Pematangsiantar - Dokter Djuni Karya Simatupang mengkritik keras kinerja tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Pematangsiantar, Sumut, yang gagal menggandeng masyarakat dalam menangani penyebaran Covid-19.
"Kenapa meningkat terus, karena Pemko Siantar gagal menjelaskan kepada masyarakat soal penanganan Covid-19 dengan bahasa masyarakat awam. Akibatnya apa, masyarakat tidak disiplin soal tiga M, mencuci tangan di air mengalir, menjaga jarak dan memakai masker," ujar dokter spesialis THT ini kepada Tagar, Jumat, 11 September 2020.
Kerumunan serta bebasnya masyarakat melakukan akitvitas tanpa melakukan pembatasan sosial di berbagai ruang publik adalah indikator masifnya penularan virus corona.
Menurut dia, hal tersebut didasari rendahnya edukasi soal pencegahan dan dampak penyebaran Covid-19 oleh tim gugus tugas.
Mantan dokter yang bertugas di RSUD dr Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar itu juga kecewa dengan wali kota yang tidak banyak melibatkan tenaga profesi kesehatan dan justru menempatkan posisi sentral di tim gugus tugas kepada mereka yang tak memiliki keahlian di dunia kesehatan.
"Saya kritik wali kota dan gugus tugas karena sejak awal penanganan tidak benar. Tidak melibatkan tenaga ahli lain yang sudah senior seperti ahli THT, ahli penyakit dalam, ahli laboratorium. Malah di Jawa ahli epidemiologi juga dilibatkan selain ahli paru. Ini malah menempatkan orang di gugus tugas termasuk juru bicara yang tidak memiliki keilmuan medis. Akhirnya masyarakat justru tidak percaya terhadap virus ini," terangnya.
Namun justru pemko menempatkan lebih banyak orang yang tidak memiliki keahlian di sana. Ini bukan jabatan politis tapi profesi
Padahal kata dr Djuni, pencegahan Covid-19 perlu digerakkan dengan melibatkan orang berkompeten yang mampu membedakan gejala awal akibat virus flu biasa (sinusitis) atau memang akibat virus corona.
"Jadi gejala awal terkena sampai menimbulkan gejala di hidung, mulut dan trakea tentu kompetensinya ahli THT lebih paham. Setelah timbul gejala sesak napas barulah peranan dokter paru yang lebih dominan di samping ahli anestesi kalau pasien tersebut perlu diintubasi atau pasang selang napas. Namun justru pemko menempatkan lebih banyak orang yang tidak memiliki keahlian di sana. Ini bukan jabatan politis tapi profesi," terangnya.
Dia pun mengingatkan pemerintah mengenai risiko besar yang akan dihadapi jika penyebaran Covid-19 tidak dapat diredam, termasuk acaman klaster baru jelang pilkada.
Oleh karena itu, dr Djuni meminta Pemko Pematangsiantar harus tegas mengajak dan mengedukasi masyarakat agar menjalankan protokol kesehatan dengan pola tiga M, yaitu memakai masker, mencuci tangan di air mengalir dan menjaga jarak.
"Banyak yang tertular dan menularkan. Akibatnya banyak yang jatuh sakit dan rumah sakit tidak mampu menampung dan tenaga medis pun banyak yang berguguran. Jadi perlu tindakan seperti razia dan memberi sanksi tegas pada masyarakat yang tidak patuh aturan. Kalau perlu memberlakukan jam malam atau melakukan swab massal di seluruh kecamatan yang ada di Kota Siantar ini," tuturnya.
Tempat-tempat ibadah, ruang publik dan pilkada, kata dia, jangan jadi klaster baru penyebaran virus. Harus dilakukan langkah ekstrem untuk menghentikan penyebaran Covid-19 sebelum dampak ekonomi, dan sosial di masyarakat terjadi.
Saat ini menurut data tim Gugus Tugas Kota Pematangsiantar terdapat 222 orang positif Covid-19. Hal itu membuat Kota Pematangsiantar menjadi salah satu zona merah penyebaran virus corona.[]