Jakarta - Berita yang tayang di media massa online perlu diverifikasi keabsahannya, apakah valid atau tidak. Mungkin saja berita itu mengandung unsur kebohongan alias hoaks sehingga tidak bisa dipercaya.
Organisasi Pendidikan PBB, UNESCO telah mencanangkan pekan literasi yang fokus pada masyarakat di era digital dan bahaya disinformasi. Ada pihak yang ingin menyalahgunakan kebebasan di internet untuk melakukan hal-hal yang merusak, termasuk dengan menyebarkan berita-berita palsu.
Banyak orang berniat jahat memanfaatkan internet untuk menyebarkan informasi tidak benar. Tujuannya untuk merusak tatanan masyarakat dengan menyebarkan konflik ke berbagai wilayah melalui hoaks.
Maka dari itu, untuk menghindarinya kita harus menyaring informasi berita online, berikut cara memverifikasinya menurut Google dalam keterangan tertulis, pekan lalu.
Demi menghindari kabar bohong tersebut kita harus mengetahui berita itu fakta atau bualan belaka. Berikut cara mengetahuinya.
1. Kroscek Sumber Berita
Pengguna bisa memeriksa kebenaran suatu berita menggunakan Google News. Pada aplikasi bawaan Google ini kita bisa mengecek apakah suatu berita telah dilaporkan oleh suatu media yang kredibel. Jika berita yang kita baca tidak dapat divalidasi oleh sumber resmi lainnya, maka besar kemungkinannya bahwa berita yang dibaca merupakan berita palsu.
Cara mudahnya dengan mencari suatu topik pada mesin pencarian Google kemudian bisa ditambahkan kata "hoax" di akhir kalimat. Jika merupakan benar berita hoax, maka akan muncul pembahasan terkait topik yang diakses.
2. Verifikasi Gambar yang Digunakan
Pembaca bisa memastikan gambar yang digunakan pada halaman berita untuk dicek keasliannya apakah foto tersebut memang benar kebenarannya.
Cara pertama bisa dilakukand engan mengklik kanan pada gambar lalu pilih “Telusuri Google untuk gambar” yang bertujuan untuk menelusuri lebih lanjut mengenai gambar tersebut.
Gambar tersebut akan masuk ke mesin pencarian Google dan database online-nya akan terlihat apakah sebelumnya pernah muncul, dan apakah gamabr tersebut disalahgunakan dari tujuan aslinya.
Bisa juga dengan menggunakan tool milik Google, yaitu Google Images. Caranya dengan menyimpan gambar yang ingin diselidiki atau dengan hasil tangakapan layar. Pada laman Google Images, foto yang disimpan bisa disisipkan dengan men-drag foto tersebut ke kolom pencarian. Setelahnya akan muncul berbagai macam pencarian yang menampilkan unggahan gambar tersebut.
Dari sini pengguna dapat mengetahui pihak pertama yang menyebarkan gambar tersebut. Cek kembali apakah situs tersebut merupakan sumber yang terpercaya atau tidak.
3. Cek URL Berita
Di Internet, bertebaran berbagai situs yang tampak layaknya media-media terpercaya. Dilengkapi domain yang hampir mirip dengan media aslinya, situs-situs palsu ini kerap kali menyebarkan berita hoax.
Berbekal dengan domain url tersebut akan menambah kredibilitas situs-situs hoaks tersebut agar traffic-nya semakin ramai pengunjung dan bisa menjadi acuan sumber informasi.
Jika memerhatikan URL sebuah website, pastikan setiap hurufnya serta domain yang digunakan pada umumnya untuk situs media besar menggunakan “com”.
Misalnya pada website “Tagar-channel.com” meskipun terlihat layaknya media tagar aslinya, namun alangkah lebih baik dengan memeriksa media tersebut secara langsung melalui google.
Biasanya situs asli akan muncul di pencarian teratas. Selain itu, berita bisa ditelusuri langsung pada situs media resmi itu.
4. Verifikasi Trending Topik dengan Fact Check Explorer
Verifikasi dilakukan untuk mengetahui bahwa suatu informasi merupakan fakta atau bukan. Fact Check Explorer membuat daftar hasil verifikasi pada sebuah database online.
Jadi ketika pengguna mencurigai keabsahan suatu informasi bisa menggunakan Fact Check Explorer untuk mengetahui faktanya. Di sini, pengguna dapat dengan mudah menelusuri verifikasi yang berkaitan dengan suatu informasi baik tokoh atau berita yang sedang dicari.
Salah satu hal utama dalam informasi berita adalah sumber yang menjadi referensinya. Berita bohong menggunakan judul yang sensasional bahkan terkesan hiperbola demi menarik pembaca dan pengunjung. Hal ini akan memberikan keuntungan bagi si pemilik berita hoaks.
Parahnya, jika pengguna yang mengakses tidak tahu menahu mengenai kebenaran informasi, maka penyebaran informasi akan terus berlanjut dari si pembaca tersebut.
Tapi jika diteliti secara detail berita palsu seringkali tidak konsisten. Seperti halnya nama yang menjadi narasumber, jika tidak bisa diteliti maka penggunaan nama tersebut haya sebagai pendukung yang berdasarkan karangan penulis.
Konsumsi informasi di era internet ini memilik tantangannya tersendiri khususnya untuk menangkal berita bohong. Hokas bisa menjadi pemecah keutuhan suatu kelompok bahkan menimbulkan permusuhan. Oleh karena itu, saring sebelum sharing berita.
(Revy Putra Andaryanto)