Corona, Pemerintah Berikan Insentif Fiskal Rp 22,9 T

Pemerintah bergerak cepat memberikan stimulus lanjutan pada sektor perekonomian guna menangkal ekses negatif virus corona.
Calon pengguna transportasi umum mengenakan masker saat melintasi kawasan Terowongan Kendal, Jakarta, Kamis, 12 Maret 2020. (Foto: Antara/Wahyu Putro A)

Jakarta - Pemerintah bergerak cepat memberikan stimulus lanjutan pada sektor perekonomian guna menangkal ekses negatif virus corona (COVID-19), seusai ditetapkan sebagai pandemi oleh organisasi kesehatan dunia World Health Organization (WHO), Rabu, 11 Maret 2020.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pihaknya merilis empat insentif dalam stimulus jilid II ini. Pertama adalah terkait relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21).

Ia menyebut relaksasi diberikan melalui skema pajak Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 100 persen atas penghasilan dari pekerja dengan besaran sampai dengan Rp 200 juta pada sektor industri pengolahan.

“Pajak DTP 100 persen ini ditanggung selama enam bulan bagi para pekerja di sektor manufaktur,” ujarnya di Kompleks Kementerian Keuangan Jakarta, Jumat, 13 Maret 2020.

Baca juga: Imbas Corona, Tepatkah Pemerintah Tanggung PPh 21?

Menurut dia upaya relaksasi fiskal dimaksudkan agar daya beli masyarakat dapat terus terjaga guna mempertahankan momentum pertumbuhan. Insentif PPh DTP ini rencananya akan mulai diberlakukan pada periode April 2020 hingga September 2020.

Diperkirakan, stimulus lanjutan ini bakal kembali membebani struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. Sri Mulyani memproyeksi besaran yang ditanggung pemerintah melalui pelonggaran fiskal PPh 21 ini mencapai Rp 8,6 triliun.

"Diharapkan para pekerja di sektor industri pengolahan tersebut mendapatkan tambahan penghasilan untuk mempertahankan daya beli," kata dia.

Stimulus kedua adalah terkait relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor (PPh Pasal 22 Impor). Skema ini rencananya menyasar 19 sektor tertentu diberikan selama enam bulan terhitung mulai bulan April hingga September 2020 dengan total perkiraan pembebasan sebesar Rp 8,15 triliun.

"Kebijakan ini ditempuh sebagai upaya memberikan ruang cashflow bagi industri sebagai kompensasi switching cost (biaya sehubungan perubahan negara asal impor)," ucapnya.

Ketiga, relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) melalui skema pengurangan sebesar 30 persen dengan total perkiraan pengurangan sebesar Rp 4,2 triliun.

Sebagaimana halnya relaksasi PPh Pasal 22 Impor, melalui kebijakan ini diharapkan industri memperoleh ruang cashflow sebagai kompensasi switching cost (biaya sehubungan perubahan negara asal impor dan negara tujuan ekspor).

Selain itu, dengan upaya mengubah negara tujuan ekspor, diharapkan akan terjadi peningkatan ekspor.

Keempat, relaksasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan total perkiraan besaran restitusi sebesar Rp 1,97 triliun. Tidak ada batasan nilai restitusi PPN khusus bagi para eksportir, sementara bagi para non-eksportir besaran nilai restitusi PPN ditetapkan paling banyak Rp5 miliar.

"Dengan adanya percepatan restitusi, Wajib Pajak dapat lebih optimal menjaga likuiditasnya," tutur dia. []

Berita terkait
Sri Mulyani Ingatkan Pejabat Tak Panik Hadapi Corona
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pejabat dan pegawai di Kemenkeu tidak ikut-ikutan panik hadapi virus corona.
Faisal Basri Kritik Pemerintah yang Tanggung PPh 21
Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri mengkritik keputusan pemerintah menanggung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.
Insentif Pariwisata 443 M Baiknya untuk Cegah Corona
Anggota Komisi IX DPR M Nabil sebut Insentif pariwisata Rp 443,39 miliar sebaiknya dialihkan ke pos yang membutuhkan yaitu pelayanan kesehatan.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.