Untuk Indonesia

Bukti Indonesia Kurang Menghargai Jasa Pahlawannya

Ribuan pahlawan berjasa bagi Indonesia, sangat layak dijadikan pahlawan nasional, hanya 179 orang ditetapkan selama republik ini berdiri 73 tahun.
Patung Sang Nawaluh Damanik. (Foto: Tagar/Istimewa)

Oleh: Ichwan Azhari*

Jargon 'bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya', nampaknya tidak begitu berlaku bagi Indonesia. Buktinya, dari ribuan pahlawan yang berjasa bagi nusa dan bangsa, yang sangat layak dijadikan pahlawan nasional, hanya bisa ditetapkan 179 orang selama republik ini berdiri 73 tahun.

Artinya rata-rata Pemerintah RI hanya mengangkat dua hingga tiga orang pahlawan per tahun. Jumlah yang sangat kecil mengingat era perjuangan komponen bangsa yang panjang ratusan tahun, di suatu negara yang luas dan heterogen. Berapa abad diperlukan agar semua pahlawan ditetapkan atau diberikan penghargaan? Di mana masalah bangsa ini?

Kemarin, 9 November 2019 lalu pemerintah menetapkan enam pahlawan nasional dari enam provinsi. Tapi itu kabarnya dari 16 yang sudah lolos dari seleksi Tim Penilai Pahlawan dan Gelar Daerah (TP2GD) di provinsi serta Tim Penilai Pahlawan dan Gelar Nasional (TP2GN) di pusat.

Di dua lembaga ini (TP2GD dan TP2GN) berhimpun sejarahwan kritis yang tidak diragukan lagi kredibilitasnya. Di TP2GN saat ini misalnya duduk Anhar Gonggong (Sejarahwan Nasional), Mona Loanda (ANRI), Didik Darmadi (UI) atau Sudarnoto (UIN Jakarta).

Mereka menyeleksi calon dari TP2GD dan dapat 16 orang calon yang lolos. Tapi lewat Dewan Gelar, pemerintah menetapkan hanya enam orang. Jadi 10 orang yang sudah lolos dari tangan tim sejarahwan bisa 'terjungkal' di level atas politik.

Itu 16 orang termasuk sedikit, karena banyak provinsi yang tidak gairah mengajukan melihat cara penetapannya seperti itu. Andai tiap provinsi mengajukan satu saja calon pahlawan nasional setiap tahun, artinya ada 33 calon yang menunggu ditetapkan.

Sumatera Utara, provinsi yang memilik banyak pejuang, layak kecewa. Karena, calon pahlawannya yang sudah lolos di tim TP2GN pusat, banyak yang tidak ditetapkan sebagai pahlawan nasional.

Atau memang kita bukan bangsa besar, kecuali besar kata-kata saja?

Sebutlah yang 'dikalahkan' itu antara lain Ahmad Tahir, Maraden Panggabean, Sultan Sulaiman, Datuk Sunggal, Rondahaim Saragih, Sang Nawaluh Damanik dan tahun ini SM Amin.

Djamin Gintings pun sempat gagal dalam putaran pertama dan dengan susah payah lolos pada pengusulan ulang.

Provinsi dengan jumlah calon pahlawan nasional lebih 100 orang itu, sampai saat ini baru punya delapan pahlawan nasional. Ketar- ketirlah (apatis juga) mereka yang ingin mencalonkan pahlawan dari provinsi ini dan juga provinsi lain termasuk Aceh, gudangnya para pejuang.

Di Sumatera Utara ada yang mencoba mulai mengusung, mulai dari pahlawan di ladang sastra seperti Chairil Anwar dan Takdir Alisyahbana, tokoh pers semisal Parada Harahap atau Tuan Manullang, pejuang seperti Bedjo, Syech Ismail Abdul Wahab, Raja Orahili, atau pun Matsyeh dan dan banyak lagi.

Berapa lama menanti dan diperjuangkan? Oh, para pahlawan yang sudah berjuang ini pun ternyata harus diperjuangkan terus menerus, dengan dana tidak sedikit, baru bisa mendapat pengakuan dari negara.

Dalam seminar pengusulan Mr SM Amin menjadi Pahlawan Nasional di Universitas Negeri Medan (Unimed) bulan April 2018 yang lalu, Prof Asvi Warman Adam menganalisis, dalam penetapan pahlawan nasional ada tiga komponen yang berperan: pertama kelayakan calon secara dokumen dan secara akademis, ke dua lobi dan ke tiga, peluang politik.

Nah perhatikan poin ke dua dan ke tiga. Itu ada di ranah tim Dewan Gelar, Sekretariat Negara dan Presiden.

Betapa tidak adilnya calon pahlawan yang sudah diusulkan daerah sebagai perekat semangat kesatuan Indonesia, sebagai simbol kontribusi daerah dalam mozaik keindonesian, yang secara akademik sudah dinyatakan lolos, harus dikalahkan dunia lobi dan peluang politik.

Sudah selayaknya pemerintah mengubah paradigma penetapan calon pahlawan nasional ini dan memperbanyak jumlah pahlawan nasional yang ditetapkan setiap tahunnya. Minimal menetapkan semua yang sudah diusulkan tim TP2GN.

Mana jargon 'bangsa besar bangsa yang menghargai jasa pahlawannya' atau memang kita bukan bangsa besar, kecuali besar kata-kata saja? []

*Sejarawan dan Ketua Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan

Berita terkait
Makna Hari Pahlawan Bagi Penyidik KPK Novel Baswedan
Merayakan hari Pahlawan Nasional, Penyidik senior KPK memaknai kepahlawanan dengan figur ketokohan yang bisa menginspirasi orang banyak.
Yogyakarta Punya 17 Pahlawan Nasional
Abdul Kahar Mudzakir dan Sardjito resmi ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Sampai saat ini, Yogyakarta memiliki 17 nama Pahlawan Nasional.
Hari Pahlawan, Putra Bung Tomo Ajak Gali Nilai Juang
Bambang Sulistomo, putra pahlawan nasional Sutomo atau lebih dikenal sebagai Bung Tomo memberi pesan kepada generasi penerus jelang hari pahlawan.
0
5 Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Membeli Hunian di Sentul
Selain Bekasi dan Tangerang Selatan, Bogor menjadi kota incaran para pemburu hunian di sekitar Jakarta. Simak 5 hal ini yang perlu diperhatikan.