Faldo Maldini Tak Percaya Prabowo Melanggar HAM

Wasekjen PAN Faldo Maldini meyakini Prabowo Subianto tidak terkait dengan pelanggar hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN), Faldo Maldini dalam wawancara khusus di kantor Tagar, Jumat, 5 Juli 2019 menyatakan, Presiden Jokowi harus bisa membuktikan catatan HAM yang dilanggar Prabowo.

Jakarta - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Faldo Maldini meyakini Prabowo Subianto tidak terkait dengan pelanggar hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Menurutnya, dengan mengikuti Pemilihan Umum (Pemilu), mantan Danjen Kopassus telah mematahkan tudingan-tudingan negatif yang dialamatkan padanya. 

Faldo melanjutkan, seandainya benar Prabowo adalah pelanggar HAM, semestinya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat menyelesaikan persoalan yang menguap selama puluhan tahun ini. 

"Tangkap saja semua. Saya juga punya kepentingan dalam isu HAM. Bukan berarti mendukung Pak Prabowo saya tidak ingin HAM itu tegak," ujar Faldo ketika berkunjung ke kantor Tagar di kawasan Jakarta Timur, Jumat 5 Juli 2019.

Dalam konteks ini Faldo justru ingin mengkritisi janji Jokowi yang tidak berhasil menyelesaikan persoalan HAM di Indonesia. Pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, politikus muda PAN itu mengaku menambatkan pilihannya kepada Jokowi untuk duduk sebagai presiden. Alasannya, saat itu Faldo menganggap Prabowo bermasalah dengan HAM.

"Tetapi semasa perjalanan zaman, ketika saya lihat dalam beberapa tahun awal pemerintahan Jokowi, saya lihat agenda HAM-nya enggak ada," katanya. 

Baca juga: Faldo Maldini Bilang PSI 'Ada Udang di Balik Batu'

Ia menduga narasi HAM yang memojokkan Ketua Umum Gerindra itu sengaja digulirkan sebagai isu sensitif untuk memuluskan kemenangan lawan politik Prabowo.

"Jadi kita malah menggunakan instrumen yang mulia untuk kemenangan kecil atau kemenangan pragmastis dalam berpolitik. Jadinya Pak Prabowo mematahkan tuduhan-tuduhan yang disampaikan kepadanya," tutur pria kelahiran Padang, 29 tahun silam ini.

Sebab itu, Faldo menilai apa yang dilakukan Prabowo sejauh ini berjuang dalam demokrasi. Ia tak dapat membayangkan, ada orang yang mengikuti pemilu selama tiga kali berturut-turut namun selalu menelan pil pahit. "Berarti ini orang (Prabowo) percaya sama demokrasi," ucap Faldo.

Menurutnya, apabila Prabowo ingin menggunakan cara lain yang non demokratis, mungkin saja bisa dilakukan oleh mantan suami Titiek Soeharto itu. 

"Seperti bikin keributan, bikin makar dan macam-macam. Tapi pada faktanya beliau hingga hari ini menerima. Kalah menerima, dan menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) setidaknya," kata Faldo. 

"Tetapi hal paling fundamental di Pemilu 2019 ini Pak Prabowo semakin meneguhkan dia adalah satu-satunya penantang yang paling kuat berdiri dalam beberapa belas tahun. Tidak mudah dilakukan oleh banyak polisitisi yang ada di Indonesia menjadi penantang yang konsisten untuk terus menyampaikan gagasannya," ujar dia.

Sebelum menjadi pebisnis dan politikus, Prabowo Subianto meniti karier di bidang militer dengan jabatan terakhir panglima Kostrad, posisi untuk jenderal bintang tiga. Sebelum ke Kostrad, ia menjadi komandan jenderal Kopassus menempati pos jenderal bintang dua.

Selama menjadi tentara ini pula ia acapkali dikaitkan dengan isu kudeta dan kasus penculikan aktivis pada 1997-1998, dua isu yang selalu membayanginya dan kerap dilontarkan oleh lawan-lawan politiknya.

Mengenai tudingan kasus penculikan aktivis prodemokrasi, Prabowo pernah memberikan penjelasan panjang lebar kepada beberapa wartawan, seperti dimuat majalah Panji pada Oktober 1999.

"Tapi bahwa mungkin mereka salah menafsirkan, terlalu antusias, sehingga menjabarkan perintah saya begitu, ya bisa saja. Atau ada titipan perintah dari yang lain, saya tidak tahu. Intinya, saya mengaku bertanggung jawab," kata Prabowo.

Terkait kasus ini pula, Prabowo diperiksa oleh tim yang dikenal dengan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang beranggotakan jenderal-jenderal senior.

Mereka adalah Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo sebagai ketua dan enam anggota berpangkat letnan jenderal, yaitu Djamari Chaniago, Fachrul, Yusuf Kartanegara, Agum Gumelar, Arie J. Kumaat, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Setelah melalukan pemeriksaan, DKP memutuskan untuk memberhentikan Prabowo dari dinas militer.

Baca juga: Faldo Maldini: Jokowi-Prabowo Berkoalisi Saja


Berita terkait
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.