukan hanya pentas penguasa, tetapi juga kritik kaum abdi.

Baca Juga:

Raja Yogyakarta ini mengungkapkan, lurah sebagai Semar di era digitalisasi ini, harus membangun suatu dunia baru. Mengutip pesan Bung Karno, to Build the World a New, untuk menunaikan cita-cita para kawula. "Karena seorang Lurah pun juga berasal dari wong cilik. Maka, dalam diri Semar sebagai pemimpin, juga melekat karakter keluhuran, harkat dan martabat yang harus dijaga," ungkap Sri Sultan HB X dalam sambutan pengukuhan Lurah se Kabupaten Bantul di Kepatihan Yogyakarta, Kamis, 10 Desember 2020.

Ngarsa Dalem, sapaan lain Sri Sultan HB X, mengungkapkan, Semar didapuk untuk menjadi pamong dan mengingatkan pemimpin yang baik, seperti Pandawa. Sebab, tidak hanya pihak-pihak antagonis yang jahat, tetapi pemimpin yang baik pun tetap memerlukan pamomong. "Demikian juga, bagi para Lurah, untuk tidak cukup hanya sekadar mengingat bisikan Semar, tetapi yang terpenting adalah bagaimana implementasinya dalam aksi sosial di tengah rakyat," ungkap Ngarsa Dalem.

Lurah BantulPara lurah asal Kabupaten Bantul saat akan dikukuhkan oleh Gubernur DIY Sri Sultan HB X di Kepatihan Yogyakarta. (Foto: Istiewa)

Pria bernama lahir Herjuno Darpito ini mengakui, memang tidak mudah meragakan jati diri seorang sosok Semar. Sebab meragakan jati dirinya, sama artinya dengan menjalani hidup dalam keberanian mencintai kerasnya pergulatan hidup.

"Selain pesan simbolik itu, ada pesan nyata yang saya titipkan adalah, agar para Lurah menjaga keberadaan tanah desa dan tanah Keraton. Seperti yang saya pesankan secara simbolik, Jagalah Klampis Ireng dari tangan-tangan kotor yang tidak kita inginkan," ungkapnya.

Bagi para Lurah, untuk tidak cukup hanya sekadar mengingat bisikan Semar, tetapi yang terpenting adalah bagaimana implementasinya dalam aksi sosial di tengah rakyat.

Pada kesempatan itu, Sri Sultan HB X juga berpesan kepada para Lurah dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini. Lurah perlu kemanunggalan dengan rakyatnya. Untuk menggalang kesiapsiagaan melawannya, Kalurahan harus menjadi basis pertahanan yang diperkuat oleh pilar-pilar ketahanan di tingkat dusun. "Dengan kesawijian, greget bersemangat, sengguh dan percaya diri, ora mingkuh dan bertanggungjawab, niscaya masyarakat akan tetap waras lan wareg," ujar Sultan HB X.

Suami dari GKR Hemas ini mengungkapkan, dengan kesadaran seperti itu, setiap warga secara organis akan menata dirinya sendiri. Secara struktural setiap perangkat kalurahan paham kewajibannya. Semuanya mengalir mbanyu mili, yang menjadi ruh dari kesadaran kolektif sebagai pengikat kohesi sosial dan keterpanggilan membantu liyan.

Baca Juga:

Menurut Sultan, bersatunya rakyat dengan pemimpin hingga Dusun adalah modal Jogja-Gumregah untuk mengisi normal baru dengan norma baru pula. New normal adalah back to normal. Karena kehidupan kemarin itu justru yang abnormal. Maka, kehidupan hari-hari ini harus diisi dengan norma baru berupa semangat berubah dengan new-norma.

"Kondisi mental baru, untuk siap memasuki kehidupan yang serba digital. Ungkapan Jawa: Desa mawa cara, Negara awa tata, terwujud dalam UU Otonomi Desa No. 6 Tahun 2014, yang memberikan kewenangan luas Desa dalam mengatur cara dan mengurus rumah tangganya sendiri, tanpa keluar dari bingkai ketatanegaraan NKRI dan keIstimewaan DIY," papar Sri Sultan HB X.

Ngarsa Dalem optimistis jika potensi keunggulan itu dilancarkan dari Desa dengan strategi: “Desa Melayani Kota”, niscaya desa akan menjadi sentra pertumbuhan. Maka penerapannya oleh kabupaten, pembangunan desa harus diprioritaskan. Konsep ini relevan mengakselerasi pembangunan desa dalam mengejar kemajuan perkotaan, karena sumber potensinya berada di perdesaan.

"Semuanya itu bermuara untuk “Menata Desa sebagai Basis KeIstimewaan DIY, yang saya canangkan saat Refleksi Sewindu KeIstimewaan DIY yang lalu," ungkap Ngarsa Dalem. []

Berita terkait
Dukuh di Kulon Progo Keluhkan Kewajiban Ngantor di Kalurahan
Para dukuh di Kluon Progo mengeluhkan kewajiban berkantor di kalurahan. Kebijakan itu membuat tugas kewilayahan jadi terbengkalai.
Semangat Baru Bantul, Nama Kecamatan Resmi Diganti Kapanewon
Nama kecamatan di Kabupaten Bantul resmi diganti menjadi kapanewon sesuai amanat UU Keistimewaan Yogyakarta. Harapannya menjadi semangat baru.
Merangkum Zaman Panembahan Senopati hingga Keistimewaan DIY
Diorama senilai Rp 18 miliar bakal hadir di Yogyakarta. Peristiwa zaman Panembahan Senopati hingga Keistimewaan Yogyakarta terangkum dengan baik.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.