Jakarta - Publik dihebohkan dengan munculnya ratusan orang di Jalan MT Haryono, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis, 17 September siang. Oknum-oknum itu dikabarkan merusak sejumlah fasilitas publik, seperti lampu merah, menyerbu pusat perbelanjaan modern, dan memecahkan kaca.
Penelusuran Tagar, sebagian massa diisukan membawa senjata tajam. Sementara, Kabid Humas Polda Sulawesi Tenggara, Kombes Pol Ferry Walintukan saat dikonfirmasi wartawan tidak menepis adanya kerusuhan tersebut.
Mereka mengatasnamakan suatu suku di Sulawesi Tenggara Tolaki dan mereka meminta untuk polisi memproses semua kasus yang menyangkut SARA
Dia mengaku, sekelompok massa yang melakukan kerusuhan itu tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) unjuk rasa.
"Ini ada massa yang tidak dilengkapi dengan STTP," kata Ferry, Kamis 17 September 2020.
Massa itu, kata dia, mengatasnamakan suku di Sulawesi Tenggara. Kendati demikian, dirinya belum mengetahui secara detail orang-orang yang menimbulkan kericuhan tersebut.
Namun, Ferry menjelaskan, para massa menuntut agar seluruh kasus Suku, Agama dan Ras (SARA) yang ada di wilayah Kendari itu segera di proses.
"Mereka mengatasnamakan suatu suku di Sulawesi Tenggara Tolaki dan mereka meminta untuk polisi memproses semua kasus yang menyangkut SARA," ujarnya.
"Ini masih belum tahu yang mana (massa), karena di Sulawesi Tenggara, demo bakar ban atau demo berdua saja sudah biasa. Orang demo di perempatan, pasti lampu-lampu dirusak," ucapnya menambahkan.
Ferry menambahkan, persoalan ini bermula atas ceramah salah seorang ustaz di Kecamatan Wundulako, Kabupaten Kolaka, yang menuding tradisi kelompok tertentu tidak sesuai dengan tuntutan agama.
Ceramah itu sempat menggegerkan jagat media sosial. Pasalnya, pernyataan ustaz tersebut viral setelah salah seorang jemaah merekam ceramahnya yang menyinggung salah satu suku di Sulawesi Tenggara.
- Baca juga: Mahfud Titahkan Polisi Jaga Ulama Saat Ceramah
- Baca juga: Menag Fachrul Razi Bicara Penceramah Bersertifikat
"Sebelumnya massa tersebut memang melakukan demo terkait adanya salah satu postingan tokoh masyarakat yang dianggap menghina di media sosial. Namun itu kasus itu sudah selesai, dan walaupun demo yang dilakukan mereka tak berizin namun tetap dikawal sejumlah aparat kepolisian. Tapi usai demo dan tanpa pengawalan ternyata mereka melakukan pengrusakan," ucap Ferry Walintukan.[]