Simalungun - Dayok Nabinatur merupakan makanan khas adat suku Simalungun. Dayok adalah ayam dan nabinatur adalah yang diatur atau secara teratur.
"Secara garis besarnya Dayok Nabinatur diartikan, ayam yang dimasak secara teratur," kata Friado Damanik, salah seorang tokoh pemuda suku Simalungun, berdomisili di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara.
Rado sapaan akrabnya menuturkan, Dayok Nabinatur pada awalnya merupakan makanan yang disurdukkan (diberikan) pada raja-raja sejak zaman kerajaan Simalungun.
"Filosofi dari makanan Dayok Nabinatur ini sangat penting, penuh berkat," ucapnya, Senin 25 November 2019 lalu.
"Ayam dalam adat Simalungun, hewan yang istimewa. Karena dahulu ayam hanya diperuntukkan untuk para kaum bangsawan. Ayamnya juga harus dayok mira (ayam jantan merah)," sambungnya.
Ayam jantan itu juga, katanya, ayam yang memiliki jengger bila menjulang ke atas. "Memang itulah yang diwajibkan dahulu, simbol adat keteraturan. Hidup ini harus teratur," tukasnya.
"Oleh karenanya, penyajian daging ayam juga disusun secara teratur di atas talam dan memiliki kesamaan bentuk ayam ketika masih hidup," terangnya.
Dulu untuk agama Kristen dihidangkan pakai darah dan agama Islam dihidangkan tidak pakai darah
Tak hanya jenis ayam jantan, sebut dia, pemasaknya juga harus laki-laki. Namun, semakin berkembangnya zaman perempuan kini sudah bisa menjadi pemasaknya.
Diteruskannya, saat ini Dayok Nabinatur, dihidangkan pada acara-acara adat Simalungun, disajikan kepada tokoh-tokoh masyarakat atau kepala daerah/pejabat Simalungun.
"Acara-acara gereja, anak yang baru dibaptis, memasuki rumah baru, anak yang hendak merantau, bentuk syukuran seperti kita baru mendapatkan pekerjaan baru, atau baru tamat dari sekolah," sebutnya.
Berangkat dari situlah, orang Simalungun kata dia, meyakini makan Dayok Nabinatur hidupnya akan terberkati, akan menerima berkat dan teratur dalam hidupnya.
"Inilah filosofinya," papar pria berusia 37 tahun itu.
Dalam penyampaian Dayok Nabinatur juga, lanjutnya, orangtua atau perwakilan keluarga mengucapkan doa-doa dan umpasa (peribahasa Simalungun). Berisi nasehat-nasehat yang bermanfaat untuk yang terkhusus memakan Dayok Nabinatur.
"Dulu untuk agama Kristen dihidangkan pakai darah dan agama Islam dihidangkan tidak pakai darah dengan bumbu khasnya memakai sikkam (kulit batang daun salam) serta taburan hinasumba (daging halus) di sekeliling daging ayam," tandasnya.
Untuk itu, ia mengajak masyarakat terkhusus kaum milenial untuk tetap menjaga dan mewariskan makanan khas Simalungun.
Sekadar diketahui, Dayok Nabinatur kini sudah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada 27 Oktober 2016. []