Jakarta - Gara-gara klepon, aku terpaksa berkisah panjang dan lebar soal onde-onde. Pasalnya, peserta kuliahku di SUSS (Singapore University of Social Sciences) tidak paham yang namanya klepon.
Ketika aku deskripsikan yang namanya klepon, lalu dibantu foto-foto mengenai klepon, serentak mereka bilang, "onde-onde". Waduh, cilaka ini. 'Ketemu lagi nih permasalahan homonimi,' batinku.
Segera muncul kata-kata seperti "jemputan" atau "pusing" yang pernah bikin aku pusing beberapa tahun lalu di Singapura. Lantas aku deskripsikan apa yang namanya "onde-onde" itu dengan penutup uraian berupa kiat memilih onde-onde yang lezat.
Apa itu kiatnya? Onde-onde yang lezat adalah jika biji wijennya berjumlah gasal, hehehe....
Oh ya, pada pertemuan esok harinya, ada mahasiswi yang membawakan cempedak goreng dan ondeh ondeh. Ya, catat ya, di Singapura klepon itu disebut dan ditulisnya "ondeh ondeh"; bukan "onde-onde". Jadi di sana tidak ada ribut-ribut soal klepon itu saat ini. []
Ibnu Wahyudi
Pengajar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI
(21 Juli 2020)