Cerita Mahasiswa UGM Korban Kekerasan saat Demo di Malioboro

Akhfa Rahman Nabiel, salah satu mahasiswa UGM, mengungkap kekerasan aparat keamanan saat demo tolak Omnibus Law di Malioboro berujung ricuh.
Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Akhfa Rahman Nabiel jadi korban kekerasan aparat keamanan saat pecah kerusuhan tolak Omnibus Law di kawasan Malioboro, Kamis 8 Oktober 2020. (Foto: Tagar/Humas UGM)

Yogyakarta - Akhfa Rahman Nabiel, 20 tahun, mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara, Kalasan, Sleman. Dia jadi korban kekerasan, yang diduga aparat kepolisian, saat demo tolak Omnibus Law yang berakhir ricuh di kawasan Malioboro, Kamis, 8 Oktober 2020.  

Mata mahasiswa Fakultas Filsafat UGM angkatan 2017 menatap sayu ke sejumlah orang yang menjenguknya, Jumat malam, 9 Oktober 2020. Selang infus masih terpasang di tangan, pun demikian dengan selang yang mengalirkan oksigen ke hidungnya.    

Terbata, Nabiel mengaku masih merasakan sesak nafas usai bertubi-tubi kena tendangan tendangan aparat. Wajahnya lebam, disebutnya akibat kena pukulan para aparat saat diinterogasi di salah satu ruang di gedung DPRD DIY, kawasan Malioboro.

Ia pun lantas menceritakan nasib nahas yang diterimanya dua hari lalu itu. Sebenarnya, Nabiel datang terlambat saat rekan-rekannya sudah berjalan kaki dari Bunderan UGM menuju Malioboro. Bergegas menyusul pakai sepeda motor, ia membawa dua kardus air mineral untuk dibagikan ke pedemo lain. 

Nabiel lantas memarkir kendaraannya di area parkir Abu Bakar Ali. Selanjutnya bergabung dengan kelompok mahasiswa UGM lain sembari membagikan air mineral.

Kepala dan muka saya beberapa kali dipukul, sampai gagang kacamata saya patah.

Bersama iringan mahasiswa dan peserta demo lainnya, Nabiel berada di posisi paling depan. Tidak lama kemudian, ketika berada di depan pintu masuk kompleks DPRD, katanya, demo ricuh. Sejumlah aparat keamanan terprovokasi oleh ulah demonstran yang menurut Nabiel dilakukan para remaja.

“Empat personil diganggu massa, saya yakin anak SMA atau SMK. Satu personil terprovokasi, kebetulan posisi saya pas di belakang personil itu. Mulai bentrok dan ricuh, saya ikut mundur bersama polisi, saya masuk ke aula DPRD,” katanya.

Berlindung di ruang tersebut, lanjut Nabiel, tidak lama ia didatangi salah seorang aparat berseragam. Petugas itu mulai menginterogasi dirinya. Selanjutnya bersama demonstran lain yang tertangkap dibawa ke lantai atas gedung DPRD.  

Dan demo tolak UU Cilaka akhirnya benar-benar membuatnya celaka. Di sela pertanyaan-pertanyaan bernada membentak, Nabiel dihajar habis-habisan. Pukulan petugas mendarat berkali-kali ke arah kepala dan tubuh gempalnya. 

“Kepala dan muka saya beberapa kali dipukul, sampai gagang kacamata saya patah,” ujarnya.

Menurut Nabiel, ia diminta mengaku sebagai provokator dalam demo tersebut. Ini setelah petugas melihat isi pesan percakapan soal demo dari ponselnya. Padahal isi percakapan tersebut hanya candaan dengan teman mahasiswi UGM lainnya terkait rencana liputan demo di Malioboro.

“Mereka anggap chat saya dengan mahasiswi ini untuk provokasi demo gedung DPRD jadi ricuh,” sebut dia.

Baca juga: 

Karena memang tidak ada niat untuk provokasi kericuhan unjuk rasa, Nabiel bersikukuh tak mau mengakui. Alhasil, ia terus mendapat pukulan. 

Jelang senja Nabiel diminta jalan jongkok dari lantai tiga gedung DPRD menuju mobil bak terbuka. Kemudian bersama pedemo lain dibawa ke kantor polisi yang seingatnya adalah Mapolresta Yogyakarta.

Di tempat itu, kondisi fisil Nabiel benar-benar lemas dan merasa tak lagi mampu berjalan. Nyaris kehilangan kesadaran, ia dipapah oleh petugas kepolisian untuk mendapat pertolongan. Bantuan oksigen diberikan dan mahasiswa ini langsung dibawa ke rumah sakit. 

Nabiel bersyukur masih bisa selamat dari kerusuhan demo yang berujung kekerasan pada dirinya. Ia merasa kembali bersemangat setelah kawan-kawan dan dosen, termasuk Direktur Kemahasiswaan UGM, Suharyadi, datang menjenguknya. 

“Saya diminta tetap semangat, tetap pikir positif. Saya ingin masalah ini cepat selesai dan bisa kuliah kembali,” pungkas dia. []

Berita terkait
Seorang Pedemo di Malioboro yang Ditangkap Reaktif
Sebanyak 95 pedemo yang ditangkap polisi. Seorang demontran dinyatakan reakif setelah menjalani rapid test.
Kata Orang Tua yang Anaknya Ditangkap Saat Aksi di Malioboro
Puluhan peserta aksi ditangkap saat demo yang berlangsung anarkis di Malioboro Yogyakarta. Berikut kata orang tua yang anaknya ditangkap polisi.
Jumlah Pedemo di Malioboro yang Ditangkap dan Kesalahannya
Polresta Yogyakarta menangkap puluhan peserta aksi rusuh di Malioboro. Berikut alasan mereka ditangkap pihak berwajib.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.