Cara Mengetahui Tujuan Demo PA 212 dkk Selain Tolak Ciptaker

Stanislaus mengatakan sangat mudah mengetahui tujuan aksi demonstrasi PA 212 dkk dalam isu penolakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja.
Massa aksi demo aliansi FPI dan PA 212 di Kedubes India, Kuningan, Jakarta, Jumat, 13 Maret 2020. (foto: Tagar/Husen M).

Jakarta - Pengamat Intelijen dan Keamanan, Stanislaus Riyanta mengatakan sangat mudah mengetahui tujuan aksi demonstrasi PA 212 bersama dua organisasi kompatriot mereka yang tergabung dalam Aliansi Nasional Anti Komunis (ANAK) NKRI: Front Pembela Islam (FPI), dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama.

Unjuk rasa oleh PA 212 dkk kali ini bertujuan untuk menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang bertajuk ‘Aksi 1310’ pada hari Selasa, 13 Oktober 2020.

Bisa dilihat dari narasi yang disebarkan untuk mengajak unjuk rasa, jika ada konten selain UU Cipta Kerja (disuarakan) maka unjuk rasa tersebut ada tujuan lain

Stanislaus mengatakan, unjuk rasa adalah hak konstitusi setiap warga negara, yang tentunya dijamin oleh Undang-Undang. Namun, kata dia, atas hak itu juga melekat suatu kewajiban untuk taat pada aturan yang berlaku di Indonesia.

"Ada batasan waktu, tidak boleh melakukan perusakan dan aturan lain. Jika isu yang diusung unjuk rasa tersebut memang murni terkait UU Cipta Kerja itu sah-sah saja. Namun jika isu berkembang menjadi provokatif rasis, apalagi menjurus kepada ajakan untuk menurunkan Presiden tentu hal tersebut sudah tidak benar," kata dia dihubungi Tagar, Senin, 12 Oktober 2020.

Dia berpendapat, jika dalam aksi ada narasi dengan teriakan turunkan presiden, maka itu merupakan penumpang gelap dalam isu UU Ciptaker yang hendak memperkeruh suasana.

Harapan Stanislaus, para pengunjuk rasa maupun aparat keamanan yang ada di lokasi dapat mengantisipasi adanya provokator dengan narasi turunkan presiden.

"Jika nanti pada unjuk rasa ada suara-suara untuk menurunkan presiden maka kelompok pelaku adalah penumpang gelap pada isu UU Cipta Kerja yang mempunyai tujuan politik kekuasaan. Ini harus diwaspadai, jangan sampai unjuk rasa ditunggangi oleh kelompok politik praktis yang tujuannya kekuasaan," ujarnya.

Dia menjelaskan, perbedaan narasi sebelum melaksanakan aksi dan saat aksi berlangsung terdapat perbedaan, maka sudah dipastikan bahwa tujuannya bukanlah menolak UU tersebut.

"Bisa dilihat dari narasi yang disebarkan untuk mengajak unjuk rasa, jika ada konten selain UU Cipta Kerja (disuarakan) maka unjuk rasa tersebut ada tujuan lain. Biasanya narasi yang beda tersebut akan muncul pada saat aksi," kata dia.

Menurut pandangannya, saat ini telah beredar di media sosial narasi yang menjurus pada penyebaran isu Suku Ras Agama dan Antar golongan (SARA). Lantas, dia meminta agar ini dapat diwaspadai.

"Tapi dari konten-konten yang beredar di sosial media massa sudah ada narasi yang menjurus pada konten SARA. Ini harus diwaspadai," ucap Stanislaus Riyanta.[]

Berita terkait
Level Gerakan PA 212 Masih Lebih Panas dari Demo Omnibus Law
Peneliti Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati menilai Gerakan PA 212 masih lebih panas ketimbang demo Omnibus Law
Bamsoet Minta Pemerintah Segera Akhiri Polemik UU Cipta Kerja
Bamsoet meminta pemerintah berinisiatif untuk menyudahi kontroversi serta polemik Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Jokowi Minta Demo Tolak UU Cipta Kerja Tak Jadi Klaster Baru
Jokowi minta jangan sampai muncul klaster baru penyebaran Covid-19 dari aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.
0
LaNyalla Minta Pemerintah Serius Berantas Pungli
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta pemerintah serius memberantas pungutan liar (pungli). Simak ulasannya berikut ini.