Istilah "roman panglipur wuyung" mengacu kepada semacam novelet populer atau roman picisan dalam bahasa Jawa yang membanjiri dunia bacaan antara tahun 1964-1966.
Secara genealogis, prosa semacam ini sudah mulai terbit satu dekade sebelumnya. Tercatat ada lima kota sebagai tempat terbit karya-karya ini, yaitu Solo, Yogyakarta, Surabaya, Semarang, dan Pasuruan.
Sore tadi (1 November 2020) saya menerima kiriman Mas Benu dari Oemah Oemboel, Yogyakarta, sebuah buku berjudul Roman Panglipur Wuyung (Kumpulan Sinopsis). Buku setebal 535 halaman ini berisi 515 sinopsis roman tersebut.
Laiknya karya sastra populer, novelet-novelet yang antara lain ditulis oleh Any Asmara, Widi Widayat, Hardjana HP, Suparto Brata, dan Soedharmo KD ini, secara tidak langsung telah mampu merekam situasi zaman pada tahun 1960-an. Oleh sebab itu, karya-karya ini penting secara sosiologis.
Dari deretan nama penulis, terselip nama Sapardi Djoko Damono yang menggunakan samaran Naning Saputra. Namun, dibandingkan nama-nama yang telah saya sebut, produktivitas Sapardi, rendah.
Karyanya hanya muncul pada tahun 1966 dan berjumlah tidak sampai 10 judul. Kendati demikian, karya-karya sastrawan yang wafat 19 Juli 2020 ini tetap penting dalam kerangka memahami kepengarangannya.
Mas Benu, terima kasih atas kirimannya sehingga malam ini saya sempat "bernostalgia" dengan aura era masa kecil saya. Sejumlah kisah yang telah Mas Benu ringkaskan, telah membuat saya tersenyum simpul sendirian.
Ibnu Wahyudi
Pengajar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI
(1 November 2020)