Untuk Indonesia

Di Jerman, Swedia, Perancis, Saya Selalu Dapat KTP, KTP Buat WNA Bukan Hal Aneh

Pengalaman seorang dosen berpuluh tahun tinggal di Jerman, Swedia dan Perancis, mendapat KTP di sana. Pemberian KTP bagi WNA bukan hal aneh.
Ketua KPU Kota Tegal, Agus Wijanarko menunjukkan salahsatu nama warga negara asing (WNA) di Kartu Keluarga di KPU Kota Tegal, Jawa Tengah, Rabu (6/3/2019). Menurut KPU Kota Tegal, Khairiati Binti Harun asal Slangor, Malaysia masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) untuk pemilu 2019, padahal yang bersangkutan masih status WNA di Kartu Keluarga miliknya dan akan secepatnya menghapus data itu. (Foto: Antara/Oky Lukmansyah)

Oleh: Bagas Pujilaksono WidyaKanigara*

Heboh WNA mendapat KTP elektronik dan kesasar masuk daftar DPT tidak perlu dibesar-besarkan apalagi dipakai alasan untuk ngobok-obok komputer KPU. 

Ini sudah berlebihan dan apalagi dipakai untuk mendelegitimasi pemilu. Sudah tua kok brutal, ingat umur tinggal sejengkal. Banyak-banyaklah beribadah menebar kebaikan, bukan selalu menebar kebohongan dan fitnah keji.

Coba kita lihat lagi dasar hukumnya memberi KTP elektronik bagi WNA. Ada tidak? Kalau ada, aturan itu dibuat zamannya Pak Jokowi? Tidak bukan? Kenapa Pak Jokowi yang disalahkan? 

Kenapa semua hal Pak Jokowi yang disalahkan? Jangan-jangan konsesi lahan seluas lima kali Provinsi DKI yang diterima Pak Prabowo, juga Pak Jokowi yang disalahkan? Kebencianmu jangan sampai membuatmu berperilaku tidak adil.

Sebagai pembanding ketika saya tinggal di Jerman, Swedia dan Perancis berpuluh tahun lamanya, saya selalu dapat KTP. Jadi pemberian KTP bagi WNA bukan hal yang aneh

Langkah Kemendagri dan KPU untuk mengecek kembali dan mencoret WNA dari daftar DPT adalah langkah yang tepat.  

Sebagai pembanding ketika saya tinggal di Jerman, Swedia dan Perancis berpuluh tahun lamanya, saya selalu dapat KTP. Jadi pemberian KTP bagi WNA bukan hal yang aneh. Menjadi aneh bagi saya ketika ada orang ngakunya pernah S3 di Amerika, kok kaget ada WNA dapat KTP elektronik.

Ketika Ratna Sarumpaet melakukan aksi kebohongannya, orang-orang memanfaatkannya untuk menghujat Pak Jokowi. Namun, ketika Ratna Sarumpaet ngaku berbohong, pada kebirit-birit lari dengan wajah innocent. Emangnya siapa sih lue,  gayanya kayak nggak tersentuh dosa?

Birahi kebelet berkuasa, boleh-boleh saja, namun ya harus rasional melihat kemampuan dan legawa menerima fakta. Sejarah negeri ini mencatat dengan baik semuanya. Jangan lupa itu!

Mari kita dukung pemilu damai 2019. Menang atau kalah adalah hal lumrah, nggak perlu ngamuk, memprovokasi orang, menyebar fitnah keji ke sana ke mari, mengadu domba, dan memecah belah bangsa. Ingat semuanya ada batasnya, umur manusia juga ada batasnya. Berbuatlah kebaikan, sebelum penyesalan datang.  

Terima kasih.

*Penulis adalah Akademisi dan Budayawan Universitas Gadjah Mada

Baca juga:

Berita terkait