Jakarta - Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk. memastikan keputusan yang dibuat oleh manajemen terkait dengan sektor ketenagakerjaan di tubuh perseroan telah mempertimbangkan seluruh aspek kemungkinan.
“Dari pertama kasus ini muncul [pandemi] dan merembet hingga persoalan SDM, saya sudah bilang sejak awal bahwa PHK [pemutusan hubungan kerja] adalah pilihan terakhir,” ujarnya dalam teleconference khusus dengan Tagar, Jumat, 12 Juni 2020.
Irfan menjelaskan, sebelum opsi PHK diambil, manajemen sudah mengeluarkan sejumlah kebijakan strategis guna mengurangi tekanan terhadap perusahaan. Seperti diantaranya pada April lalu, maskapai nasional tersebut membenarkan telah menempuh kebijakan penundaan gaji 25.000 karyawan dan pekerja yang terafiliasi dengan bisnis perseroan.
Adapun, penundaan berupa penangguhan pembayaran gaji sebesar 50 persen diberlakukan bagi direksi dan komisaris, 30 persen untuk vice president, captain, first officer, flight service manager, dan 25 persen untuk senior manager. Lalu, 20 persen bagi flight attendant, expert, manager, 15 persen untuk duty manager dan supervisor serta 10 persen untuk staff, analyst, officer, siswa 10 persen.
“Kemudian yang PKWT [pekerja waktu tertentu] yang habis kontraknya tidak kita perpanjang, tetapi kami juga sayang juga karena mereka sebenarnya adalah aset perusahaan. Lalu kita tawarkan dirumahkan saja, ada yang menerima ada juga yang tidak,” ucap dia.
Meskipun tengah mengalami kondisi sulit, Irfan memastikan Garuda Indonesia akan menjalankan kewajiban sesuai dengan perjanjian kerja bersama (PKB) dan memenuhi hak karyawan.
“Saya selalu mengatakan kepada manajemen terkait tindakan yang berkenaan dengan karyawan, jangan zalim. Kita harus penuhi semua hak-haknya, karena bagaimanapun saya juga dulu pernah jadi karyawan,” jelas Irfan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tagar, Garuda Indonesia telah melakukan proses merumahkan 800 karyawan dengan status tenaga kerja kontrak. Selain itu, Badan Usaha Milik Negara itu juga mempercepat kontrak kerja terhadap 135 pilot.
Adapun, proses pembebastugasan 800 karyawan kontrak tersebut telah dimulai sejak 14 Mei 2020 lalu dan direncanakan bakal berlangsung selama tiga bulan ke depan atau sekitar pertengahan Juli 2020. Meski demikian, perseroan terus melakukan upaya pengkajian kebijakan secara berkala, termasuk kemungkinan mengubah keputusan strategis tersebut dengan mengacu pada kondisi keuangan.
Baca juga:
- Serikat Pekerja Nilai Semen Indonesia Abai Kewajiban
- Pemerintah Tetapkan Kupon ORI017 Sebesar 6,40 Persen
- Siasat Menperin Jaring Perusahaan AS yang Relokasi