Buruh di Jawa Timur Tolak RUU Omnibus Law

Organisasi buruh di Jawa Timur menolak RUU Cipta Lapangan Kerja Omnibus Law karena tidak menguntungkan bagi para buruh.
Anggota DPRD Jawa Timur saat menerima aspirasi buruh yang menolak pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja Omnibus Law, Senin 20 Januari 2020. (Foto: Tagar/Adi Suprayitno)

Surabaya - Ratusan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan aksi di depan Gedung DPRD Jawa Timur, Senin 20 Januari 2020. Mereka menolak adanya pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja (Omnibus Law).

Sekjen Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Jazuli mengatakan, aksi demo ini merupakan aksi secara serentak seluruh provinsi di Indonesia. Mengingat mulai hari ini pemerintah pusat menyerahkan draft RUU cipta lapangan kerja ke DPR RI

"Jadi kita yang ada di Jawa Timur hari ini serentak nasional untuk menyampaikan penolakan RUU Cipta Lapangan Kerja," ujar Jazuli, Senin 20 Januari 2020.

Menurut Jazuli, banyak alasan buruh menolak RUU tersebut karena pasal-pasal yang ada di dalam Undang Undang (UU) Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang merupakan jantungnya undang-undang yang berkaitan dengan tenaga kerja.

Jadi kita yang ada di Jawa Timur hari ini serentak nasional untuk menyampaikan penolakan RUU Cipta Lapangan Kerja.

Buruh menilai akan banyak pasal yang akan direduksi, dan akan dicomot melalui undang-undang Omnibus Law. Salah satunya adalah kaitannya dengan upah minimum kabupaten/kota. Pemerintah membuat beberapa aturan yang berkaitan dengan gaji pemerintah memakai istilah upah minimum padat karya.

"Kita enggak tahu model pemerintah sekarang ini akan menetapkan upah minimum padat karya itu kayak apa. Apakah perusahaan yang mempekerjakan karyawan di atas 300 orang itu termasuk padat karya dan akan diberikan aturan upah minimum khusus yang lebih rendah daripada upah minimum," katanya.

KSPI merasa bingung dengan aturan pemerintah yang akan dibahas bersama DPR. Di mana perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 300 itu berarti perusahaan yang untungnya sedikit. Sebaliknya perusahaan kecil yang mempekerjakan kurang dari 300 orang, Jazuli mempertanyakan apakah ada jaminan untungnya banyak.

"Sehingga harus dibedakan. Tidak juga seperti itu karena banyak anggota kita yang bekerja di perusahaan dengan ribuan orang ternyata mampu beri upah di atas minimum juga memberikan bonus-bonus yang tidak kalah kecil. Namun untungnya besar," terangnya.

Selain itu, buruh juga menolak sistem upah per jam. Mengingat buruh khawatir buruh diperkerjakan hanya 4 jam. Sisa empat jam berikutnya diganti dengan buruh yang lain. Sistem ini dibuat pemerintah untuk mengurangi pengangguran.

"Mengurangi pengangguran 10 juta tidak mungkin dengan cara seperti itu. Pabrik yang satu bisa dikerjakan satu orang delapan jam. Nanti dikerjakan dua orang dengan sistem masing-masing 4 jam. Seperti itu tidak efektif," paparnya.

Jazuli menyebut pemerintah membuat draf RUU Omnibus Law karena tidak ada investor masuk atau jumlahnya berkurang. Padahal persoalan ini bukan berkaitan dengan UU Tenaga Kerja. Melainkan paling utama adalah banyaknya korupsi.

"Meskipun UU diubah model apapun, kalau tetap marak seperti ini (korupsi) seperti yang diberitakan kasus Jiwasraya, ada pejabat yang ketangkap, dan birokrasi yang berbelit-belit seperti ini," tambahnya.

Disisi lain soal infrastruktur dan pajak juga bisa menjadi problem bagi investor. Buruh akhirnya menjadi kambing hitam hingga dibuat draf RUU itu.

Jazuli mengungkapkan bahwa yang lebih memprihatinkan adalah dalam draf RUU itu juga mengatur soal pertanahan. Dimana pemerintah bisa semena-mena dalam pembebasan lahan hingha mencaploknya.

"Bukan hanya komunitas pekerja tetapi dari KSPI. Berbagai komunitas hari ini menolak sangat keras," terangnya.

Perwakilan buruh pun diterima langsung oleh Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak, dan sejumlah Anggota DPRD Jatim. Di antaranya Pranaya Yudha, Muhammad Bin Mu'afi Zaini, Adam Rusydi, hingga Hari Putri Lestari.

Sahat bahkan sempat menemui demonstran dengan menaiki mobil Komando. Sahat menjelaskan bahwa pihaknya akan meneruskan aspirasi tersebut kepada DPR RI, sebagai lembaga yang membahas RUU tersebut.

Sementara Anggota Komisi E DPRD Jatim, Hari Putri Lestari mengatakan, buruh menolak RUU karena ada pasal-pasal soal ketenagakerjaan dilemahkan. Salah satu terkait pesangon. Maka dewan akan menampung aspirasinya dan menyampaikan.

"Kita tidak bisa menolak karena itu masih dalam draft pemerintah. Saya sudah mengecek ke DPR RI ke komisi 9 DPR RI dan Biro Hukumnya juga belum menerima. Jadi janganlah kita antipati atau bahasanya pesimis," pintanya.

Dia memastikan tidak ada upaya dari pemerintah untuk mesengsarakan rakyatnya. Maka RUU ini pasti ada solusi untuk mencari kebaikan. Disisi lain, dirinya memahami kekhawatiran atas pelaksanaan di lapangan atas Undang- Undang ketenagakerjaan yang mereka anggap masih relevan.

"Solusinya adalah bahwa kritis terhadap kekhawatiran terhadap terhadap RUU Cipta tenaga kerja. Jadi buruh mengusulkan apa, apa yang mereka bicarakan, jadi jangan menolak seluruhnya," ucapnya. []

Berita terkait
Polda Jawa Timur Akan Cekal Anak Kiai di Jombang
Pengajuan pencekalan terhadap anak seorang Kiai di Jombang dilakukan Polda Jatim agar tersangka tidak kabur keluar negeri.
SDN di Sampang Ambruk, Dewan: Kualitas Kurang Baik
Atap gedung SDN 2 Samaran, Kecamatan Tambelangan, Sampang ambruk pada Jumat lalu dan mengganggu aktivitas belajar mengajar.
Kejahatan Seksual Anak, Polda Jatim Tangkap Gay
Polda Jatim menangkap Ketua Gay Tulungagung setelah melakukan kejahatan seksual kepada 11 anak di Tulungagung.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.