Pakar Hukum: Omnibus Law Warisan Jokowi Membawa Petaka

Luthfi Yazid menyebut Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) merupakan warisan Presiden Joko Widodo atau Jokowi membawa petaka.
Halte bus TransJakarta di kawasan Bundaran HI, Jakarta Pusat, hangus terbakar saat terjadi bentrok antara aparat kepolisian dan massa pengunjuk rasa yang menolak pengesahan UU Cipta Kerja, Kamis, 8 oktober 2020. (Foto: Antara/Dhemas Reviyanto)

Jakarta - Pakar hukum pidana sekaligus Vice President Kongres Advokat Indonesia (KAI) dan Managing Partner Jakarta International Law Office (JILO), TM Luthfi Yazid menyebut Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) merupakan warisan Presiden Joko Widodo atau Jokowi membawa petaka.

Luthfi menjelaskan, Omnibus Law pertama kali disebut Jokowi dalam pidato pelantikan periode keduanya pada tanggal 20 Oktober 2019. Kemudian, kata dia, presiden dalam kesempatan pidatonya yang lain menyampaikan harapan kepada DPR agar Omnibus Law diselesaikan dalam 100 hari.

Dan ini sebuah fakta bahwa banyak peraturan perundangan ataupun pasal dalam undang-undang yang tidak koheren, tidak konsisten dan saling bertentangan

"Sepertinya, Jokowi ingin membuat sebuah legacy, sebuah warisan, warisan yang membawa petaka, dengan Omnibus Law ini," ujar peneliti dan pengajar di Faculty of Law abd Economics, University of Gakushuin, Tokyo pada 2010-2011 ini dalam keterangannya seperti dikutip Tagar, Sabtu, 10 Oktober 2020.

Kendati demikian, Luthfi menilai Omnibus Law memiliki sisi positifnya sebagai sebuah upaya menyempurnakan, merevisi, atau menegasi peraturan-peraturan yang saling bertentangan (existing regulations). Menurut dia, upaya ini sebenarnya untuk membantu dan menyederhanakan peraturan perundangan yang tumpang-tindih.

"Ada sekitar 73 Undang-Undang dan 1.203 pasal yang diremajakan atau disunat dalam Omnibus Law. Dan ini sebuah fakta bahwa banyak peraturan perundangan ataupun pasal dalam undang-undang yang tidak koheren, tidak konsisten dan saling bertentangan," ucapnya.

Dia menjelaskan, hal tersebut lantaran adanya kepentingan yang berbeda-beda terhadap lahirnya sebuah undang-undang atau pasal-pasal. Atau, kata Luthfi, karena kelemahan dari segi legal drafting.

"Atau juga adanya arogansi para inisiator pembuat undang-undang yang lebih mengutamakan kepentingan kelompok maupun bisnisnya dan lain sebagainya," kata dia.

Diketahui, DPR RI mengesahkan UU Ciptaker dalam rapat paripurna pada Senin, 5 Oktober 2020 lalu. Keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak atau dalam hal ini partai.

Adapun partai yang menyetujui di antaranya, PDI Perjuangan (PDIP), Gerindra, Partai Golkar, Partai NasDem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Sementara partai politik yang menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja adalah Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Pengesahan itu menyebabkan masyarakat berunjuk rasa dan melalukan penolakan di sejumlah daerah pada Kamis, 8 Oktober 2020. Aksi turun ke jalan ini merupakan rangkaian mogok nasional dan protes yang dilakukan kelompok buruh hingga mahasiswa dan pelajar. []

Berita terkait
Kepolisian Segera Pulangkan Demonstran Omnibus Law di Medan
KNPI Sumatera Utara dan LBH Medan, memastikan para demonstran UU Cipta Kerja yang sempat ditahan akan dipulangkan kepolisian.
1.192 Pendemo Omnibus Law Ditangkap, Wagub DKI: 60 % Pelajar
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan sebanyak 1.192 peserta demo menolak Omnibus Law sebagian besar berstatus pelajar.
Jokowi Tegaskan UU Cipta Kerja Dibutuhkan di Indonesia
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebut UU Cipta Kerja dibutuhkan untuk memudahkan korporasi baru dan juga upaya mencegah korupsi
0
Emma Raducanu dan Andy Murray Optimistis Bertanding di Wimbledon
Raducanu, 19 tahun, akan melakukan debutnya di Centre Court ketika dia bermain melawan petenis Belgia, Alison van Uytvanck