Dengan Omnibus Law, Izin Usaha UMKM Enggak Ribet

Omnibus law memberikan banyak keuntungan buat pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), salah satunya soal kemudahan proses perizinan.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki. (Foto: Tagar/ Ronauli Margareth)

Jakarta - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah atau Menkop UKM, Teten Masduki menyebutkan, omnibus law memberikan banyak keuntungan buat pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Salah satu keuntungannya adalah kemudahan proses perizinan.

Menurutnya, dengan adanya omnibus law, pengujuan izin usaha UMKM hanya melalui satu pintu yakni dengan Nomor Induk Berusaha (NIB). "NIB ini untuk semua proses perizinan seperti pengurusan sertifikasi halal," kata Tetan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 18 Februari 2020.

Teten berujar, sebelumnya untuk pendirian usaha UMKM harus dalam bentuk badan hukum perseroan terbatasa (PT). Sekarang untuk mendirikan perusahaan UMKM tidak lagi dalam bentuk perizinan, tapi cukup registrasi dengan NIB tunggal.

Ruang dialog masih terbuka. Kami juga sepakat dengan DPR akan mensosialisasikan RUU Cipta Kerja ke seluruh stakeholder. 

"Masalah jaminan yang menjadi masalah UMKM dalam mengakses pembiayaan, sekarang kegiatan usaha dapat dijadikan jaminan kredit bank," tutur mantan pegiat antikorupsi itu.

Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziah angkat bicara terkait penolakan berbagai pihak terhadap Rancangan Undang-Undang Omnibus Law. Menurutnya, penolakan itu terjadi karena banyak yang belum memahami berbagai keuntungan dari omnibus law.

Tolak Omnibus LawSpanduk penolakan Omnibus Law dipasang di depan gedung DPRD Jawa Tengah di Semarang, Minggu, 9 Februari 2020. (Foto: Tagar/Sigit AF)

Menaker membuka kesempatan berbagai pihak untuk berkomunikasi sehingga dapat memahami isi pasal yang ada dalam RUU Omnibus Law. "Ruang dialog masih terbuka. Kami sudah menyampaikan kepada DPR, kami juga sepakat dengan DPR akan mensosialisasikan RUU tersebut ke seluruh stakeholder," kata Ida di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 17 Februari 2020.

Pekan lalu, pemerintah menyerahkan surat presiden (surpres) dan draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun, draft yang berisi 15 bab dan 174 pasal itu masih menuai perdebatan berbagai pihak karena dianggap hanya mengakomodasi kepentingan pengusaha tanpa memikirkan dampak pada pekerja.

Salah satu yang turut menyuarakan kritik terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja yakni peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira. Menurutnya, ada empat poin yang perlu dikritisi terkait Omnibus Law Cipta Kerja. Pertama, Pasal 88D mengenai kenaikan upah minimum berdasarkan pada pertumbuhan ekonomi daerah yang sebenarnya berbahaya bagi daya beli masyarakat.

"Kalau daerah pertumbuhan ekonominya negatif seperti kita lihat di Papua tahun 2019, maka tahun depan upahnya justru minus. Ekonomi daerah bukan makin membaik tapi justru memburuk karena konsumsi rumah tangga turun," kata Bhima kepada Tagar, Senin, 17 Februari 2020.[]

Baca Juga: 


Berita terkait
KSPI Sebut RUU Cipta Kerja Bakal Sedot Pekerja Asing
KPSI menyebut Omnibus Law RUU Cipta Kerja bakal memicu banyaknya pekerja asing yang masuk ke Indonesia.
Omnibus Law RUU Cipta Kerja Hapus Pesangon
KSPI menyebut Omnibus Law Cipta Kerja bakal menghapus pesangon untuk para pekerja.
6 Poin Kontroversi Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
RUU omnibus law cipta lapangan kerja yang dibanggakan pemerintah ternyata memiliki segudang kelemahan yang dinilai akan merugikan kaum buruh.
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.