Jakarta - Kepada Tagar, Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk. Irfan Setiaputra bertutur bagaimana dia harus berpikir keras untuk menyelamatkan maskapai kebanggan negeri dari hantaman pandemi Covid-19. Dalam sebuah teleconference, Irfan membeberkan kondisi terkini Garuda.
Kata dia, perseroan sudah dipastikan kehilangan empat pendapatan tradisional yang selama ini jadi lumbung pemasukan. Pertama, Garuda Indonesia sudah kehilangan momentum meraih pemasukan lewat agenda libur tengah tahun yang sama sekali tidak terjadi kali ini.
Kedua, airlines dengan kode saham GIAA tersebut dipastikan tidak bisa memperoleh cuan akibat peniadaan keberangkatan haji 2020. Padahal, sektor ini menjadi katalisator utama yang sangat berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.
“Haji ini mampu menyumbangkan pendapatan kami plus-minus 10 persen,” kata Irfan, Jumat, 12 Juni 2020.
Masih terkait perjalanan religi, bos Garuda yang baru menjabat pada Januari 2020 lalu itu juga merasa prihatin dengan ketidakjelasan nasib jemaah umrah yang tidak sedikit memberi sumbangsih dalam mengerek pendapatan. Meski demikian, Irfan cukup memaklumi kendala tersebut mengingat pihak Kerajaan Arab Saudi sendiri masih belum memberikan sinyal pembukaan kembali ibadah haji maupun umrah.
“Tahun lalu kami memberangkatkan sekitar 110.000 jemaah haji Indonesia. Sedangkan umrah sendiri sekitar 400.000 jemaah,” tuturnya.
Opportunity ketiga Garuda yang pupus adalah kesempatan melayani masyarakat untuk mudik maupun pulang kampung. Kali ini, lagi-lagi maskapai bertipe full service airlines itu harus rela kehilangan pemasukan guna mendukung arahan pemerintah soal pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
“Yang keempat ini adalah libur akhir tahun. Biasanya kan masyarakat pada akhir tahun senang berlibur ke luar negeri untuk melihat salju, ini demand-nya juga tinggi. Termasuk saya, biar jadi dirut tapi suka juga lihat salju, ndesonya tidak bisa hilang,”ucap Irfan dengan nada gurau.
Sebagai informasi, pada sepanjang 2019 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam industri aviasi itu tercatat telah mengangkut penumpang lebih dari 31,9 juta orang dengan tingkat okupansi rata-rata sekitar 74,28 persen. Sementara dari sisi bisnis pengangkutan barang, Garuda Indonesia membukukan kargo sebesar 335.000 ton.
Adapun, dalam laporan keuangan 2019, Garuda Indonesia mengklaim berhasil meraih laba bersih US$ 6,99 juta. Capaian tersebut cukup kontras dengan bukuan 2018 yang diketahui rugi hingga US$ 231 juta.
“Kelenger kami tahun ini,” tutup dia.
Baca juga :
- Swiss dan Ambisi Jadi Raja Fintech Global
- KAI Proyeksi Pengguna KRL Membludak Pekan Depan
- Pemerintah Tetapkan Kupon ORI017 Sebesar 6,40 Persen