Untuk Indonesia

Saat Ade Armando Tersandung Injil Berbahasa Minang

Status saya bukan untuk membangkitkan kemarahan terhadap orang-orang Minang. Tujuan saya bukan merendahkan orang-orang Minang. Ade Armando.
ade Armando. (Foto: Facebook/Ade Armando)

Oleh: Ade Armando*

Saya baru saja dapat kabar bahwa saya tidak lagi dianggap sebagai orang Minang, saya bahkan diusir dari Suku Minang. Status saya sebagai orang Minang sudah dicabut. Yang mencabut itu adalah sebuah Majelis Tinggi Kerapatan Adat Alam Minangkabau, yang menyatakan bahwa saya dan bersama sejumlah nama lainnya yang tidak dinyatakan secara eksplisit itu, tidak lagi diterima sebagai orang Minang.

Saya tidak tahu persisnya kenapa, tapi kalimat dari Irfianda Abidin, Ketua Majelis Tinggi tersebut itu mungkin membantu kita semua untuk memahaminya. Dia bilang, "Orang Minangkabau pasti beragama Islam, jika telah berani menista agama Islam, maka mereka tidak lagi menjiwai ajaran agama Islam. Dan sewajarnya, mereka tidak lagi menggunakan status orang Minang."

Jadi kayaknya saya dan beberapa orang lainnya itu dianggap sebagai orang yang sudah menista agama Islam. Di mana letak penistaannya? Saya tidak terlalu paham. Tapi saya duga, ini ada kaitannya dengan komentar saya terhadap desakan Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, yang pada awal Juni ini menyatakan bahwa dia mendesak Menkominfo menghapus sebuah aplikasi Injil berbahasa Minang dari Google Playstore.

Saya kritik pernyataan Gubernur Sumatera Barat tersebut. Saya bilang itu tidak masuk akal, maka saya katakan di Facebook saya, "Dengan desakan agar ada penghapusan Injil berbahasa Minang tersebut, kok Sumatera Barat jadi provinsi terbelakang seperti ini, sih?" 

Dulu kayaknya banyak orang pintar dari Sumatera Barat, kok sekarang jadi lebih kadrun dari kadrun? Kalau Anda baca, itu saya sebetulnya tidak menghina orang Minang, tapi saya mengomentari desakan Gubernur Irwan Prayitno, bahwa aplikasi Injil itu ditolak masyarakat Sumatera Barat. Kata dia, "Aplikasi Injil berbahasa Minang itu meresahkan masyarakat Sumatera Barat, dan aplikasi Injil itu bertentangan dengan budaya Minang di Sumatera Barat."

Status saya bukan untuk membangkitkan kemarahan terhadap orang-orang Minang. Tujuan saya bukan merendahkan orang-orang Minang.

Buat saya ini menunjukkan keterbelakangan masyarakat Sumatera Barat kalau betul mereka resah dan mereka meminta Injil berbahasa Minang itu dihapus, dihilangkan. Karena seharusnya kalau saya, saya kan orang Minang nih, at least sampai sebelum dipecat ini, saya selalu melihat masyarakat Minangkabau itu sebagai orang-orang yang saya kagumi karena keterbukaan dan intelektualitasnya. Tapi kali ini saya bahas satu per satu ya.

Pertama, soal pemecatan saya sebagai orang Minang. Kedua, tentang orang yang memecat saya, yang namanya Irfianda Abidin. Ketiga, argumen saya bahwa pelarangan tersebut tidak masuk akal. Dan keempat, soal istilah keterbelakangan.

Sekarang saya mulai dari soal saya dipecat sebagai orang Minang. Saya sih tidak terlalu paham, maksudnya dipecat, diusir dari orang Minang itu apa, saya tidak boleh lagi menyebut diri saya orang Minang? Saya tidak boleh lagi makan di rumah makan Minang? Atau apa? Kebetulan sih saya beberapa minggu yang lalu mengisi sensus. Di situ saya menulis, ketika ditanya sukunya apa, ya orang Minang. Anak saya, saya tulis sukunya orang Minang. Jadi kalau sekarang itu tidak boleh ya lain kali di sensus berikutnya saya hilangkanlah kata Minang ini, saya ganti dengan kata lain lah, Indonesia saja, tanpa suku barangkali.

Siapa Irfianda Abidin

Tapi begini, saya ini orang Minang, Suku Minang, tapi saya tidak lahir di Sumatera Barat, saya lahir di Jakarta. Saya ke wilayah Sumatera Barat itu barangkali selama hidup saya cuma tiga kali, itu karena urusan pekerjaan. Saya juga tidak bisa berbicara Minang. Saya mengerti kalau orang Minang berbicara di hadapan saya, tapi kalau disuruh ngomong, salah-salah, jadi mending saya tidak ngomong Minang.

Istri saya bukan orang Minang, tapi dia jauh lebih mencintai Sumatera Barat daripada saya. Maksudnya alamnya indah, dia bilang senang sekali ke Sumatera Barat. Jadi kalau sekarang saya dipecat sebagai orang Minang, lain kali saya tidak lagi menyebut diri saya sebagai orang Minang, di sensus di manapun. Atau saya juga minta anak-anak saya jangan menyebut diri mereka lagi orang Minang. Kita sudah diusir dari Suku Minang.

Tapi, yang kedua adalah, memang apa sih hak orang-orang itu, organisasi itu, atau Irfianda Abidin ini menyatakan bahwa saya tidak boleh lagi disebut sebagai orang Minang. Saya pelajari si Ketua Majelis itu, namanya Irfianda Abidin, kan? Ternyata memang orang ini bermasalah.

Coba lihat CV-nya. Dia pengusaha sebetulnya, tapi dia Ketua Dewan Syuro Majelis Mujahidin Pusat. Majelis Mujahidin itu organisasi yang kalau menurut orang-orang barat itu ekstrimis. Pendirinya kalau tidak salah Abu Bakar Ba'asyir. Kedua, dia Ketua Umum Komite Penegak Syariat Islam di Padang sampai tahun 2019, dan komite ini juga diresmikan Abu Bakar Ba'asyir pada 2007. Jadi, pro-syariah, Mujahidin, dan dia itu Ketua Forum Masyarakat Minang, yang ini menarik, yang memberangkatkan rombongan Sumatera Barat ke Aksi 212, tahun 2016.

Ingat kan waktu anti-Ahok itu? Kan ada rombongan dari Sumatera Barat, ini yang mengirim adalah Abidin. Jadi orang ini memang wajar membenci saya, dia memang anak buah Abu Bakar Ba'asyir, pendukung 212, pendukung syariah, wajar kalau dia tidak suka kepada saya.

Tapi pertanyaan saya kemudian, memang dia layak mewakili masyarakat Minang, masyarakat Sumatera Barat? Kayaknya track record-nya juga tidak bagus-bagus amat. Dia itu caleg tahun 2019 dari Partai Bulan Bintang-nya Yusril. Tapi kalah, tidak lolos. Artinya apa? Bahkan masyarakat Sumatera Barat pun tidak juga dalam jumlah yang cukup banyak yang percaya pada dia untuk mewakili Sumatera Barat di DPR. Poin saya adalah kalau sekarang dia mengatakan orang Minang mengusir Ade Armando dari Suku Minang, memang dia pikir dia itu siapa? Dia mewakili siapa? Memang dia punya otoritas? Pemilihan DPR saja kalah, gitu kan?

Bagaimana bisa dia mewakili masyarakat Sumatera Barat. Berikutnya yang lebih substantif, memang kenapa sih kalau ada Injil berbahasa Minang? Irwan Prayitno itu si Gubernur itu menulis dua alasan. Tadi sudah saya sempat sebut, tapi saya ulang, kenapa ditolak? Pertama karena masyarakat Sumatera Barat resah, kata Prayitno. Kedua, karena Injil bertolak belakang dengan adat dan budaya masyarakat Minang, sementara adat harus berdasar pada syariah. Itu maksudnya apa?

Kenapa Begitu Ketakutan

Kenapa masyarakat Minangkabau harus resah? Apa masalahnya kalau Injil itu diterjemahkan ke dalam bahasa Minang. Injil itu kan sebuah kitab suci, kitab yang isinya kebaikan, bukan tentang dorongan atau ajakan untuk melakukan hal-hal yang buruk, bukan tentang maksiat, bukan sesuatu yang menyesatkan. 

Ini ajaran Kristen, diterjemahkan ke bahasa Minang, masalahnya apa? Isinya tidak ada yang menghina Islam, isinya tidak pernah menghina Nabi Muhammad, isinya tidak ada yang menghina Minangkabau. Jadi, kenapa marah? Kenapa takut dengan Injil berbahasa Minang? 

Dan Injil ini memang selalu diterjemahkan ke bahasa lokal. Ini beda dengan Alquran, kalau Alquran itu selalu ada bahasa Arabnya, kemudian terjemahannya. Kalau Injil kan selalu langsung dalam bahasa lokal. Jadi, kalau ada versi Minang, salahnya di mana? Atau ketakutan ini bagian dari kristenisasi? Bahwa kalau ada aplikasi Injil berbahasa Minang itu akan membuat masyarakat Minang berbondong-bondong pindah agama.

Pertanyaan saya, memang keimanan orang-orang Islam di Minangkabaru itu serendah itu? Begitu gampang ya, seperti tadinya Islam nih, kemudian baca Injil dalam bahasa Minang, lalu pindah. Kok jadi penakut begitu, ya? Pengecut, tidak pede. Kok mereka seperti merasa bahwa ayat-ayat suci umat Islam dari Alquran itu akan hilang dari hati umat Islam ketika mereka membaca Injil.

Takut kalau tadinya percaya pada Alquran kemudian ada Injil, terus pindah ke Injil. Duh? Atau barangkali karena Alquran tidak ada yang dalam Minang, ya? Kalau begitu, ya sudah, bikin terjemahan Alquran dalam bahasa Minang, supaya sama-sama berbahasa Minang.

Dan yang penting itu memang, sebegitu gampangnya ya orang pindah agama? Saya itu muslim dari kecil, saya baca ajaran macam-macam, ada Kristen, saya baca tulisan-tulisan ateis, saya baca tulisan-tulisan yang menghina Islam, menghina Kristen, yang mengajak orang untuk tidak percaya pada agama. Tapi sampai sekarang saya tetap muslim. Saya tetap salat, tetap puasa, berzakat, tetap percaya kepada Allah, pada Nabi Muhammad. Tidak ada perubahan. Kalau kita yakin dengan agama kita, kita tidak usah takut.

Orang Kristen itu dari dulu sudah harus baca, tahu novel Da Vinci Code dari Dan Brown? Itu kan yang mempertanyakan kebenaran ajaran agama Kristen. Dibaca jutaan orang Kristen. Yang pindah berapa? Tidak tahu ada atau tidak bahkan. Tapi tidak. Yang dibaca kan selama bertahun-tahun bacaan tentang Islam lalu tiba-tiba harus baca Injil dalam bahasa Minang, terus kenapa? Terus pindah?

Jadi menurut saya itu memang keterbelakangan, mentalitas orang kalah, ketakutan, minder, dan ini buat saya menyedihkan.

Jejak Budha di Minang

Minang itu dulu dikenal sebgai suku bangsa yang sangat terbuka pada pikiran-pikiran baru, progresif, intelektual Minang itu banyak, ada Bung Hatta, ada Syahrir, ada Tan Malaka, ada Hamka, Muhammad Natsir, Agus Salim, Usmar Ismail, Asrul Sani, Chairil Anwar, Rosihan Anwar, itu orang-orang yang terbuka pikirannya. Kok sekarang jadi terbelakang? 

Dan Irwan Prayitno itu kan juga intelektual. Dia punya latar belakang pendidikan tinggi S3 Psikologi. S1-nya di UI bahkan. Ilmu yang dia pelajari pasti datang dari dunia non-Islam. Tidak mungkin hanya dari dunia Islam, atau hanya sedikit yang datang dari dunia Islam-nya. Jadi dia terbuka pada pikiran-pikiran barat, pada pikiran-pikiran non-Islam. terus dia bilang Injil itu bertentangan dengan adat dan budaya Minang? Lho, memang akar budaya Minang itu apa?

Kita lihat sejarah, ya. Islam itu baru masuk Minang atau Sumatera Barat menjadi Islam itu baru pada abad 15. Sebelum abad 15, selama sekitar seribu tahun, yang dominan di Sumatera Barat adalah agama Budha. Kalau Anda pernah tahu Kerajaan Pagaruyung, walaupun belakangan menjadi kerajaan Islam yang besar, itu aslinya adalah kerajaan Budha. Jadi, kalau kita mau bicara tentang akar budaya Minang, kita juga harus adil, Minang itu Islam atau Budha?

Dan kalaupun sekarang Kristen masuk ke tanah Minang, salahnya di mana? Kalau ada aplikasi Injil berbahasa Minang itu salahnya di mana? Memang Islam dan Kristen itu musuhan? Ya, enggak lah. Ajaran Islam itu kan selalu mengajarkan umat Islam untuk menghormati orang-orang Kristen. Islam dan Kristn itu akar agamanya, akar ajarannya sama. Jadi kita bersaudara. Kenapa pula harus dimusuhi? Nabi Muhammad selalu mengatakan bahwa umat Islam harus menghormati umat Kristen. Jadi bukan musuh.

Kembali ke tadi status saya bukan untuk membangkitkan kemarahan terhadap orang-orang Minang. Tujuan saya bukan merendahkan orang-orang Minang. Tujuan saya justru membangkitkan kembali orang Minang, bukan menghina. Orang Minang jangan menjadi seperti katak dalam tempurung.

Saat ini kalau kita melihat di Indonesia, di Jakarta, sudah banyak atau masih banyak tokoh Minang yang progresif, yang terbuka. Ada Buya Ahmad Syafii Maarif, Azyumardi Azra, Taufik Abdullah, Emil Salim, ada Phillip Vermonte yang lebih muda, Andrinof Chaniago, Jeffrie Geovanie, dan lain-lain. Jadi banyak yang berpikiran progresif seperti itu.

Jadi saya ingin katakan begini, Minangkabau itu pernah punya peran yang sangat menentukan dalam sejarah Indonesia. Tapi kini tanah Minang kesannya terbelakang secara politik, secara ekonomi, secara intelektual, dan penjelasannya saya rasa satu, cara beragama Islam di tanah Minang saat ini mengabaikan akal sehat, sesuatu yang sebenarnya dianugerahkan Tuhan kepada kita semua, akal sehat, kritisisme. Maka kini saatnya masyarakat Minang bangkit kembali bukan dengan kesempitan berpikir, tapi dengan akal sehat. Karena percayalah, dengan akal sehat, Indonesia akan selamat.

*Dosen di Universitas Indonesia

Baca juga:

Berita terkait
Kominfo Sumbar Sebut Injil Berbahasa Minang Dihapus
Dinas Kominfo Sumatera Barat memastikan aplikasi Injil berbahasa Minang telah dihapus.
Pembuat Injil Berbahasa Minang Harus Minta Maaf
Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat meminta pembuat aplikasi Injil berbahasa Minang minta maaf.
Irwan Prayitno, Gubernur Penolak Injil Bahasa Minang
Irwan Prayitno merupakan Gubernur Sumatera Barat dua periode. Dia pernah tiga periode menjadi anggota DPR RI.
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.