Jakarta – Setiap tahun periode tertentu besar penghasilan yang tidak terkena pajak berbeda-beda, seperti halnya pada PPh 21 tahun 2021 ini. Untuk mengetahui berapa besar penghasilan yang dikenakan pajak dari gaji, terlebih dahulu harus mengurangkan dengan jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai dengan status Wajib Pajak (WP).
Perubahan besar PTKP ini tergantung dengan kebijakan pemerintah yang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebgai aturan pelaksana dari UU PPh. Dikarenakan hingga saat ini belum ada aturan baru PTKP, maka besar PTKP 2021 masih sama dengan berdasarkan pada Peraturan Menteri keuangan Nomor 101/PMK.010/2016.
- Baca Juga: Komisi III Minta Penerimaan Pajak Air Permukaan Naik di 2021
- Baca Juga: Sebab PPKM Level 4, Pajak Sewa Toko di Mal Dibebaskan
Kementerian Keuangan RI sejak Juni 2016 menetapkan kenaikan batas PTKP dari semula Rp 36 juta dalam setahun atau Rp 3 juta per bulan menjadi Rp 54 juta per tahun atau gaji Rp 4,5 juta sebulan. Jadi, gaji minimum tidak kena pajak 2021 adalah dengan gaji Rp 4,5 juta tahu kurang dari itu.
Pekerja yang gajinya memenuhi untuk dikenai pajak, maka mereka harus menjadi wajib pajak. Sementara itu yang dimaksud wajib pajak PPh 21 ini adalah pegawai tetap apabila penghasilan yang diterima dalam satu tahun oleh Wajib Pajak telah melebihi batas PTKP.
- Baca Juga: Dugaan Suap Pajak, Bank Panin Disidik KPK
- Baca Juga: Sri Mulyani Terapkan Diskon Pajak Penjualan Mobil Mewah
Gaji seseorang yang kena pajak ini disebut juga Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP yang dikenai PPh 21 menurut Peraturan Direktora Jenderal Pajak No. PER-32/PJ-2015 adalah.
- Pegawai tetap
- Penerima pensiun berkala
- Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar setiap bulan (jumlah kumulatif penghasilan dalam sebulan telah melebihi Rp 4,5 juta)
- Bukan pegawai yang penghasilannya bersifat berkesinambungan (imbalannya dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam setahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan).
Jika seseorang yang masuk dalam kategori Wajib Pajak tidak lapor atau terlambat melakukan pelaporan pajak, maka harus bersiap menghadapi sanksi atau denda keterlambatan. Begitu juga jika melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) dan hasilnya menyebabkan PPh terutang lebih besar.
(Syva Tri Ananda)