6 Poin Kontroversi Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja

RUU omnibus law cipta lapangan kerja yang dibanggakan pemerintah ternyata memiliki segudang kelemahan yang dinilai akan merugikan kaum buruh.
(Foto: Facebook/Omnibus Law).

Jakarta - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan HAM Mahfud MD mengatakan pemerintah sudah merampungkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja pada Senin, 13 Janari 2020. 

RUU ini merupakan salah satu dari omnibus law yang digadang-gadang akan merampingkan sebanyak 79 UU dan 1244 pasal.

Rencana pemerintah untuk merevisi sejumlah Undang-undang melalui omnibus law yang dianggap memperlambat investasi telah memasuki babak baru. Dikatakan Mahfud, draf tersebut dalam waktu dekat akan segera diserahkan ke DPR untuk kemudian dibahas bersama-sama.

Belum lagi ketika pekerja sakit, menjalankan ibadah sesuai kewajiban agamanya, cuti melahirkan, maka upahnya tidak lagi dibayar karena pada saat itu dianggap tidak bekerja.

Namun, belum sampai dibahas untuk disahkan, RUU ini telah mendapat mendapat penolakan dari sejumlah pihak lantaran dianggap akan merugikan para buruh

Puncaknya pada hari yang sama, Senin 13 Januari 2020, ratusan orang yang tergabung dalam Gerakan Buruh untuk Rakyat (Gebrak) menyambangi gedung DPR RI berdemonstrasi menolak RUU Cipta Lapangan Kerja karena menganggap peraturan ini hanya akan merugikan pekerja manufaktur atau non-manufaktur.

Berikut enam hal yang menjadikan omnibus law cipta lapangan kerja dianggap merugikan para kaum buruh.

1. Dihapusnya Upah Minimum

Rencana pemerintah yang bakal mengatur sistem upah per jam secara otomatis akan menghilangkan sistem upah minimum. Hal ini akan menjadi preseden buruk kendati ada pernyataan yang menyebut buruh dengan jam kerja minimal 40 jam sepekan akan mendapat upah seperti biasa. 

Tetapi bagi buruh dengan jam kerja kurang dari 40 jam akan mendapat upah di bawah minimum.

Rencana demikian hanya menjadi akal-akalan pemerintah saja. Sebab, tidak menutup kemungkinan dalam praktiknya pengusaha akan sangat mudah untuk menurunkan jam kerja, sehingga pekerja tidak lagi bekerja 40 jam.

Padahal, pada aturan yang termuat di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sudah dinilai cukup berpihak pada buruh dengan disebutkan tidak boleh ada pekerja yang mendapatkan upah di bawah upah minimum. 

Artinya, jika itu masih dilakukan, sama saja dengan kejahatan. Pengusaha yang membayar upah di bawah upah minimum bisa dipidana.

“Belum lagi ketika pekerja sakit, menjalankan ibadah sesuai kewajiban agamanya, cuti melahirkan, maka upahnya tidak lagi dibayar karena pada saat itu dianggap tidak bekerja,” kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, Selasa, 7 Januari 2020.

2. Tidak Ada Lagi Pesangon

Dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur besaran pesangon maksimal 9 bulan dan dapat dikalikan 2 untuk pemutusan hubungan kerja (PHK) jenis tertentu. Total bisa mendapat 18 bulan upah, bakal dihilangkan.

Tidak hanya itu, juga terdapat penghargaan masa kerja maksimal 10 bulan upah dan penggantian hak minimal 15 persen dari total pesangon dan/atau penghargaan masa kerja. 

Ketentuan tersebut akan dihilangkan jika RUU omnibus law telah disahkan. Pemerintah dinilai memiliki rencana memangkas pesangon menjadi tunjangan PHK sebesar 6 bulan upah.

3. Fleksibilitas Pasar Kerja dan Perluasan Outsourcing

Dalam omnibus law juga bakal ada istilah baru yang akan dimasukkan yaitu fleksibilitas pasar kerja. Pengertian istilah tersebut ialah tidak ada lagi kepastian kerja dan pengangkatan status menjadi karyawan tetap atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).

Secara otomatis hal ini juga akan menjadikan jenis pekerjaan yang bisa di-outsourcing bakal diperluas, tidak lagi 5 jenis pekerjaan seperti yang berlaku saat ini, yakni Cleaning Service, Keamanan, Transportasi, Katering, Pemborongan Pertambangan.

“Masa depan buruh makin tidak jelas. Sudah hubungan kerjanya fleksibel yang artinya mudah kena PHK, tidak ada lagi jaring pengaman upah minimum, dan pesangon dihapus,” kata Iqbal.

4. Ruang Besar untuk TKA Tanpa Skill

Tenaga kerja asing (TKA) tidak berketerampilan (unskill) ditengarai akan mudah masuk ke Indonesia jika merujuk omnibus law. 

Padahal, UU Ketenagakerjaan mengatur jabatan yang boleh ditempati TKA yakni yang membutuhkan keterampilan tertentu yang belum dimiliki pekerja lokal. 

Selain itu juga jangka waktunya dibatasi maksimal 5 tahun dan harus didampingi pekerja lokal untuk transfer of knowledge.

5. Mengancam Hilangnya Jaminan Sosial

Jaminan sosial berupa jaminan hari tua dan jaminan pensiun berpotensi terancam, pasalnya sistem kerja fleksibel membuat pekerja tidak bisa mendapat jaminan hari tua dan jaminan pensiun karena tidak ada kepastian pekerjaan. 

Sistem ini yang membuat pekerja bisa berpindah-pindah kerja setiap tahunnya, karena upah beberapa jam dalam satu hari yang besarannya di bawah upah minimum.

6. Sanksi Pidana Terhadap Pengusaha Pelanggar Terancam Hilang

Sanksi pidana bagi pengusaha yang melanggar atau tidak memenuhi hak buruh dikhawatirkan akan hilang. Sehingga dampak buruknya, pengusaha tidak akan memiliki efek jera atas tindakannya.

Sementara itu, pemerintah telah beberapa kali memberikan berbagai bentuk insentif bagi pengusaha. Namun, hal tersebut tidak pernah terjadi kepada kaum pekerja. []

Berita terkait
Sandiaga Uno Dorong Jokowi Rampungkan Omnibus Law
Pengusaha nasional Sandiaga Uno mendukung keinginan Presiden Joko Widodo merampungkan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
100 Hari Kerja, Jokowi Targetkan Omnibus Law Rampung
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan penyelesaian susunan atau draf Omnibus Law dalam 100 hari kerja, menyoal Cipta Lapangan Kerja-Perpajakan.
Omnibus Law dan Pengaruhnya ke Konsumen
Omnibus Law diharapkan tidak hanya berpihak pada pelaku usaha tapi juga memperhatikan hak-hak dan perlindungan konsumen
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.