Denny Siregar: Ade Armando Vs Buya Syafii Maarif

Kisah Ade Armando ini agak mirip dengan kisah panutan saya, seorang ulama besar asli Minang, Buya Syafii Maarif. Denny Siregar.
Buya Syafii Maarif dan Ade Armando. (Foto: Suara Muhammadiyah dan Suara)

Akhirnya Ade Armando pun dipolisikan lagi. Entah sudah ke berapa kali Ade Armando dilaporkan, tapi selalu mentah dalam laporan ke polisi. Kenapa? Apakah Ade Armando begitu superior? Atau dia punya backingan kuat? Atau dia dilindungi rezim penguasa seperti kata kadrun-kadrun yang budiman itu?

Bukan. Sama seperti laporan ke saya yang juga selalu mental, itu karena yang lapor banyak yang tidak paham hukum. Mereka mencoba menafsirkan pasal-pasal hukum sesuai dengan keinginan mereka sendiri, siapa tahu berhasil. Nyatanya enggak.

Polisi juga bukan institusi yang bodoh. Siapa saja boleh melapor ke polisi, tapi polisi juga punya kewajiban dong untuk memfilter mana laporan yang benar-benar kuat secara bukti hukum, dan mana yang cuma main lapor-laporan saja sekadar untuk mencari sensasi di media.

Bagaimana kalau laporan mereka ke Ade Armando tidak diterima polisi? Ya, gampang. Bilang saja ke media, Ade Armando dilindungi rezim, punya backingan kuat, dan sebagainya. Biar mereka enggak ketahuan bodohnya, lemparkan semua kesalahan ke Jokowi, habis perkara.

Itu memang strategi mereka, khas kelompok pecuncang. Mereka yang salah, mereka juga yang merasa disakiti.

Ade Armando kali ini dilaporkan ke polisi terkait video dia yang dibilang menghina warga Sumatera Barat. Ade Armando memang sedang mengkritik Gubernur Sumatera Barat yang meminta Menkominfo menghapus aplikasi Injil berbahasa Minang di Google Playstore.

Bagi seorang Ade, enggak masuk akal seorang gubernur melakukan kebodohan seperti itu, yang mencoba membenturkan bahasa dengan agama, apalagi mengidentikkan bahasa dengan agama tertentu. Toh yang namanya Injil sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa, bahkan bahasa Arab, bahasa yang sama dengan yang ada di Alquran. Lah, terus masalahnya apa?

Eh, habis mengkritik bahasa, ada kelompok yang menamakan diri mereka Majelis Tinggi Kerapatan Adat Alam Minangkabau (MTKAAM). Yang ini lebih gila lagi. Mereka bukan masuk ke bahasa saja, tapi juga melebar ke suku. Ade Armando pun dipecat dari orang Minang oleh mereka.

Ya, Ade Armando ngakaklah, dosen di Universitas Indonesia yang berdarah Minang ini pasti bilang, "Siapa elu mecat-mecat gua jadi orang Minang?"

Kisah Ade Armando ini agak mirip dengan kisah panutan saya, seorang ulama besar asli Minang, Buya Syafii Maarif, yang disingkirkan hanya karena beliau mempunyai pemikiran yang lebih rasional dalam menyikapi berbagai macam masalah.

Makin enggak beres kan mereka? Sudah mengklaim bahasa Minang sebagai bahasanya orang Islam, sekarang mereka merasa berhak lagi atas kesukuan seseorang.

Sebenarnya enggak aneh sih kalau melihat siapa di balik pemecatan Ade Armando sebagai orang Minang. Dia adalah Irfianda Abidin, seorang politikus. Catat ya, dia politikus dari Partai Bulan Bintang. Pernah nyaleg sih, tapi kemudian gagal. Dia juga pendukung berat kelompok 212. Dan seperti kita tahu, kelompok 212 suka sekali mengatasnamakan Islam untuk kepentingan politik mereka.

Seolah-olah mereka yang paling Islam dan yang lainnya hanya setengah-setengah saja. Jadi ternyata di Sumatera Barat, kelompok ini bukan saja mengklaim agama, tapi juga mengklaim Suku Minangkabau, dan parahnya lagi mengklaim bahasa. Semua mereka klaim, sampai enggak ada yang tersisa.

Ade Armando sebagai orang Minang tentu punya kegelisahan tersendiri kalau sukunya akhirnya terstigma sebagai suku yang eksklusif, tidak mau membaur, dan cenderung mengarah ke kelompok pendukung khilafah. Padahal Ade Armando selama ini selalu berada di garis depan untuk menyuarakan persamaan. Mungkin, ini yang membuat mereka yang ingin mengotakkan Suku Minang menjadi resah, dan Ade Armando harus dibungkam biar pemikirannya tidak menular ke banyak orang Minang lainnya.

Kalau banyak orang Minang sadar bahwa mereka dikapitalisasi oleh kelompok politik tertentu, wah bisa jadi mereka kehilangan pendapatan besar dari klaim-klaim mereka selama ini. Ade Armando sedang mengusik periuk nasi mereka, dan merekapun marah.

Itulah kenapa mereka mencoba melaporkan Ade Armando ke polisi, sebagai langkah untuk menetapkan dominasi politik mereka ke Suku Minangkabau. Meskipun mereka tahu ini sia-sia karena dasar hukumnya sangat lemah, tetapi setidaknya nanti mereka akan kembali bersuara kalau pemerintah Jokowi melindungi "penista agama" seperti Ade Armando, dan ingat ini berguna untuk kampanye mereka dalam Pilkada di Sumatera Barat akhir tahun 2020 ini.

Berat memang perjuangan Ade Armando, tapi saya tahu dia menikmati sekali prosesnya. Mirip-mirip sama sayalah. 

Kisah Ade Armando ini agak mirip dengan kisah panutan saya, seorang ulama besar asli Minang, Buya Syafii Maarif, yang disingkirkan hanya karena beliau mempunyai pemikiran yang lebih rasional dalam menyikapi berbagai macam masalah.

Buya Syafii adalah seorang cendekiawan yang keilmuannya tidak lagi diragukan. Bergelar doktor dan malang melintang di dunia internasional, juga mantan Ketua Umum Muhammadiyah. Tapi sekarang beliau diejek-ejek, bahkan mau disingkirkan dari akar silsilahnya, hanya karena beliau adalah pembela Jokowi dalam Pilpres 2014.

Bagi orang-orang seperti Ade Armando dan Buya Syafii Maarif, tidak penting apakah mereka diakui atau tidak dalam tataran manusia, karena yang berhak menghakimi sejatinya adalah Sang Maha Pencipta.

Mereka malah menggunakan masalah ini sebagai peluang besar untuk menyadarkan orang Minangkabaru supaya jangan mau dikapitalisasi oleh kelompok tertentu demi kepentingan pribadi mereka.

Sejarah Suku Minangkabau penuh dengan para tokoh perjuangan untuk menciptakan persatuan Indonesia. Ada Mohammad Hatta, ada Haji Agus Salim, ada Sutan Syahrir, Tan Malaka, dan banyak lagi. Merekalah yang mengharumkan nama Suku Minangkabau sehingga diperhitungkan di pentas nasional.

Mau membungkam Ade Armando? Silakan mimpi dulu.

*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Baca juga:

Berita terkait
Komentar MUI Sumbar Soal Injil Berbahasa Minang
MUI Sumatera Barat mendukung langkah gubernur yang telah meminta Kominfo menghapus aplikasi Injil berbahasa Minang.
Kasus Ade Armando di Sumbar Tunggu Keterangan Ahli
Pemanggilan pemilik akun Facebook akan dilakukan Polda Sumatera Barat setelah dilakukan pemeriksaan saksi ahli.
Denny Siregar: Gubernur Sumbar dan Injil Berbahasa Minang
Mau ngakak baca berita Gubernur Sumbar Irwan Prayitno surati Menkominfo supaya hapus aplikasi Injil berbahasa Minang. Denny Siregar.
0
David Beckham Refleksikan Perjalanannya Jadi Pahlawan untuk Inggris
David Beckham juga punya tips untuk pesepakbola muda, mengajak mereka untuk menikmati momen sebelum berlalu