Denny Siregar: Orang Kaya Vs Mengaku Kaya

Langit tidak pernah bicara bahwa dirinya tinggi. Oranglah yang membicarakan ketinggiannya. Orang kaya versus orang mengaku kaya. Denny Siregar.
Ilustrasi - Banyak uang, kaya. (Foto: Pixabay/Maklay62)

Saya itu mungkin termasuk orang yang kenyang ketipu MLM, Money Game sampai seminar berbayar. Maklumlah, dulu sebagai anak muda yang pengen kaya dgn cepat, jadi program-program instan pun saya ikuti. Dan sebagai orang yang "terbius mimpi" saya selalu marah, kalau ada orang yang menyadarkan, "Hei, dia itu menipu lho."

Seperti orang mabuk, saya enggak mau dibangunkan.

Apa saja yang saya ikuti ya? Banyak, mulai beli rumah tanpa utang sampai jualan dengan metode skema ponzi pun saya jalankan. Wah kenyang lah pokoknya.

Dari semua pengalaman itu, saya akhirnya bisa mengenali pola yang sama dari para "salesman" itu, yaitu mereka selalu menjual kesuksesan sebagai jualan.

Dan gambaran kesuksesan itu enggak tanggung-tanggung, mulai dari foto jalan-jalan ke luar negeri, punya mobil mewah sampai foto pernah ngobrol dengann tokoh terkenal. Di belakang hari saya tahu, bahwa bahkan untuk jalan-jalan ke luar negeri supaya dapat foto dan supaya orang percaya saja, mereka bisa berutang banyak ke orang.

Dan itu efektif banget buat orang "muda, lugu dan bodoh" seperti saya waktu itu. Mata kita silau dan kita jadi bermimpi seperti imajinasi yang mereka tawarkan. Persis seperti kerbau dicucuk hidungnya, kita mau-mau saja mengeluarkan uang yang mereka namakan sebagai "investasi" yang setiap level harganya semakin naik.

Baru saya tahu lama-lama, bahwa mereka mem-branding diri mereka juga tidak murah. Mereka bayar wartawan-wartawan media untuk mengangkat nama mereka dengan kisah-kisah sukses. Mereka punya tim untuk mencitrakan diri dan dana.

Langit tidak pernah bicara bahwa dirinya tinggi. Oranglah yang membicarakan ketinggiannya.

Bahkan mereka juga minta tokoh-tokoh dikenal untuk endorse. Supaya kita makin mabuk, "Tuh, orang terkenal itu saja percaya sama dia. Pasti dia enggak menipu." Itu membangun fanatisme dari pengikut supaya menjadi benteng mereka saat dibongkar trik-triknya.

Apa yang saya pelajari dari sana?

Banyak. Bahwa apa yang tampak oleh mata, belum tentu situasi yang sebenarnya. Itu seperti screensaver dengan pemandangan indah, yang kalau digoyang sedikit mouse-nya, ambyar gambarnya.

Saya akhirnya semakin waspada dengan sesuatu yang bersifat terlalu sempurna. Too good to be true, kata orang bijak. Karena biasanya model seperti itu hanya menutupi kebusukan yang mereka rencanakan.

Makanya ketika ada orang yang ngomong ke mana-mana, bahkan ada di setiap media, bahwa dia punya puluhan perusahaan, punya emas 1 ton di bank, dan bahkan punya kuasa untuk menggelapkan negara maju seperti Singapura, tambah lagi Bill Gates pun kagum padanya, saya langsung ngakak.

Apalagi dia ahli dari segala ahli. Mulai hipnosis, pengamat teroris, ekonomi sampai dokter pun harus kalah sama dia ketika ngomong pandemi. Makin terkincit-kincit lah saya.

Seperti deja vu, membayangkan dulu waktu muda sering tertipu dengan model seperti itu. Dengan segala kemampuan itu, dia masih saja menjual seminar berbayar ke mana-mana.

Sama persis ketika saya bertanya dengan polosnya kepada motivator "beli rumah tanpa utang". Saya tanya, "Kalau segitu gampangnya beli rumah, kenapa bapak enggak sibuk investasi di perumahan, malah sibuk di seminar?" Dan saya diusir ke luar.

Pada akhirnya hanya asap yang bisa membumbung ke atas dan menghilang. Sedangkan mereka yang benar-benar kaya dan ahli adalah akar, semakin terbenam ke tanah memperkuat fondasinya.

Kisah ini saya ceritakan sebagai konsep berbagi saja. Hati-hati, ada bebek di balik kuali.

Mari kita seruput kopi sambil melihat di mana berakhirnya semua ini. Apa seperti kisah Dimas Kanjeng atau Abu Tours yang terkenal itu? Ah, mungkin juga cuma mirip kisah dukun cilik Ponari.

Mereka yang benar-benar kaya dan ahli adalah akar, semakin terbenam ke tanah memperkuat fondasinya.

Enaknya jadi penulis gini, saya punya kekayaan baru. Bukan materi, karena saya tidak punya banyak. Apalagi sampai Rp 2 triliun. Kekayaan saya adalah pengalaman ketemu dengan banyak orang dan banyak karakter.

Pernah saya diundang ngopi salah satu orang terkaya di Indonesia. Hanya untuk ngobrol tentang situasi Indonesia. Saya diundang ke kantornya. Gara-gara diundang orang terkaya itu, saya harus beli baju dan celana baru, supaya enggak malu-maluin saat ketemu.

Sesudah ketemu, akhirnya menyesal. Ternyata salah kostum. Penampilan beliau jauh lebih sederhana. Bicaranya merendah, humble, dan selalu banyak bertanya hal yang tidak diketahuinya. Dia tidak pernah bicara berapa hartanya, media seperti Forbes lah yang membuka dia itu siapa.

Ada juga seorang purnawirawan Jenderal yang sukses berbisnis. Seorang konglomerat. Sangat humble. Bahkan saya dipeluknya seperti ayah dengan anaknya, padahal saya itu itu siapa. Remah rengginang di dalam kotak biskuit ternama.

Dari bertemu dengan mereka-mereka itulah saya akhirnya paham pemeo, bahwa langit tidak pernah bicara bahwa dirinya tinggi. Oranglah yang membicarakan ketinggiannya.

Saya akhirnya paham benar perbedaan antara mereka yang benar-benar kaya dan mereka yang mengaku kaya. Yang benar-benar kaya sibuk membaktikan hidupnya, yang mengaku-ngaku kaya sibuk menjual dirinya.

Mungkin sejak itu, saya berhenti bicara materi. Karena langit tidak berbatas akhirnya.

Dan di sanalah saya akhirnya paham, bahwa kekayaan terbesar manusia sejatinya hanyalah rasa cukup. Tanpa rasa cukup, kita akan miskin selamanya meski materi berlimpah.

Semua apa yang saya alami dan saya temui, membuat mata menjadi tidak silau ketika melihat kemewahan dan membuat rasionalitas pun berjalan.

Hidup itu sesungguhnya perjalanan. Dan kadang kita duduk sebentar, sekadar mampir ngopi dan menyerap banyak pengalaman yang membentuk kita sekarang.

Nikmatnya.

*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Baca juga:

Berita terkait
Perhatian Jokowi Buat Petani dan Nelayan Masa Pandemi
Berikut ini langkah-langkah yang dilakukan Presiden Jokowi untuk memproteksi petani dan nelayan agar tetap berproduksi pada masa pandemi Covid-19.
Donna Agnesia, Dansa Tiktok Sama Anak Saat di Rumah Aja
Donna Agnesia tahu cara menjadi ibu yang hebat bagi Lio, Diego, dan Sabrina. Ia juga tahu apa yang harus dilakukan saat anak bosan di rumah aja.
Auto 2000: Panduan Persiapan Mobil Sambut New Normal
Auto 2000 membagikan panduan mempersiapkan mobil Toyota yang selama ini sudah lama diparkir di rumah saja untuk menyambut kehidupan new normal.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.