Boni Hargens: Sosialisasi UU Omnibus Law Tak Maksimal

Pengamat Boni Hargens menunjuk pembantu Presiden tidak maksimal mensosialisasikan UU Omnibus Law. Ia menyebut UU ini transparan.
Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens memberikan keterangan pers usai diskusi mingguan Merawat Keindonesiaan di Jakarta, Sabtu siang (2/3/2019). (Foto: Tagar/Suratno Wongsodimedjo)

Jakarta - Pengamat politik Boni Hargens menilai para pembantu Presiden Joko Widodo tidak maksimal mensosialisasikan Undang-Undang Omnibus Law. Akibatnya publik banyak yang tak paham tentang undang-undang tersebut dan muncul penolakan-penolakan. “Termasuk di sini para juru bicara Presiden. Jadi, terkesan Presiden sendiri yang harus menghadapi ini semua,” kata Boni dalam wawancara dengan Tagar, Jumat, 9 Oktober 2020. Ia juga menilai sosialisasi dari para anggota partai atas undang-undang ini juga kurang.

Selama tiga hari terakhir pecah unjuk rasa di berbagai kota memprotes disetujuinya UU Omnibus Law atau UU Cipta Kerja di berbagai kota. Demo juga diwarnai oleh perusakan sejumlah fasilitas umum. Di Jakarta para pendemo misalnya membakar halte busway. Para pendemo meminta pemerintah membatalkan undang-undang yang dituding merugikan para buruh tersebut.

Jumat, 9 Otober 2020, Presiden Joko Widodo memberi penjelasan perihal undang-undang yang bertujuan, antara lain, menggairahkan iklim berinvestasi di Indonesia. Presiden menunjuk beredarnya hoaks melalui media sosial yang membuat banyak orang salah memahami UU Omnibus Law. Menurut Presiden tak ada hak cuti, termasuk cuti hamil dihapuskan atau amdal dihilangkan seperti yang beredar.

Menurut Boni adanya Undang-Undang Cipta Kerja memang dibutuhkan saat ini. Menurut dia, semua partai sejak awal setuju adanya undang-undang ini dan karena itu terasa ganjil jika kemudian Partai Demokrat dan PKS  menolak undang-undang tersebut. “Undang-Undang ini juga transparan,” ujarnya. Boni melihat unjuk rasa yang terjadi itu tak bisa lepas dari kepentingan politik dan kepentingan elite pemimpin buruh. “Undang-Undang ini memang akan merugikan elite buruh itu, “ kata Boni.

Boni meminta Pemerintah secepatnya memberi penjelasan kepada dua organisasi yang benar-benar tidak berpihak pada kepentingan apa pun, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, karena mereka memiliki anggota yang besar. “Menurut saya ini penting agar semuanya jelas, memahami apa dan bagaimana Undang-Undang Omnibus Law itu,” ujarnya. []

Berita terkait
Pakar Hukum: Omnibus Law Warisan Jokowi Membawa Petaka
Luthfi Yazid menyebut Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) merupakan warisan Presiden Joko Widodo atau Jokowi membawa petaka.
Ormas di Aceh Demo Tolak Omnibus Law di DPRA
Organisasi masyarakat (ormas) di Aceh menggelar aksi menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja di depan gedung DPRA Aceh.
Keadilan dari Pengadilan Negeri Medan
Pengadilan membebaskan Febi Nur Amelia yang didakwa menghina istri seorang komisaris besar polisi. Mahkamah Agung seyogianya berpendapat sama.
0
Negara G7 Tingkatkan Sanksi Terhadap Rusia Terkait Perang di Ukraina
Sanksi-sanksi ini termasuk langkah-langkah cegah Moskow memperoleh bahan-bahan dan layanan yang diperlukan sektor industri dan teknologi