Tarutung-Bupati Tapanuli Utara, Nikson Nababan, sejalan dengan tanggapan jutaan masyarakat penghuni lima kabupaten di Kawasan Danau Toba, menolak keras rencana penerapan konsep wisata halal di daerahnya.
Nikson mengatakan, aturan pengembangan wisata halal dan tidak halal bukan satu tolok ukur berkembangnya wisata Danau Toba.
"Pulau Bali menjadi wisata kelas dunia, tidak ada di sana wisata halal maupun tidak halal. Adat istiadat setempat berjalan semestinya bahkan itulah yang dijual ke wisatawan mancanegara," kata Nikson, Minggu 1 September 2019.
Akan tetapi, Nikson mengapresiasi upaya pembentukan tim percepatan kesuksesan pariwisata kawasan Danau Toba seperti penanganan limbah industri dan limbah rumah tangga dan penataan keramba jaring apung (KJA).
"Ada saatnya nanti kita kepala daerah se-kawasan Danau Toba duduk bicara bagaimana menanganinya, apakah itu bisa berbentuk perda agar warga tidak membuang limbahnya ke Danau Toba," katanya.
Menurut Nikson, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi hendaknya mempertimbangkan dan mendengar suara masyarakat se-kawasan Danau Toba agar rencana itu dibatalkan.
Wisata halal itu pemahamannya adalah lokalisasi, berbeda dari kelompok lain, dan eksklusif untuk kelompok tertentu
"Saya yakin Pak Gubsu sangat arif menyikapinya dan juga saya berharap warga se-kawasan Danau Toba tidak perlu kasar dalam menyampaikan pesannya ataupun komentarnya. Mari kita jaga falsafah Dalihan Natolu dengan menunjukkan suku Batak masyarakat yang beradab yakni Anak Ni Raja Boru Ni Raja, dan penuh kasih dalam menyampaikan aspirasi," papar Nikson.
Belum Efektif
Sementara itu, budayawan Batak, Thompson Hs menyebut kalau yang halal dimaksudkan sebatas makanan warung dan restoran Islam sudah lumayan banyak di sekitar Danau Toba.
Sertifikasi halal juga sudah diberikan kepada sejumlah restoran yang berorientasi ke masakan lokal non-daging babi.
Selain daging non-babi tentu saja daging anjing, daging ular, daging kuda dan lain-lain ada juga yang berpantang mengonsumsinya.
"Label halal itu saya kira sudah menjadi bagian produksi kemasan. Saya kira kalau turis mau yang halal tinggal guidingnya saja diciptakan. Belum efektif dengan cara lokalisasi. Wisata halal itu pemahamannya adalah lokalisasi, berbeda dari kelompok lain, dan eksklusif untuk kelompok tertentu," terangnya.
Jika itu diterapkan, kata Thompson, bisa membuat pariwisata di sekitar Danau Toba tidak ramai, dalam pengertian fisik.
Dia kemudian menyarankan, lebih baik kebersihan dan pelayanan yang baik ditingkatkan. Latar budaya juga dengan adanya wisata halal akan mengganggu hubungan psikologis dan sosiologis di sekitar Danau Toba. []