Dosen di Makassar Ditangkap dan Dianiaya Oknum Polisi

Seorang dosen di Makassar menjadi korban penganiayaan dan salah tangkap oknum kepolisian saat demo tolak UU omnibus law.
Korban bersama pengurus PBHI saat memberikan keterangan pers di Makassar, Minggu 11 Oktober 2020. (Foto: Tagar/Muhammad Ilham)

Makassar - Seorang dosen di Makassar menjadi korban penganiayaan dan salah tangkap oknum kepolisian saat unjuk rasa mahasiswa menolak Undang-Undang Cipta Kerja yang berakhir bentrok, Kamis 8 Oktober 2020, malam.

Korban berinisial AM mengisahkan, saat terjadinya bentrokan antara mahasiswa dan petugas kepolisian di depan kantor Gubernur Sulawesi Selatan Jalan Urip Sumohardjo, dirinya hendak mencari jalan untuk ke tempat percetakan.

Saya di bawa sambil dipukul sampai terjatuh. Luka-luka ini saya tidak sadar. Saya mengira malam itu adalah ajal saya.

"Saya dari tempat makan, kemudian bergegas cari tempat print di depan kampus Unibos. Tapi saat di depan kantor Gubernur saya lihat ada kerumunan massa sehingga saya duduk di bale-bale depan minimarket sambil melihat kondisi. Tapi saya tidak pernah menginjakkan kaki di aspal," kata AM.

Tapi sekitar pukul 21.39 WITA, pihak kepolisian pun mulai melakukan penyisiran dari dua arah, karena banyaknya massa sehingga AM terjebak dalam kerumunan tersebut.

"Karena pada saat ada tembakan gas air mata, maka saya menghindar bersama tukang bakso dan tukang parkir. Kemudian datang sekitar puluhan oknum polisi, kemudian saya tunjukkan KTP saya. Tapi malah diangkat kerah baju saya," ungkapnya.

Tak sampai disitu, kata AM dirinya langsung dipukuli dan dianiaya sejumlah oknum polisi hingga dirinya dinaikan ke dalam sebuah kendaraan. Menurutnya bahwa tindakan yang dialaminya yang dilakukan oknum kepolisian dalam penanganan unjuk rasa tidak sesuai dengan prosedur yang ada.

"Saya di bawa sambil dipukul sampai terjatuh. Luka-luka ini saya tidak sadar. Saya mengira malam itu adalah ajal saya. Ini bukan pengamanan tapi penangkapan. Tapi kalau penangkapan prosedurnya juga tidak sampai begitu," terangnya.

Bahkan, kata AM dirinya juga tidak menerima perkataan salah satu oknum kepolisian terhadap dirinya yang melontarkan perkataan kasar yang menyinggung profesinya.

"Sampai di dalam mobil saya masih dipukul, tapi ada oknum perwira datang mereka berhenti memukul tapi setelah pergi mereka pukul lagi. Saya juga tidak menerima perkataan kasar kepada saya oleh oknum kepolisian," ujarnya.

AM menampik jika sebelum tindakan represif pihak kepolisian terhadap pengunjuk rasa, dirinya tidak mendengarkan adanya imbauan kepolisian kepada masyarakat untuk menghindari lokasi bentrokan.

"Tidak ada saya dengar adanya imbauan polisi untuk warga menghindari lokasi bentrokan. Kalau ada pasti saya tinggalkan lokasi. Tapi intinya saya tidak terlibat dalam aksi unjuk rasa," tegasnya.

Akibat penganiayaan oknum kepolisian, AM mengalami sejumlah luka, diantaranya, luka memar pada bagian kelopak mata bagian kiri, bengkak pada bagian kanan, luka pada bagian hidung, memar pada paha sebelah kanan, tangan kiri dan kanan luka-luka, punggung sebelah kanan dan pinggang serta memar di bagian jidat. []

Berita terkait
Pelaku Pelempar Bom Molotov Pos Polisi di Makassar Diburu
Pihak kepolisian tengah menyelidiki pelaku pelemparan bom molotov di pos Polisi lalu lintas saat demo menentang UU omnibus Law di Makassar
30 Pendemo Omnibus Law di Makassar Jalani Tes Swab
Sebanyak 30 orang yang diamankan saat terjadi rusuh demonstrasi UU Omnibus Law di kota Makassar menjalani tes swab.
Enam Pendemo Omnibus Law di Makassar Ditetapkan Tersangka
Polrestabes Makassar menetapkan enam orang tersangka dari massa unjuk rasa penolakan pengesahan UU Omnibus Law yang berujung rusuh.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.