Denny Siregar Menunggu Munarman Dijemput Polisi

Polisi dan TNI tegas tapi tidak kasar, memukul mundur demonstran yang ingin memojokkan Polri. Terus Munarman kapan dijemput, Pak? Denny Siregar.
Munarman (tengah) sekretaris umum Front Pembela Islam, dan Rizieq Shihab. (Foto: Tagar/JPNN/Ricardo)

Beberapa hari sebelum demo Jumat siang, 18 Desember 2020, pesan-pesan berantai memenuhi media sosial. Temanya ingin memojokkan Polri atas ditembak matinya 6 orang laskar mereka. Tim buzzer FPI melakukan strategi "kebohongan yang terus diulang sehingga menjadi kebenaran". Dan mereka lumayan berhasil, pada akhirnya beberapa masyarakat awam malah menuduh Polri melakukan pembantaian, bukannya mempertahankan diri.

Demo itu adalah puncaknya. Sesudah gencar di "serangan udara", mereka memainkan pasukan darat. Tujuannya untuk mengumpulkan massa sebesar demo 411 dan 212.

Dan ketika massa nanti berkumpul, ada pasukan khusus untuk membangun kerusuhan. Senjata-senjata tajam sudah disiapkan mulai golok sampai busur panah ditemukan. Wanita dan anak kecil ditaruh di depan sebagai tameng. Remaja tanggung dibayar Rp 15-50 ribu per orang untuk mendobrak dinding petugas.

Tapi mereka salah besar. Kapolda Metro yang baru punya taktik berbeda dari sebelumnya. Strategi yang sebelumnya bertahan, diubah menjadi serangan. Dengan kekuatan penuh, dibantu pasukan TNI, kepolisian tidak menyisakan sedikit pun ruang demo FPI untuk berkembang.

Secangkir kopi harus saya tuang, sambil iseng bertanya, "Kapan Munarman dijemput, Pak?"

Jalan masuk menuju Jakarta disisir. Polisi tahu, para pendemo itu banyakan dari luar kota yang dimobilisasi. Kelompok mereka dipecah-pecah, ditahan sampai dibubarkan paksa. "Tangkap mereka," adalah perintah yang digemakan berulang-ulang lewat TOA dan membuat massa takut maju dan akhirnya mundur dengan barisan yang berantakan.

Dan Jumat sore, pemimpin elit FPI menyuruh massanya untuk mundur. Mereka tidak kuat lagi menahan gempuran pasukan lapangan polisi dan TNI. Situasi bisa dikendalikan, demo pun tidak membesar.

Agenda berikutnya, ketika semua sudah mereda, mulai menjemput para koordinator-koordinator demo yang memanasi dan memobilisasi massa. Sudah seharusnya orang-orang seperti itu ditangkap, karena mereka demo tanpa izin kepolisian.

Saya harus angkat secangkir kopi untuk strategi Kapolda baru, Irjen Pol Fadil Imran. Strateginya "tidak ada gigi mundur" merontokkan gigi Novel Bamukmin yang memang berantakan. Situasi Jakarta kembali kondusif. Investor asing bertepuk tangan, Indonesia bisa mengendalikan diri tanpa ada kerusuhan berarti.

Salam hormat juga untuk seluruh jajaran kepolisian di lapangan, juga TNI. Mereka melakukan tindakan tegas tapi tidak kasar. Tindakan seperti ini yang mencegah api meluas menjadi lebih besar.

Secangkir kopi harus saya tuang, sambil iseng bertanya, "Kapan Munarman dijemput, Pak?"

*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Berita terkait
TNI - Polri Pukul Mundur Anak NKRI, FPI: Rezim Diktator
Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman mengganggap kejadian di mana Anak NKRI dipukul mundur TNI - Polri bukti rezim diktator.
Penggalangan Dana untuk Keluarga Enam Laskar FPI
Kasus meninggalnya enam laskar FPI mengundang keprihatinan FUI DIY untuk menggalang dana bagi keluarga korban.
Monas Sudah Steril Tidak Ada Gangguan FPI dan PA 212
Puluhan anggota Polri bersiaga melakukan antisipasi di Jalan Budi Kemuliaan (arah Monas) cegah gangguan dari FPI dan PA 212.
0
Serangan ke Suharso Monoarfa Upaya Politik Lemahkan PPP
Ahmad Rijal Ilyas menyebut munculnya serangan yang ditujukan kepada Suharso Manoarfa merupakan upaya politik untuk melemahkan PPP.