Cerita Rakyat Nini Randa dari Kalimantan Selatan

Kambang barenteng merupakan hiasan berbahan bunga legenda Nini Randa dari Kerajaan Banjar di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
Perajin kambang barenteng berdagang di Kalimantan Selatan pada Jumat, 27 September 2019. (Foto: Tagar/Mohammad Apriani).

Martapura - Tidak hanya sekadar digunakan untuk hiasan saja. Kambang barenteng yang kerap terpajang ketika ada gelaran acara sakral keagamaan dan budaya di Kalimantan Selatan (Kalsel) ternyata juga menyimpan kisah yang menarik untuk digali, karena berbalut mistis menyoal asal muasalnya.

Kambang baranteng merupakan hiasan berbahan bunga mawar, bunga melati, bunga kenanga, dan bunga kertas, yang kemudian diolah lalu dibentuk secara manual menggunakan tangan manusia, hingga menghasilkan hasil karya seni bernilai ekonomis. Bentuknya bervariasi, tergantung keahlian dan selera pembuatnya.

Kambang barenteng adalah kerajinan khas Kota Martapura di Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Tidak hanya pengrajinnya saja, tetapi asal bunganya pun berasal dari daerah setempat. Ada juga segelintir kalangan yang menjadikannya sebagai buah tangan. 

Nini Randa yang Melegenda

Kambang barenteng di Kalimantan SelatanKambang barenteng di Kalimantan Selatan pada Jumat, 27 September 2019. (Foto: Tagar/Mohammad Apriani).

Namun di balik itu semua terdapat legenda tentang sejarah dan asal-usul kisah kambang barenteng yang hingga kini menjadi bagian dari kebudayaan Banjar, sejak ratusan tahun lalu.

Konon, legenda berawal dari kehidupan para perajin bunga atau dalam bahasa Banjar disebut parentengan. Mereka berjualan di kawasan Desa Bincau, Kecamatan Martapura.

Para perajin kambang barenteng atau parentengan yang tergolong senior di sana, sangat mengetahui seluk beluk legenda ini.

Pertanda didatangi arwah Nini Randa. Wujudnya seperti nenek bungkuk, tapi tidak pernah mengganggu.

Anang Sarpini, petani bunga melati di Desa Bincau menuturkan, dahulu kala ada seorang putri dari Kerajaan Banjar bernama Nini Randa. 

Karena ditimpa masalah, wanita itu terusir dari kerajaan dan memilih hidup menyendiri di dalam hutan.

Lokasi yang ditinggali Nini Randa amat luas, ditumbuhi berbagai jenis bunga melati, mawar, kenanga dan kambang kertas yang kemudian semuanya disebut pengambangan.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Nini Randa mulai merangkai bunga-bunga tersebut, lalu hasil kerajinannya dijual ke para bangsawan.

Menurut Anang, lokasi kerajaan berada di masjid Sabilal Muhtadin di Kota Banjarmasin. "Posisinya tidak jauh dari sungai Martapura," ucapnya kepada Tagar, Jumat, 27 September 2019.

Nini Randa, kata dia, kerap terlihat berdagang menggunakan jukung atau perahu sampan di dekat Kerajaan Banjar. Rangkaian bunga atau kambang barentengnya yang dia bawa, diminati dan banyak diminati, bahkan dibeli para bangsawan.

Peran kaum bangsawan ternyata besar, karena hal tersebut kambang barenteng lama kelamaan kerap dipakai dalam berbagai upacara hingga menjadi membudaya, lantas ditiru proletariat zaman Kerajaan Banjar.

Menanamkan Keabadian Bagi Masyarakat

Perajin kambang barenteng berdagang di Kalimantan SelatanPerajin kambang barenteng berdagang di Kalimantan Selatan pada Jumat, 27 September 2019. (Foto: Tagar/Mohammad Apriani).

Awalnya, Nini Randa hidup menyendiri di dalam hutan, kemudian perlahan dia berkeluarga hingga memiliki keturunan. Lalu mengajarkan kemahirannya merangkai bunga kepada keturunannya.

Hingga saat ini, para perajin kambang barenteng di Martapura yang diyakini adalah para keturunan Nini Randa, tetap berupaya melestarikan kebudayaan yang diturunkan leluhurnya.

Sepeninggalan Nini Randa, ada sepenggal cerita mistis yang tumbuh di kalangan para perajin kambang barenteng di Desa Bincau.

Menurut Anang, pada waktu-waktu tertentu, ada warga yang dapat menyaksikan arwah Nini Randa datang dan menampakkan diri. Namun, warga tidak merasa takut dengan hal itu.

Di Desa Bincau rata-rata berprofesi sebagai perajin kambang barenteng secara turun temurun.

“Biasanya mereka yang mencium wangi bunga ketika senja atau magrib pertanda didatangi arwah Nini Randa. Katanya, wujudnya seperti nenek bungkuk, tapi tidak pernah mengganggu. Mungkin hanya menjenguk anak cucu keturunannya,” tutur Anang.

Namun sayangnya, menurut pria berkulit sawo matang ini, generasi perajin kambang barenteng atau parentengan yang sekarang sudah tidak begitu akrab dengan kisah ini.

“Mereka yang tahu tentang ini hanya kalangan terdahulu, kalangan anak muda sekarang sudah tidak mengenal legenda ini,” kata dia.

Anang coba mengenang kembali. Sewaktu dia kecil, cerita Nini Randa sering didongengkan ibunya, semata agar generasi berikutnya mengetahui asal usul budaya merangkai bunga atau kambang barenteng khas Banjar ini.

“Makanya, di Desa Bincau rata-rata berprofesi sebagai perajin kambang barenteng secara turun temurun,” tuturnya.

Dari dulu hingga sekarang, lanjutnya, para penjual kambang barenteng banyak dijumpai di pasar tradisional dan pinggiran jalan daerah Martapura dari pagi hingga sore hari. Yang dijual jenisnya beragam, ada yang berupa rentengan, dan ada pula yang curah.

Salah satu penjual kambang barenteng di pinggir Jalan Sukaramai Martapura, Aslam, menuturkan jika kambang barenteng selain digunakan untuk acara upacara keagamaan dan budaya, juga bisa dijadikan sebagai suvenir untuk oleh-oleh.

“Kadang ada saja turis asing yang tertarik untuk membeli, namun kekurangannya karena bahannya dari bunga segar sehingga tidak bertahan lama, satu hari saja sudah layu,” tutur dia. []

Berita terkait
Napas Pendulang Intan di Kalimantan Sejak Era Soekarno
Martapura di Kalimantan Selatan, kota pendulang intan, bahkan pasarnya terbesar se-Asia Tenggara. Hingga kini pendulang galuh masih mengais rezeki.
Detik-detik Kapal Pieces Meledak di Kalimantan Selatan
Mereka yang selamat dari tenggelamnya Kapal Pieces di Kalimantan Selatan, menceritakan detik-detik kapal tersebut terbakar dan meledak.
1 Kabupaten di Kalimantan, 800 Hektare Hutan Terbakar
Sedikitnya 800 hektare hutan dan lahan di satu Kabupaten di Kalimantan Tengah (Kalteng) hangus terbakar.
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.