DPRD Depok Tolak Rancangan Perda Kota Religius

Bamus DPRD Kota Depok menolak Raperda Penyelenggaraan Kota Religius yang diusulkan Wali Kota KH Mohammad Idris
Kantor DPRD Kota Depok. (Foto: Tagar/Ade Nopiansyah)

Depok - Badan Musyawarah (Bamus) DPRD Kota Depok, Jawa Barat menolak Raperda Penyelenggaraan Kota Religius yang diusulkan Wali Kota KH Mohammad Idris.

Ada beberapa alasan mengapa Bamus menolak usulan tersebut, salah satunya karena Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tersebut dianggap terlalu mengurusi urusan pribadi seseorang, sampai pada urusan cara berpakaian.

Pada periode 2014-2019, DPRD Kota Depok dipimpin oleh PDIP. Ketua DPRD Kota Depok Hendrik Tangke merupakan anggota PDIP, partai dominan di periode ini. Dia menyatakan penolakannya terhadap raperda itu.

"Religiusitas adalah hal yang bersifat sangat pribadi (privat), berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhan. Dengan demikian, bukan kewenangan kota untuk mengatur kadar religiusitas warganya," kata Hendrik kepada wartawan, Selasa 21 Mei 2019.

DPRD Kota Depok memandang urusan agama adalah ranah privat, yang kalaupun difasilitasi, maka kewenangannya ada di pemerintah pusat. Hanya satu fraksi yang mendukung raperda ini. "Yang mendorong hanya PKS saja," tutur Hendrik.

PKS adalah partai asal Wali Kota Mohammad Idris. Pada periode 2019-2024, PKS akan menjadi partai dominan. Hasil penghitungan suara pada Pemilu Legislatif 2019, PKS meraih 12 kursi DPRD. PDIP dan Partai Gerindra sama-sama meraih 10 kursi.

Ketua DPP PKS Depok Hafid Nasir menjelaskan soal kelanjutan Raperda Penyelenggaraan Kota Religius itu untuk periode selanjutnya.

Dia menekankan perlunya sinkronisasi pemahaman soal Raperda itu, yakni menyamakan pemahaman DPRD dan Pemerintah Kota Depok. Tujuannya adalah mewujudkan Kota Depok yang unggul, nyaman, dan religius.

"Mungkin perlu ada persepsi yang sama antara DPRD dan pemkot sebagai pengusul kan, ini kelihatannya perlu duduk bareng, perlu disepakati bersama karena naskah akademiknya belum dibuatkan, sehingga menurut saya masih ada ruang dan celah ya untuk dibahas bersama, menyamakan persepsi," kata Hafid Nasir.

Hafid menjelaskan usulan raperda ini sebetulnya diisukan untuk 2020. Karena itu, menurutnya, masih ada waktu untuk membahas usul ini juga di Bapemperda.

"Raperda diisukan di tahun 2020 sehingga menurut saya harus duduk bareng lah DPRD Bapemperda dan eksekutif bagian hukum untuk menyamakan persepsi karena persepsi itu apa sih yang dimaksudkan penyelenggaraan kota religius gitu kan," jelas Hafid.

Hafid tidak bisa memastikan diterapkannya usulan raperda ini. Menurutnya, jika usulan ini positif, seharusnya bisa diterapkan.

"Kalau memang dirasa ini peraturan mendukung terwujudnya kota yang unggul, nyaman, dan religius, kenapa enggak? kan gitu," pungkasnya. []

Baca juga:

Berita terkait