Daya Beli Merosot Rp 124,8 Triliun Selama Pandemi

Pemerintah mengklaim daya beli masyarakat turun ratusan triliun selama 1o minggu pandemi Covid-19
Suasana aktivitas jual beli di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Minggu, 14 Juni 2020. (foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso/aww).

Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyebut telah terjadi kemerosotan daya beli masyarakat senilai Rp 124,8 triliun selama masa pandemi Covid-19.

Menteri PPN/Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan asumsi tersebut didapat dari dua sektor usaha yang paling banyak terdampak, yakni manufaktur dan pariwisata. Dalam paparannya, Suharso menyebut terjadi pemangkasan 50 persen jumlah jam kerja dari kondisi normal akibat menurunnya utilitas produksi.

“Perhitungan ini kami kalkulasikan selama 10 minggu, terhitung sejak pekan terakhir Maret 2020 hingga pekan pertama Juni 2020,” ujar dia dalam tayangan video virtual saat menggelar rapat kerja dengan Komisi XI DPR-RI hari ini, Senin, 22 Juni 2020.

Dalam catatannya, pekerja sektor manufaktur yang berjumlah 18,5 juta orang kehilangan 3,7 miliar jam kerja dalam 10 minggu. Besaran tersebut setara dengan Rp 74 triliun penghasilan yang seharusnya diterima oleh masyarakat dengan rata-rata upah Rp 20.000 perjam.

Sedangkan untuk sektor pariwisata yang berjumlah 12,7 juta orang, kemampuan ekonomi yang menguap sekitar Rp 50,8 triliun dari sekitar 2,54 miliar jam kerja yang hilang.

“Jadi masyarakat kita kehilangan daya beli yang sangat besar. UMKM [usaha mikro, kecil, dan menengah] kita tidak mendapatkan pembeli, industri merosot, dan kemudian sektor pariwisata juga tidak bisa berbuat banyak,” tuturnya.

Untuk itu, sambung Suharso, langkah pemerintah melalui Kementerian Keuangan dinilai tepat dalam memberikan bantuan langsung tunai (BLT) maupun bantuan sosial lain guna mempertahankan daya beli masyarakat. Sehingga, sisi produksi dapat tetap terus berjalan karena adanya permintaan (demand) dari masyarakat.

Mengutip data yang dilansir oleh Kementerian Keuangan pada 16 Juni 2020, disebutkan bahwa pemerintah terus mengoptimalkan instrumen fiskal guna mereduksi dampak pandemi pada sektor akar rumput.

Sepanjang Januari hingga Mei 2020 kementerian pimpinan Sri Mulyani itu telah merealisasikan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) sebesar Rp 19,1 triliun, kartu sembako sebesar Rp 17,2 triliun, kartu prakerja sebesar Rp 2,4 triliun. Kemudian, bansos sembako sebesar Rp 1,4 triliun, dan bansos tunai sebesar Rp 11,5 triliun.

Adapun, Realisasi Belanja Pemerintah Pusat hingga 31 Mei 2020 mencapai Rp 537,3 triliun atau lebih tinggi 1,2 persen dari realisasi APBN 2019. Peningkatan kinerja realisasi Belanja Pemerintah Pusat tersebut antara lain dipengaruhi oleh realisasi bantuan sosial yang mencapai Rp 78,85 triliun atau tumbuh 30,71 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2019.

Berita terkait
Bappenas Pastikan Ibu Kota Baru Bebas Banjir
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa memastikan ibu kota bebas banjir.
Daya Beli Bikin Ekonomi RI Bertahan Saat Covid-19
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2020 sebesar 2,97 persen.
Minimarket Ber-Security Potensial Kerek Daya Beli
Usulan Polri untuk melengkapi gerai minimarket dengan tenaga pengamanan (security) berpotensi memperbesar kontribusi ekonomi
0
Serangan ke Suharso Monoarfa Upaya Politik Lemahkan PPP
Ahmad Rijal Ilyas menyebut munculnya serangan yang ditujukan kepada Suharso Manoarfa merupakan upaya politik untuk melemahkan PPP.