Fahri: Suksesnya Diekspos Gagalnya Tidak

Fahri: suksesnya diekspos gagalnya tidak. “Kalau ada efeknya kepada orang bisa dibilang keluar dari ilmu kedokteran,” ujarnya.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. (Foto: Tagar/Nuranisa Hamdan Ningsih)

Jakarta, (Tagar 5/4/2018) - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menjelaskan, metode cuci otak dengan Digital Substracion Angiography (DSA) yang diterapkan Mayor Jenderal TNI Terawan Agus Putranto atau dokter Terawan tidak diekspos secara menyeluruh.

Lantaran tidak diekspos secara menyeluruh, akibatnya menimbulkan pertaanyaan, sebab suksesnya diekspos sedangkan gagalnya tidak diekspos.

“Suksesnya diekspos, gagalnya tidak. Nah itu satu sisi dunia kedokteran. Dunia kedokteran kita sudah mapan ada fakultas dan ikatan kedokteran. Itu sudah baku,” ungkapnya di Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (5/4).

Menurutnya, MKEK IDI berpendirian, dokter Terawan tidak melewati tahapan yang benar dalam menerapkan ilmu cuci otak. Sehingga, tidak bisa disebut metode yang punya standar dan bertanggung jawab.

“Metode dokter Terawan tidak bisa disebut metode standar dan bertanggung jawab. Kalau ada efeknya kepada orang bisa dibilang keluar dari ilmu kedokteran,” jelas Fahri.

“Menerapkan ini belum melalui uji klinis standar kedokteran yang ada. Jadinya, ia jualan dan trial error. Kemudian yang menanggung beban gagalnya adalah dokter umum,” sambungnya.

Namun, jika memang ada perdebatan terkait metode cuci otak yang diterapkan, hingga berujung pada pemecatan sementara pada dokter Terawan, menurut Fahri harus didialogkan terlebih dahulu. Mengingat, dokter Terawan adalah Kepala Dokter Rumah Sakit Pemerintah Angkatan Darat (RSPAD) juga pernah duduk di posisi dokter Istana Presiden. (nhn)

Berita terkait