Yogyakarta - Komando Distrik Militer (Kodim) 0734 Yogyakarta secara serius mengantisipasi aksi kejahatan jalanan atau klitih. Antisipasi dilakukan sejak dari lingkungan kecil yani RT/RW atau kampung. Bahkan bagi aparat seperti Bintara Pembina Desa (Babinsa) yang secara berulang gagal mendeteksi kejahatan klitih akan dilakukan mutasi keluar Kota Yogyakarta.
Komandan Kodim 0734 Kota Yogyakarta Kolonel Arh Zaenudin mengatakan ada mekanisme evaluasi anggota yang ditugaskan. Kodim sudah meminta para anggotanya ikut mengantisipasi kejahatan klitih.
"Jika gagal sampai berulang, maka bisa dimutasi. Bisa dipindah ke Papua, siap-siap saja," katanya saat menjadi pembicara dalam acara diskusi FGD bertema Mengurai dan Mencari Solusi Pemasalahan Klitih yang dilakukan Geng Palajar di Kota Yogyakarta di Yogyakarta, Kamis 22 Januari 2020.
Menurut Zaenudin ada perubahan makna klitih dari yang zaman dahulu diartikan sekedar main. Namun saat ini istilah klitih ditujukan pada kegiatan main-main tanpa tujuan dan kemudian cenderung membuat keresahan.
"Ada perubahan makna klitih yang awalnya dolan, sekedar ngelayap saja, tapi sekarang jadi sesuatu kegiatan mengarah kepada kejahatan dan menimbulkan keresahan masyarakat," ungkap dia.
Menurut dia, dari mapping perilaku klitih, aksi ini tidak mengenal waktu, lokasinya acak dan cenderung dilakukan dalam kelompok kecil. Sementara sebagian besar saat terjadi tindakan klitih, para pelaku dalam pengaruh minuman beralkohol. "Rata-rata mereka (pelaku klitih) mabuk," ungkapnya.
Jika gagal sampai berulang, maka bisa dimutasi. Bisa dipindah ke Papua, siap-siap saja.
Zaenudin menilai klitih tidak ubahnya seperti teroris yang membuat keresahan masyarakat. Klitih juga melakukan teror, ancaman hingga aksi nyata. Setelah itu, mereka pun merasa senang jika aksinya diunggah di media massa atau media sosial. "Mereka tujuannya membuat resah, sama saja dengan teroris ketika setelah melakukan aksi kemudian diupload biar orang resah," katanya.
Menurutnya motif aksi klitih sulit agak sulit ditebak. Namun dapat dikelompokkan dalam beberapa hal seperti karena faktor balas dendam, menjadi prasyarat anggota masuk geng, ngasah jati diri serta sebagai bentuk tantangan.
"Namun para pelaku klitih ini, sebenarnya tidak punya keberanian berhadapan tanpa tangan kosong. Mereka (pelaku klitih) itu penakut, maka memakai senjata tajam. Kalau berani dia gak pakai senjata tajam," ujarnya.
Sebagai solusi Kodim memberitakan tiga pilar jalan penyelesaian; yakni pembinaan dalam keluarga, optimalkan siskamling di kampung-kampung serta pentingnya patroli dan razia secara masif.
Kepala Kesatua Bangsa Kota Yogyakarta Zenni Lingga mengatakan fenomena klitih tidak terlepas adanya geng-geng pelajar. Di Kota Yogyakarta ini ada 24 geng anak pelajar baik tingkat SMP ata SMA/SMK. "Adapun kasus klitih secara kuantitatif mengalami penurunan, tahun 2018 terjadi 18 kali dan 2019 sebanyak 16 kali," terang dia. []
Baca Juga:
- Saran Sri Sultan HB X Mengatasi Klitih di Yogyakarta
- Keinginan Warga Yogyakarta tentang Klitih
- Puan Maharani dan Sri Sultan Bahas Klitih Yogyakarta