Cerita Istri Gus Dur dan Pemulung di Kolong Jembatan

Sinta Nuriyah, isti almarhum Gus Dur dianugerahi Doktor Honoris Causa UIN Sunan Kalijaga. Di sana Sinta bercerita tentang sahur keliling.
Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid (tenga) usai menerima penganugrahan gelar Doktor Honoris Causa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta pada Rabu 18 Desember 2019.(Foto: Tagar/Hidayat)

Sleman - Sinta Nuriyah dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta pada Rabu 18 Desember 2019. Dalam pidato ilmiahnya di hadapan rapat senat terbuka, istri dari Presiden RI ke-4  Abdurrahman Wahid  atau Gus Dur itu bercerita banyak hal tentang sahur keliling.

Sinta mengatakan sahur keliling merupakan sarana mencapai ketakwaan dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Kegiatan itu sudah dilakukannya selama 19 tahun terakhir. 

Perempuan kelahiran Jombang 8 Maret 1948 ini menyampaikan menjelang puasa 2000, saat itu dirinya sedang berada di Istana Negara. Berbincang-bincang dengan beberapa staf pribadi, mengenai kegiatan apa yang hendak dilakukan pada bulan suci.

Berbagai program ditawarkan, tetapi belum ada yang pas di hatinya. Salah seorang staf kemudian menawarkan kegiatan membagikan nasi untuk makan sahur kepada kaum dhuafa, kaum marjinal dan anak-anak jalanan, serta bersahur bersama mereka.

"Saat itu, tiba-tiba muncul bayangan di benak saya, mbok-mbok bakul yang pada pukul 03.00 pagi, sudah harus berada di atas kendaraan bak terbuka, berjuang mencari sesuap nasi untuk keluarganya. Juga kuli-kuli bangunan yang tidurnya di bawah kolong jembatan, atau tukang-tukang becak yang setiap malam harus tidur meringkuk di atas becaknya," katanya.

Tentu mereka tidak bisa makan sahur dengan baik, bila ingin berpuasa. "Saya jadi teringat sabda Nabi yang bunyinya, Tidak beriman seseorang, jika ia tidur nyenyak karena kekenyangan, sementara tetangganya dibiarkan kelaparan. Oleh karena itu, membawakan sekotak nasi buat sahur mereka pasti akan menyenangkan," ucapnya.

Kegiatan sahur keliling pun dilakukan. Sasaran kegiatan ini adalah kaum dhuafa, kaum marjinal, tukang becak, pengamen, pemulung dan sebagainya. Pelaksanaannya juga tidak di tempat yang mentereng dan terang benderang.

Tidak hanya umat Islam saja, tetapi juga agama-agama yang lain.

Sinta memilih tempat di mana kaum marginal itu berada, seperti di kolong jembatan, di dekat terminal atau stasiun, di tengah pasar. Atau di lokasi bencana dan sebagainya.

"Tujuannya adalah untuk mengajak mereka melaksanakan perintah Allah, menunaikan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Juga mengingatkan kepada mereka, bahwa di bulan suci Ramadhan Allah melimpahkan rahmat, maghfirah (ampunan) dan dijauhkan dari api neraka," ujarnya.

Kegiatan tersebut terus berjalan. Di bawah bendera Yayasan Puan Amal Hayati, sebuah yayasan yang didirikannya bersama teman-teman aktifis yang peduli pada nasib perempuan, program Sahur Keliling dilakukan.

"Bahkan sekarang tidak hanya di Jakarta saja, tetapi juga di kota-kota lain di Pulau Jawa dan juga luar Jawa. Masyarakat menyambut acara ini dengan penuh semangat dan gembira. Tidak hanya umat Islam saja, tetapi juga agama-agama yang lain," katanya.

Kegiatan ini juga dilakukan di berbagai tempat, di masjid-masjid, di halaman klenteng, di halaman gereja, kolong jembatan, di tengah pasar dan lain sebagainya.

Sinta secara jujur mengakui, memberi sekotak nasi apalah artinya. "Namun terbayang di mata saya wajah-wajah keras kaum dhuafa itu menjadi sedikit cerah dan lembut ketika saya hadir di tengah-tengah mereka. Rakyat merasa diperhatikan dan ada yang menyapa. Mereka begitu gembira dan bahagia. Hal itu membuat saya sering merasa terharu," ucapnya.

Sinta Nuriyah mengaku senyatanya dirinya tidak bisa memberi apa-apa. Hal yang bisa diberikan hanya seulas senyum, pesan, nasehat dan doa, agar kemiskinan, kesulitan dan tantangan hidup yang selama ini menghimpit mereka, tidak akan mematahkan semangat hidup, menggugurkan nilai kejujuran dan komitmen moral yang ada pada diri mereka.

"Inilah sebetulnya yang diajarkan oleh Allah SWT melalui ibadah puasa Ramadhan, yaitu membentuk manusia yang bertakwa, demi mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat, serta membangun kerukunan dan keutuhan bangsa dan negara, demi terciptanya negara yang adil, makmur dan sentosa," ungkapnya. []

Baca Juga:

Berita terkait
Dana Keistimewaan Yogyakarta Layak Jadi Percontohan
Danais untuk Yogyakarta dianggap sebagai permodelan yang tepat. Anggaran yang dikucurkan pusat ini berpeluang meningkatkan kesejahteraan rayat.
Keraton Yogyakarta Setelah Meja Sultan HB VIII Rusak
Keraton Yogyakarta tidak melarang wisatawan selfie atau memotret usai kejadian meja Sultan HB VIII rusak akibat ulah wisatawan yang sedang selfie.
LinkAja Bantu Mengembangkan Usaha Mikro Yogyakarta
LinkAja siap bekerja sama dengan Pemda DIY dalam pengembangan UMKM di Yogyakarta. Saat ini LinkAja di Yogyakarta sudah merambah ekonomi mikro.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.