Sleman - Pembina Pramuka berinisial IYA dalam tragedi susur sungai SMPN 1 Turi Sleman divonis satu tahun enam bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Sleman. Begitu juga dengan dua pembina lainnya, DDS dan R. Di balik vonis tersebut, kuasa Hukum DDS menyoroti ada hal yang menarik tentang pasal penyertaan yang disampaikan majelis hakim.
Dalam lanjutan sidang putusan pada Senin 24 Agustus 2020, DDS dan R dinyatakan hakim Anas Mustaqim, terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena kealpaan menyebabkan orang lain meninggal dunia dan luka-luka.
Kuasa hukum DDS, Saifudin menemukan pernyataan yang menarik dari majelis hakim. Hal tersebut adalah adanya pasal 55 ayat 1 KUHP yang diseragamkan dengan terdakwa lainnya.
Baca Juga:
"Yang paling kami soroti adalah pasal penyertaan. Di sini kan ada tiga terdakwa, tentu bicara penyertaan secara bersama-sama, masing-masing punya kualitas perbuatan yang berbeda," ungkapnya usai sidang.
Saifudin menyebut majelis hakim tidak menjelaskan secara rinci perannya masing-masing. Hal itu harusnya diperjelas karena setiap orang pada saat kejadian mempunyai peran yang berbeda.
Pertanyaannya adalah apakah ketiga terdakwa ini termasuk kualifikasi turut serta melakukan.
"Karena di pasal 55 ayat 1 KUHP itukan secara jelas, orang yang melakukan siapa, yang menyuruh melakukan itu siapa, dan turut serta melakukan itu siapa. Pertanyaannya adalah apakah ketiga terdakwa ini termasuk kualifikasi turut serta melakukan," kata Saifudin
Terkait putusan, Saifudin juga mempertanyakan kenapa hukuman vonis yang diberikan kepada ketiga terdakwa sama, yakni satu tahun enam bulan. Sekalipun terhadap pasal 55 ayat 1 KHUP tersebut, hakim menggunakan perluasan penafsiran hukum.
"Harusnya ada perbedaan klasifikasi pertanggung jawaban. Itu sama dengan vonis sebelumnya. Sebenarnya ada perbedaan kualifikasi pertanggungjawaban di situ. Kalau memang disamakan itu tentu tidak objektif," ungkapnya.
Baca Juga:
Saifudin mengatakan, terkait hasil putusan tersebut, ia mengaku masih akan berpikir terlebih dahulu. Pihaknya juga masih menunggu terdakwa untuk merenungkan hasil persidangan tersebut.
"Kami secara hukum diberi hak 7 hari untuk membuat kesimpulan, sehingga ini akan kami pikir-pikir. Terdakwa merenung dulu. Yang terpenting bagi kami adalah, hal-hal yang sudah dijelaskan. Ia selaku pembina dan sikap pasif dia sehingga menyebabkan kelalaian," terangnya.
Terpisah, Kuasa Hukum Terdakwa R, Sudarsono menyatakan juga masih pikir-pikir atas putusan hakim tersebut. "Nanti kalau sudah tujuh hari kami tidak melakukan upaya hukum banding, ya menerima putusan," ujar kuasa hukum dari LKBH PGRI ini. []