Derita Peternak Babi di Dairi

Ramli menyebut, ia sudah pasrah apa pun yang terjadi pada 20 ekor ternak babinya yang masih hidup.
Ramli Nababan, melakukan pengasapan di kandang ternaknya (Foto: Tagar/Robert Panggabean)

Dairi - Jarum jam menunjukkan pukul 18.30 WIB, Ramli Nababan tampak mengelilingi belasan kandang ternak babinya. Ia menyiramkan serbuk belerang di tangannya, ke beberapa titik kayu bakar yang yang menyala kecil.

Tampak asap mengepul di areal kandang ternak babi milik lelaki berusia 40 tahun itu, di Jalan Pahlawan, Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatra Utara, Senin 21 Oktober 2019.

Disebut, pengasapan itu dilakukannya, sebagai salah satu bentuk pencegahan penyebaran virus mematikan yang menyerang ternak babi di Kabupaten Dairi belakangan ini.

Walau berbagai upaya telah dilakukan, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Sebelumnya, Senin 21 Oktober 2019 pagi hari, satu ekor ternak babinya ditaksasi berbobot 250 kilogram, mati diserang virus yang belum diketahui jenisnya itu.

"Sedih, Lae (sebutan akrab kaum lelaki suku Batak). Itu ternak pertama saya tahun 2010. Kemungkinan beranak dua minggu lagi. Sudah tujuh kali beranak itu. Kadang sepuluh, tiga belas, lima belas anaknya. Sebelum mati, sampai kukusuk-kusuk kakinya karena tidak mau jalan," ujarnya.

Ramli menyebut, ia sudah pasrah apa pun yang terjadi pada 20 ekor ternak babinya yang masih hidup. Karena hingga saat ini, sesuai informasi diterima, belum ada obat untuk mengatasi virus yang telah mewabah itu.

"Tadi pagi waktu datang tim penanggulangan mengangkat babi yang mati itu, mereka menyarankan agar saya pindahkan ternak yang masih hidup. Saya bilang, sudahlah. Yang penting segala upaya sudah saya buat. Mau dipindahkan ke mana lagi, di mana-mana juga babi sudah mati," katanya.

Ditambahkan, dari 20 ekor ternaknya yang hidup sekarang, lima merupakan induk yang siap beranak. Sudah hamil. Dua ekor sedang beranak. Biasanya, tujuh indukan ternak babi miliknya beranak dua kali dalam setahun.

"Tutup mata, jual anaknya Rp 500 ribu per ekor. Setahun minimal Rp 25 juta uang kita dari jual anak babi. Sekarang, tak tau lagi, Lae. Entah selamatnya nanti babi ini atau tidak. Belum ditemukan obat penyakit itu. Ternak babi ininya tabungan kita untuk akhir tahun. Kalau mati juga, habislah," ujarnya.

Peternakan Babi dairiPetugas bidang peternakan Dinas Pertanian Dairi melakukan penyemprotan (Foto: Tagar/istimewa)

Pengalaman serupa dialami Robistok Sihombing, 42 tahun, peternak babi di Jalan Sisingamangaraja, Kecamatan Sidikalang. Ditemui Selasa 15 Oktober 2019 lalu, dia mengatakan, dalam dua minggu ternak babinya mati mendadak 55 ekor.

Ternak yang mati, didominasi babi induk dan siap jual. Bobot rata-rata 60 hingga 80 kilogram. Dari 55 ekor yang mati, hanya 10 ekor ternak lepas sapih (anakan).

"Kita sudah menargetkan akan panen (jual) pada Desember akan datang. Tetapi hanya dua minggu, semuanya sirna. Bahkan ada yang sudah dipesan pembeli, tetapi belum sempat diangkat, sudah mati," ucap Robistok.

Ia mengaku mengalami kerugian ratusan juta rupiah. "Kalau dihitung-hitung kerugian Rp 120 juta lebih. Harga daging Rp 55 ribu per kilogram," tuturnya.

Ditambahkan, ternak miliknya tinggal 4 ekor. Dua ekor sudah terindikasi kena virus. Karenanya, ternak itu dikeluarkan dari kandang.

Ciri-cirinya, kata Robistok, tidak mau makan, badan panas, bagian leher berbintik- bintik merah, telinga merah ruam, dikerumuni lalat, serta pendarahan dari lobang hidung.

"Penyakit babi ini luar biasa. Tidak bisa disembuhkan. Kalau sudah ada ciri-ciri begitu, kita hanya pasrah saja," keluhnya.

Terpisah sebelumnya, Rey Sihombing, 31 tahun, seorang pengusaha ternak babi di Desa Buluduri, Kecamatan Lae Parira, menyebut, wabah itu juga telah sampai ke daerahnya.

ternak BabiTernak babi milik Rey Sihombing. 3 ekor terpaksa dibunuh, mencegah penularan ke 90 ekor lainnya (Foto: Tagar/Istimewa)

Rey mengatakan, memiliki induk ternak babi sebanyak 20 ekor, serta ternak berbobot 50 sampai 70 kilogram berjumlah 70 ekor. Ternak itu, dipelihara di kandang yang dibangunnya dengan investasi Rp 250 juta. Untuk pakan, ia mengeluarkan biaya Rp 26 juta per bulan.

Satu ekor indukan mati beberapa hari lalu dan empat ekor indukan lainnya terpaksa dikubur karena diyakini sudah terinfeksi virus mematikan itu.

Di Dairi banyak ternak lokal. Realitasnya, banyak ternak babi masuk dari luar daerah

"Upaya memutus mata rantai penyebaran. Daripada kena semua, terpaksa dibunuh, kita kubur yang empat itu," katanya.

Mewabahnya kematian mendadak ternak babi itu, disebutkan Rey, berpengaruh pada penjualan ternak babi. Dikatakan, kondisi itu sudah berlangsung tiga bulan.

Ketika situasi normal, ternak babi hidup dijual Rp 26 ribu per kilogram. Sekarang, ditawarkan Rp 20 ribu per kilogram, tidak laku. Pada siklus tahun sebelumnya, ia telah menjual 150 ekor ternak babinya, berbobot rata-rata di atas 90 kilogram.

Dijelaskannya, penyakit yang mewabah sekarang ini, rentan menyerang babi menjelang pembiakan. Karena jika divaksin, proses kehamilan akan gugur. Sementara ternak berupa anakan dan dewasa diberi vaksin, biasanya masih mampu bertahan. "Vaksin bereaksi setelah 14 hari penyuntikan," katanya.

Ke depan, Rey berharap pemerintah memberi kompensasi kepada warga, seperti bibit ternak. Di samping itu, pemerintah daerah dipandangnya perlu membuat regulasi terkait masuknya ternak babi dari luar daerah.

"Di Dairi banyak ternak lokal. Realitasnya, banyak ternak babi masuk dari luar daerah. Itu melemahkan ekonomi peternak babi lokal. Maka perlu dibuat regulasi tentang itu," katanya.

Mewabahnya kematian ternak babi di Dairi, juga berimbas pada lesunya penjualan daging hewan peliharaan itu. Hasudungan Nainggolan, pengusaha UD Soala Gogo, mengatakan, sudah tiga minggu tidak memotong.

Pengusaha ternak BabiPengusaha UD Soala Gogo, terpaksa menutup usahanya 3 minggu belakangan, ekses wabah kematian ternak babi di Dairi (Foto: Tagar/istimewa)

Ia memutuskan menutup jualan, ekses wabah tersebut. Dia sebut, peternak relasinya selama ini selalu menawarkan agar ternak diangkut. Bahkan harga yang diajukan, anjlok ke angka Rp 15 ribu per kilogram. Pun demikian, ia tidak berani membeli. Pasalnya, daging babi tidak laku dijual saat ini.

Kepala Bidang Peternakan pada Dinas Pertanian Dairi, Jhon Manurung, pada Senin 21 Oktober 2019 menyebut, jenis virus yang menyerang ternak babi di Dairi itu, hingga kini belum diketahui.

Dikatakan, sebelumnya Balai Veteriner Regional 1 Medan telah mengambil 12 sampel. Tiga sampel dinyatakan positif hog cholera. Sembilan sampel lagi, dibawa ke Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian. Belum ada hasil sampai sekarang.

"Kita berharap hasil penelitian lanjutan itu segera turun, sehingga dapat diambil langkah pencegahan dan pengendalian serangan penyakit itu," katanya.

Sampai saat ini, wabah babi mati mendadak di Kabupaten Dari tidak terbendung. Pemerintah Kabupaten Dairi melakukan pencegahan penyebaran penyakit tersebut dengan penyemprotan kandang, imbauan pada masyarakat untuk melakukan biosecurity dan lainnya.

"Penyemprotan sudah dilakukan di sebagian lokasi Kecamatan Sidikalang dan Sitinjo," ucapnya.

Terkait stok desinfektan Dinas Pertanian yang menipis, Jhon menyebut, ada bantuan desinfektan bubuk bernama Vircon.S.

"Ada Vircon S dari pusat (Kementerian Pertanian). Masih 7,5 kilogram. Yang jenis bubuk lebih baik dari cair," katanya.

Memusnahkan Ternak BabiTim gabungan lintas OPD menggunakan alat berat untuk membuat lobang penguburan bangkai ternak babi di kawasan Ring road Sidikalang (Foto: Tagar/istimewa).

Ditambahkan, setiap hari, bertambah masyarakat yang melaporkan kematian ternaknya ke Dinas Pertanian Dairi. Yang dilapor sudah mencapai 1.200 ekor. Menurutnya, banyak warga yang tidak melaporkan.

Sementara itu, Koordinator tim penanggulangan wabah penyakit babi yang juga Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Dairi, Posmatua Manurung menerangkan, tim selalu siap mengangkut bangkai ternak babi milik masyarakat untuk dikuburkan, jika masyarakat tidak memiliki areal maupun tidak mampu menguburkan bangkai ternak babinya.

Disebutkan, sejak diedarkannya imbauan dan pengumuman kepada masyarakat, bangkai babi yang dikubur di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sudah mencapai puluhan. "Hari ini saja, yang dikubur sekitar 20 ekor lebih," ucapnya.

Ditambahkan, selain di TPA, sebelumnya tim juga telah melakukan penguburan puluhan bangkai babi yang dibuang masyarakat di seputaran jalan road Sidikalang.

"Tak bisa lagi kita angkut ke TPA. Terpaksa dikubur di sekitar situ. Pakai alat berat," katanya. []




Berita terkait
1.000 Ekor Babi Mati di Dairi, Stok Desinfektan Menipis
Setiap hari, jumlah ternak babi yang mati, meningkat. Tidak tertutup kemungkinan, mengancam 110.000 ekor populasi ternak babi di Kabupaten Dairi.
Cerita Jelang Festival Babi Danau Toba 25-26 Oktober
Berbagai pihak yang selama ini menganggap Festival Babi Danau Toba ini hanya lelucon ternyata sadar bahwa ini serius dilakukan.
Ternak Babi Mati di Humbahas, Warga Takut Tertular
Hog cholera diduga telah menyerang ternak babi di Kabupaten Humbang Hasundutan.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.