Dilema Menteri Rangkap Jabatan dalam Pemerintahan

Seusai pelantikan anggota DPR, sejumlah kursi kementrian kosong ditinggal pemiliknya. Sehingga, sejumlah menteri ditunjuk untuk merangkap jabatan.
Presiden Jokowi bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto bertindak sebagai inspektur upacara peringatan HUT Ke-74 TNI di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (5/10/2019). (Foto: Antara/Bayu Prasetyo)

Jakarta - Seusai pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sejumlah kursi kementrian kosong ditinggal pemiliknya. Sehingga Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk sejumlah menteri di beberapa kementrian untuk menggantikan posisi itu untuk sementara.

Mau tidak mau menteri pun merangkap jabatan. Apalagi, masa jabatan menteri di kabinet periode 2014-2019 akan segera usai, mengingat Jokowi akan dilantik pada 20 Oktober 2019.

Menurut Pengamat Politik Lembaga Analisis Politik Indonesia (API) Maksimus Ramses sebenarnya rangkap jabatan menteri dalam situasi jelang pelantikan presiden seperti sekarang ini, bukan sesuatu masalah. Karena rangkap jabatan menteri agar pemerintahan tetap bisa berjalan.

"Rangkap jabatan sekarang itu kan kerena menterinya jadi DPR lalu dia tinggal. Maka untuk isi kekosongan itu harus ada orangnya sebelum pelantikan dan memilih menteri baru," ujar Maksimus kepada Tagar, Senin, 7 Oktober 2019.

Lantas yang menjadi masalah kata dia, adalah rangkap jabatan menteri yang ada sekarang berlanjut ke periode selanjutnya. "Yang penting posisi rangkat itu tidak berlanjut karena bisa ganggu jalannya pemerintahan," tuturnya.

Pasalnya, jika ada menteri yang merangkap jabatan dalam pemerintahan, salah satu dampak paling buruknya, yaitu mengganggu jalannya pemerintahan menjadi tidak efektif.

"Antara urus satu atau yang lain kan jadi repot. Kalau rangkap jabatan itu nanti tidak fokus dalam menjalankan tugas karena pikiran dan waktunya terbagi-bagi," tuturnya.

Menteri Rangkap Jabatan

Jelang pelantikan DPR, Selasa, 1 Oktober 2019 sejumlah menteri mengundurkan diri dari jabatannya lantaran tidak boleh merangkap jabatan dalam pemerintahan. Misalnya, Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani yang lolos menjadi wakil rakyat.

Untuk mengisi kekosongan di kementrian, Presiden Joko Widodo pun menunjuk menteri yang dinilai bisa menggantikan untuk sementara. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo ditunjuk untuk menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Menkumham dan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution ditunjuk menjadi Plt Menko PMK.

Selain dua menteri tersebut, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri pun merangkap jabatan sebagai Plt Menteri Pemuda dan Olahraga yang sebelumnya dijabat oleh Imam Nahrawi. Namun, rangkap jabatan Hanif Dhakiri bukan karena Imam Nahrawi mendapat jabatan lain di pemerintahan melainkan terjerat kasus korupsi.

"Sudah menandatangani keputusan presiden pemberhentian Imam Nahrawi dan mengangkat saudara Hanif Dhakiri sebagai Plt Menteri Pemuda dan Olahraga. Jadi Pak Hanif merangkap dalam sebulan terakhir ini. Selain sebagai Menaker tapi juga Menpora," kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Istana Kepresidenan, Bogor Jumat, 20 September 2019. []

Berita terkait
Menteri Kabinet Baru Jokowi Harus Komunikatif-Responsif
Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan rangkaian peristiwa demonstrasi dapat menjadi masukan pemerintahan Jokowi-Maruf dalam memilih menteri.
Gonta Ganti Partai Mengejar Jabatan dan Wibawa
Tidak loyalnya elite bisa tergambar lewat niat untuk mengambil keuntungan dari kesempatan di depan mata demi diri sendiri.
Jadi Plt Menko PMK, Darmin Teruskan Kebijakan Puan
Jadi Pelaksana Tugas Menko PMK, Darmin Nasution akan meneruskan kebijakan Puan Maharani yang terpilih menjadi Ketua DPR RI periode 2019 - 2024.
0
Jumlah Perokok Remaja Melesat di Amerika
Suatu pukulan terbaru bagi, Juul, perusahaan yang dinilai bersalah karena ikut memicu lonjakan jumlah remaja yang menggunakan vaping