Dampak Penyalahgunaan Narkotika Terhadap Kesehatan

Penyalahgunaan narkotika berdampak buruk terhadap kesehatan dan relasi di sosial dan keluarga, perlu deteksi dini mencegah pemakai jangka panjang
Sebaran penelitian di enam daerah (Foto: PPH Atma Jaya Jakarta)

Jakarta - Dampak penyalahgunaan narkotika terhadap kesehatan diri Individu pemakai dan elemen-elemen dalam relasi sosial budaya dengan pihak-pihak yang berpengaruh dalam kehidupan pribadi pemakai. Penelitian ini dilakukan tahun 2019 oleh Prof Irwanto, PhD, Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya, Jakarta, untuk Puslitdatin-BNN.

Hasil penelitian disosialisasikan melalui lecture series PPH Unika Atma Jaya Jakarta dengan topik “Dampak Penggunaan Napza Pada Kondisi Kesehatan Sistemik” di Unika Atma Jaya Jakarta, 6 Februari 2020. Dalam 5 tahun terakhir data BNN menunjukkan peningkatan kasus penyalahgunaan narkotika yang sangat berarti.

1. Pemakai narkotika terganggu relasinya dengan teman, keluarga, masyarakat dan negara

Pada skala nasional, diperkirakan ada sekitar 3,7 – 4 juta pengguna narkotika di Indonesia. Penyalahgunaan narkotika tidak bisa terlepas dari pengalaman yang paling akrab dengan keseharian seseorang sebagai individu dalam masyarakat. Misalnya, relasi sosial-budayanya dengan pihak-pihak yang berpengaruh dalam kehidupan pribadi pengguna narkotika.

Penelitian dimaksudkan untuk memahami dampak penyalahgunaan narkotika terkait dengan perjalanan hidup pengguna secara fisik, mental-psikologis dan sosial. Selain itu juga hasil penelitian untuk memahami dampak dari situasi yang dihadapi oleh seseorang yang sedang memakai narkotika terkait dengan relasinya dengan teman, keluarga, masyarakat dan negara. Juga memahami faktor-faktor non fisik dan biologis tentang tingkat keparahan dampak penyalahgunaan untuk pemulihan.

bb narkobaNarkkoba yang berhasil diamankan oleh Bea dan Cuka Bandara Soekarno Hatta. (Foto: Tagar/Selly Loamena)

Yang dijadikan responden adalah peserta rehab (rehabilitasi) di 6 kota dalam tahun 2017-2019 sebanyak (N) 4.203 orang. Dari jumlah ini dipilih secara random 600 peserta rehab sebagai responden. Responden yang langsung dipilih adalah pemakai perempuan dan putaw (heroin). “Sangat sedikit pengguna narkotika perempuan yang masuk ke tempat rehabilitasi,” kata Prof Irwanto. Ini merupakan fenomena karena pemakai narkotika perempuan diperkirakan sama jumlahnya dengan laki-laki karena banyak pengguna narkotika sebagai pasangan suami-istri atau pasangan lain.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan jumlah perempuan pengguna narkotika sedikit yang masuk ke pusat rehabilitasi, misalnya, tidak bisa meninggalkan anak, ada juga yang diperas untuk mendapatkan uang, dll. Tapi, seorang aktivis rehabilitasi di Bogor, Jabar, Joyce Djaelani Gordon, mengatakan bahwa perempuan pengguna narkotika rata-rata mengidap ‘penyakit kelamin’ (infeksi menular seksual/IMS, seperti kencing nanah/GO, raja singa/sifilis, dll.) sehingga keluarga malu membawa anak perempuan ke tempat rehabilitasi.

Penelitian Prof Irwanto dilakukan di: (1) Sumatera Utara (Sumut) dengan 55 responden, (2) Kepulauan Riau (Kepri) dengan 80 responden, (3) Lampung dengan 57 responden, (4) Kalimantan Timur (Kaltim) dengan 95 responden, (5) Jawa Barat (Jabar) dengan 215 responden, dan Sulawesi Selatan (Sulsel) dengan 100 responden.

2. Cara penggunaan zat yang paling banyak melalui cara dirokok

Ciri-ciri demografi dari responden pengguna narkotika, yaitu: umur di bawah 30 tahun sebanyak 388 (64,5%), belum menikah sebanyak 328 (54,5%), pendidikan SMA-PT ada 419 (69,6%), tinggal dengan orang tua ada 406 (67,4%). Laki-laki 565 (93,3%) dan perempuan 37 (6,2%).

Dari hasil penelitian ditemukan pengguna narkotika yang memakai lebih dari satu jenis narkotika (polydrugs). Yang memakai tiga jenis ada 25,7%, sedangkan yang memakai lebih dari lima jenis di atas 17,6%. Sedangkan berdasarkan usia, yang berumur 30-39 tahun 75,3% memakai 2-5 jenis zat, umur 40-49 tahun memakai 2-5 jenis zat 60,4%.

Berdasarkan tingkat pendidikan, pengguna pada tingkat pendidikan SMP/MTs sederajat 64,8% memakai 2-5 jenis zat, yang berpendidikan SMA/MA sederajat 68,1% memakai 2-5 jenis zat. Analisis Prof Irwanto menunjukkan semakin dewasa pengguna narkotika kian banyak jenis zat yang disalahgunakan. Hal yang sama juga terjadi berdasarkan tingkat pendidikan, semakin tinggi pendidikan kian banyak jenis zat yang disalahgunakan.

Ada 10 jenis zat yang sering disalahgunakan responden. Sabu (crystal methamphetamin) pernah dipakai oleh 93,2% responden. Ganja (cannabis) 68,4%. Jenis ATS lain (ecstacy/MDMA) 53,2%. Paling jarang adalah putaw (heroin) 11,3%.

Usia pertama kali memakai narkotika menunjukan yang paling muda umur 14,6 tahun yaitu pemakai Aica, lem Cap Kambing, bensin, thiner, etil, spirtus, dan spidol. Sedangkan pemakai ganja (cannabis, cimeng, mariyuana, gele, daun) rata-rata pada umur 16,8 tahun. Sedangkan pemakai Metadon (bukan dari resep dokter) ada pada usia paling tinggi yaitu 26,31 tahun.

Sedangkan cara penggunaan zat yang paling banyak melalui cara dirokok 64,3%, ditelan 51%, dihirup 39,4%, disuntik 5,1%. Yang dirokok 93.3% adalah ganja. Sedangkan pemakai disuntik 66.8% pemakai Petidin.

Dampak jangka panjang penyalahgunaan narkotika yang paling banyak adalah gangguan kejiwaan sebesar 13,1%, penyakit menular seksual (seperti sifilis, kencing nanah, dll.) 6,8%, hepatitis C 5,8%, TBC 3%, dan HIV/AIDS 2,7%. Dampak ke infeksi mulut sebanyak 59,5% dan infeksi pernapasan 52,8%. Ada juga sakit kepala/sakit kepala hebat 73,4% dan gangguan gigi 63,1%.

Sedangkan dampak terhadap kesehatan mental penyalahgunaan narkotika jangka panjang mengakibatkan takut, cemas dan panik sebesar 86,4%, dikucilkan dan paranoid 80%, depresi dan putus asa 58%, serta ingin bunuh diri 22,3%.

Ada juga dampak penyalahgunaan narkotika agar berani 75,5%, seks tanpa kondom 75,1%, mabuk mengemudi 73,6% dan untuk melawan hukum 45,8%.

3. Zat yang paling banyak disalahgunakan justru zat-zat yang beredar bebas di pasar

Berdasarkan status perkawinan ternyata seks tanpa kondom yang dilakukan penyalahguna narkoba mencapai 79,1% sedangkan duda/janda mencapai 82,4%, dan yang belum menikah 71%. Sedangkan memakai narkoba untuk tujuan seks pada dua/janda mencapai 73,5%, menikah 65,5% dan belum menikah 59,2%.

Dampak terhadap kegiatan sekolah dan kuliah pemakai narkotika bolos atau malas sekolah/kuliah 56%, prestasi akademik turun 53,2%, mengganggu hubungan dengan teman dekat 39,9%, mengganggu hubungan dengan guru atau dosen 33,6%, dan dikeluarkan dari sekolah 22,1%.

Pemakaian narkotika jangka panjang juga berpengaruh pada relasi di lingkungan, yaitu: tidak ikut kegiatan lingkungan 74,6%, digosipkan negatif 73,6%, dicurigai oleh orang sekitar 72,1%, tidak dihargai/tidak dilibatkan 45%, musuh bersama masyarakat 23,4%, dan dilaporkan ke pihak keamanan 22,1%.

Lama penyalahgunaan narkotika dan berurusan dengan aparat keamanan, yaitu: lebih dari 5 tahun 70,3%, 2- 5 tahun 23,3%, dan di bawah 2 tahun 6,4%.

Terkait dengan alasan pemulihan atau rehabilitasi penelitian menunjukkan 47,7% karena dorongan keluarga, dorongan pribadi 30,1%, dan proses hukum 9,3%. Yang mendukung pemulihan kakak dan adik 86,3%, ortu marah tetapi dukung pemulihan 86,2%, pasangan setia 53,3%, dan ortu tiba-tiba bersatu mendukung 44,5%. Sedangkan di lingkungan sekolah, kampus dan kantor dukungan datang dari teman kerja sekantor 53,7%, dukungan manajemen 26,9% dan dukungan guru/dosen 15,6%.

Penelitian ini menunjukkan masalah narkotika di Indonesia terkait dengan polydrugs use atau pemakain zat lebih dari satu jenis. Pemakaian dengan cara-cara yang berisiko dan cenderung pemakaian jangka panjang. Yang paling banyak disalahgunakan pemakai narkoba justru zat-zat yang beredar bebas di pasar di luar kendali UU Narkotika yang bisa dibeli tanpa resep dokter.

Prof Irwanto menjelaskan untuk implikasi kebijakan masa depan yaitu kerjasama antara sekolah, orang tua, teman, profesi kedokteran dan pihak yang berwajib untuk melakukan deteksi dini penyalahguna narkotika. Langkah ini untuk mencegah pemakaian kronis (jangka panjang) dan risiko-risiko terkait dengan penyalahgunaan dan risiko terhadap kesehatan.

“Deteksi dini harus non-punitif (tidak dengan tindakan polisional, seperti kriminalisasi, pemenjaraan, dan stigma-pen.) dengan titik berat lebih ke arah edukasi,” kata Prof Irwanto dengan penuh harap. []

Berita terkait
Lima Pengaruh Narkoba Sabu Merusak Wajah
Narkoba jenis sabu memiliki beberapa efek yang terlihat pada kulit, khususnya pada wajah. Berikut Tagar ulas efeknya.
0
Kapolri: Sinergitas TNI-Polri Harga Mati Wujudkan Indonesia Emas 2045
Kapolri menekankan penguatan sinergitas TNI-Polri menjadi salah satu kunci utama dalam menyukseskan dan mewujudkan visi Indonesia Emas.